22.Dia Udah Nggak Sama Lagi

235 13 0
                                    


Seminggu sudah berlalu dari hari di mana Theo merasa ketakutan setengah mati saat melihat tubuh Galan mengambang di atas permukaan air kolam dengan nafas anak itu yang sudah terputus.

Hari itu akan menjadi hari yang paling buruk bagi Theo untuk diingat, saat itu semesta sudah menegurnya, menyuruhnya untuk lebih menjaga Galan lagi agar anak itu tidak kembali mencoba untuk mengakhiri hidup.

Dan seminggu setelah kejadian itu Galan kembali seperti biasa, lebih sering mengusik Theo biarpun Theo sekarang ini sudah mulai sibuk dengan tugas dan juga ujian. Tapi, tidak seperti kemarin-kemarin Theo akan menolak dan memarahi anak itu saat mengganggunya.

Sekarang ia hanya membiarkan Galan berbuat seenaknya, asal ia masih bisa mendengar tawa serta celotehan panjang anak itu. Tapi, Theo itu orang yang paling peka di rumah ini.

Satu perubahan kecil saja ia akan sadar. Begitu pula dengan Galan, anak itu mungkin tidak berubah meski hampir saja mati. Kembali ke setelan pabrik dengan kelakuan blangsaknya, tapi Theo menyadari satu hal kalau itu hanya kepura-puraan yang Galan ciptakan.

Galan sudah tidak sama lagi seperti kemarin sebelum kejadian naas itu hampir merenggut nyawanya. Galan berubah, tapi terlihat tidak berubah. Dan hanya Theo yang bisa menyadari itu.

Tatapan mata Galan terlihat sayu meski anak itu sedang tertawa kencang, mata yang pertama kali Theo lihat berbinar-binar itu kini cahayanya redup. Senyum Galan pun tidak secerah saat pertama kali ia lihat biarpun anak itu benar-benar bahagia karena berhasil mengusiknya.

Adiknya sudah berubah, meski anak itu mencoba untuk tutupi. Theo terlampau peka untuk tidak menyadari. Galan bukan lagi Galan yang ia kenal.

Apa ia yang telah merubah Galan? Apa karena ucapannya itu Galan berubah menjadi orang lain seperti sekarang?

Tidak. Theo tidak ingin sampai itu semua terjadi.

Kebenciannya mungkin masih tersisa, tapi pelan-pelan ia mulai mau menerima Galan. Menganggap Galan sebagai adiknya, menganggap Galan sebagai temannya dan menganggap Galan sebagai tempat pulang yang bernama keluarga.

Ia tidak mau Galan berubah menjadi orang lain yang tidak ia kenali di saat Theo sudah mulai menerima anak itu.

"Bang!" panggilan dari Galan menyentaknya. Menariknya dari lamunan panjang berisi banyak pertanyaan tampa jawaban, Theo berdehem, memperhatikan Galan yang kini tengah memotong-motong roti menjadi potongan kecil-kecil.

"Kenapa melamun?"

"Nggak." Jawab Theo, beranjak dari duduknya untuk meletakkan piring di wastafel. "Buruan habisin, ntar gue tinggal."

"Emang kita mau ke mana?"

Theo menghela nafas lelah, biarpun Galan terkesan berubah jadi tidak seperti dulu lagi tapi ternyata masih ada saja kelakuan anak itu yang membuatnya terkena penyakit darah tinggi.

"Lo pake seragam kan sekarang, ya sekolahlah bego."

Galan cuman cengengesan, lalu menyuap potongan terakhir rotinya. Beranjak dari duduknya untuk meletakkan piring di tempat yang sama dengan Theo menaruh piring tadi.

"Ayo." Ucapnya, meraih tas ransel miliknya. Kemudian berjalan keluar bersama Theo.

Setelah kejadian itu, Theo memang selalu berangkat bareng Galan menggunakan mobil pribadi milik laki-laki itu. Kalau Theo merasakan perubahan Galan begitu pula dengan Galan sendiri, semenjak kejadian ia tenggelam di kolam, Galan bisa merasakan perubahan drastis dari Theo.

Laki-laki itu jadi sering mengintilinya, kadang berteriak keras memanggil namanya ketika laki-laki itu tidak menemukannya di mana pun atau sekedar membuka pintu kamarnya dan menutupnya kembali saat Theo sudah tau kalau ia ada di dalam.

PESAWAT KERTASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang