10.Tidak Apa Hanya Dengan Ibu

162 13 0
                                    


Berisi kilas balik kisah Galandra Alanta Sadewo...

Ini waktu Galan baru berusia tujuh tahun, saat orang-orang mulai meragukan asal-usulnya. Saat orang-orang mulai mencemoh latar belakang yang terjadi sebelum kehadirannya.

Anak seusianya yang seharusnya bisa bermain tampa memikirkan masalah orang dewasa, tapi di usianya yang masih belia ia sudah diajarkan dunia untuk tidak menangis, tidak mengeluh serta tidak lagi mempertanyakan kenapa ia harus hidup tampa Ayah padahal Ayahnya masih ada di dunia ini.

Masih bernafas sama sepertinya. Galan percaya pada apa yang Ibu katakan kalau Ayah tidak bisa tinggal bersamanya karena kerja di tempat yang jauh, tapi apa harus selama itu?

Ayah tidak pernah lagi menemuinya, terakhir kali saat ia berulang tahun yang kelima.

Ibu juga cerita kalau dulu waktu Galan sudah lahir dan bisa bernafas di dunia ini, bukan Ayah yang mengadzaninya melainkan perawat laki-laki yang dulu juga ikut membantu persalinan Ibu.

Karena Ayah tidak ada di sana, tidak ada untuk melihat ia bisa melihat dunia untuk yang pertama kali. Tidak ada untuk mendengar suara tangisnya, tidak ada untuk menggenggam tangan mungilnya, dan tidak ada untuk menangis karena bangga akhirnya bisa menjadi seorang Ayah.

Ibu pernah bilang, jangan pernah mengambil hati omongan orang lain tentang Ayahnya. Galan menyanggupi, ia juga tidak mau melihat Ibu sedih kalau ia menolak. Tapi, jujur siapa yang tidak sakit mendengar itu semua apalagi untuk anak kecil yang belum bisa mengerti apa-apa seperti Galan.

Ia sering menangis diam-diam di kamar tampa sepengetahuan Ibu, kalau anak kecil pada umumnya akan menangis kencang dan mengeluh pada orang tua mereka hanya karena terjatuh tidak dengan Galan. Kalau bisa menangis tampa suara kenapa tidak?

Galan tidak pernah mau melihat Ibu ikut menangis melihatnya menangis karena dicemoh orang lain, jadi ia berusaha sekeras mungkin agar Ibu tidak pernah mendengar ia menangis karena itu.

Galan akan menjaga Ibu dengan baik, itu pikirnya setelah Ayah tidak lagi muncul di hadapan mereka.

Galan pernah tidak iri kepada temannya yang bisa leluasa bertemu dengan Ayah?

Jawabannya, tentu saja iya.

Ia itu masih kecil, masih butuh sosok Ayah dalam hidupnya. Ibu mungkin berusaha menghadirkan sosok itu dalam dirinya, tapi seorang ibu tetaplah seorang ibu rasanya tidak akan pernah sama dengan sosok Ayah yang sebenarnya.

Sewaktu Galan menerima raport dan mengharuskan para anak murid datang dengan orang tua mereka. Hanya Galan yang datang dengan Ibu, teman-temannya semua didampingi oleh orang tua yang lengkap. Ada ibu dan juga ayah.

Melihat mereka begitu disayang oleh ayah mereka membuat Galan juga ingin seperti itu. Ayah tidak pernah menemaninya menerima raport bahkan saat Ayah tau ia pernah mendapat peringkat satu.

Apa Ayah tidak suka dengan kehadirannya?

Apa ia nakal sampai Ayah tidak mau lagi hidup bersamanya?

Apa ia melakukan kesalahan besar sampai Ayah tidak ingin menemuinya lagi?

Dan masih banyak lagi pertanyaan Galan yang tidak akan pernah terjawab.

Seiring berjalannya waktu Galan mulai sedikit bisa menerima keadaan sekitarnya, mulai terbiasa tampa adanya seorang Ayah. Seperti sekarang saat ia sudah menginjak bangku kelas 5 SD, saat usianya hampir memasuki angka sepuluh.

PESAWAT KERTASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang