Malam ini jadi ajang mencari solusi bagi permasalahannya Theo dan Galan bagi Ayah, ia yang pulang lebih awal karena Ibu menelfon ada sedikit masalah di rumah.Setelah kejadian pertengkaran antara Galan dan Theo masing-masing dari keduanya belum ada yang keluar dari kamar. Ibu jadi khawatir mereka akan semakin memendam amarah untuk satu sama lain, padahal Ibu tau hubungan mereka itu sudah mulai membaik.
Ibu jadi merasa bersalah, belum sempat kedua anak itu untuk menjadi dekat selayaknya saudara pada umumnya kini mereka kembali membentangkan jarak yang amat jauh.
"Jadi gimana ini, Mas?" tanya Ibu, saat Ayah masih dalam mode diam untuk berpikir.
"Susah juga ini, kalau Galan udah nggak mau baikin Theo duluan." Ucapan Ayah itu semakin membuat Ibu takut.
"Pinggang kamu beneran udah nggak papa, Rin?"
Ditanya begitu Ibu malah mendaratkan pukulannya pada bahu Ayah.
"Kamu ini! Yang serius dong, ini sekarang solusinya gimana?"
Ayah cuman cengar-cengir melihat raut wajah Ibu yang gelisah sedari tadi.
"Aku punya ide."
"Apa?"
Ayah kemudian membisikkan sesuatu di telinga Ibu layaknya agen rahasia yang sedang merencanakan sebuah strategi untuk membongkar kasus yang begitu rumit.
Setelah mendengar itu, Ibu malah tambah risau.
"Kamu yakin kalau kayak gitu mereka malah nggak berantem lagi?" tanya Ibu, memastikan kalau strategi Ayah itu akan berjalan aman nantinya.
"Yakin, mending kamu ke kamar Galan sekarang. Biar aku yang ke kamar Theo." Sebelum Ibu kembali melayangkan berbagai protesnya, Ayah lebih dulu beranjak.
Ibu takut, tapi nampaknya memang tidak ada cara lain untuk membuat kedua anak itu berbaikan selain ide gila Ayah ini.
Setelah meninggalkan Ibu dengan semua rasa kegelisahannya, Ayah kini sudah berada tepat di depan pintu kamar Theo.
Mengetuk pelan pintu itu agar Theo mau membuka kuncinya dari dalam.
"Theo. Ini Ayah nak, buka dulu pintunya ya."
Ayah masih menunggu hingga bermenit-menit namun pintu tidak kunjung dibuka. Mengetuknya sekali lagi.
"Theo."
"Theo mau sendiri dulu, Yah!" teriak Theo dari dalam.
Aduh kalau begini sih susah juga bagi Ayah, yang dapat membujuk Theo keluar dari kamar yang dikuncinya dari dulu itu cuman Bunda.
"Ayah mau minta tolong, buka sebentar."
"Yah." Theo kembali hendak melayangkan penolakan, tapi di sini Ayah tidak menerima itu.
"Ayah mohon nak, sebentar aja. Nanti kalau udah selesai kamu boleh kok langsung tidur."
Ayah menunggu beberapa saat sebelum pintu itu terbuka dan menampilkan wajah Theo dengan beberapa luka goresan. Itu pasti karena Galan, tapi untuk sekarang Ayah harus menjalankan misinya dulu.
"Bantu apa?"
"Sini." Ayah lalu menarik tangan Theo begitu saja menuruni anak tangga, dan membawa anak itu ke halaman belakang.
"Bantuin Ayah bersihin kolam ya, tuh liat kan udah kotor banget banyak daun keringnya. Kamu ambil dulu alatnya di gudang, Ayah mau ganti baju." Ucap Ayah, lalu masuk lagi ke dalam rumah tampa membiarkan Theo melayangkan kalimat protesnya.
Sementara itu, Ibu juga di sini tengah menjalankan misi yang sama dengan Ayah. Mengetuk pintu kamar Galan yang anak itu kunci dari dalam.
"Galan, Ibu boleh minta tolong? Buka dulu pintunya, sayang." Bujuk Ibu, tapi sama seperti Theo, Galan juga tidak menjawab dalam satu kali panggilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PESAWAT KERTAS
Fanfiction"Gue cuman pengen lo bahagia." "Pergi." "..." "Dengan cara itu gue bisa bahagia." /// "Gue... minta maaf, Gal." -SUDAH SELESAI- ~Mulai, 28/10/23 ~Akhir, 02/11/23 ©PESAWAT KERTAS | 2023