01 : Titipan Surat

69 9 0
                                    

ㅤㅤㅤㅤㅤ﹡ㅤㅤ𝐂𝐀𝐊𝐑𝐀𝐖𝐀𝐋𝐀

"Rel, kak Cakra itu ganteng banget 'ya." ucap Sabiru sambil memandang wajah Cakra dari kejauhan. Terlihat lelaki yang tengah dipandangnya itu sedang sarapan bersama teman-temannya.

Laurel sedari tadi memerhatikan pandangan Sabiru. Awalnya ia bingung, namun setelah lama melihat, Laurel jadi sadar jika sahabatnya itu tengah memerhatikan murid tertampan dan terpandai di sekolah.

"Lo suka sama kak Cakra? Sampe di pandangin mulu perasaan. Makanan lo aja sampe dingin."

Menyadari ucapan Laurel, Sabiru langsung berhenti menatap Cakra.

"Hehe... Iya. Tapi jangan kasi tau kak Cakra 'ya. Gue malu." pintanya.

Laurel mengangguk.

"Tapi apa gak sebaiknya bilang aja 'ya kalo Lo suka sama kak Cakra. Sebelum nanti diambil orang, lo kecewa lagi."

"Iya juga sih. Tapi malu kalo bicara depan-depanan. Gak bisa kirim surat aja gitu?"

"Bisa sih. Kirim aja itu suratnya, nanti titipin sama Bian." ujar Laurel.

Sabiru pun langsung bergegas pergi ke kelasnya untuk sekedar menuliskan surat kepada lelaki yang ia kagumi saat ini.

Gadis itu terus saja menatap kertas yang ada diatas mejanya. Ia bingung apa yang harus di katakan di dalam surat itu. Sesekali ia memegang kepalanya dan berdecak kesal.

"Aishh... Ini mau bilang apa ke kak Cakra?! Yakali langsung ajak pacaran. Emangnya kak Cakra mau sama gue?!" gumamnya.

"Eih, tapi belum di coba mah belum tau. Siapa tau aja kak Cakra bakal nerima gue?" pikirnya lagi.

Sabiru memutuskan untuk melanjutkan menulis suratnya. Jujur, ia malu untuk menitipkan surat itu ke Abian. Memang mereka cukup dekat belakangan ini. Apalagi Abian adalah sepupu Laurel.

"Kak Bian... Boleh minta tolong gak?" tanya Sabiru sedikit malu.

"Iya, mau di tolong apa?" tanya Bian sambil tersenyum.

"Kasiin surat ini buat kak Cakra, boleh gak?" Sabiru memberikan surat itu ke Bian, dan ia pun mengambilnya.

"Boleh kok, sa. Nanti kakak kasi ke Cakra." balasan dari Bian tentunya membuat hati Sabiru berdegup kencang. Ada rasa takut dan tidak sabar menunggu balasan dari pujaan hatinya.

Setelah menitipkan surat itu, Sabiru langsung pergi meninggalkan Bian di depan kelasnya.

Tak menunggu lama, Bian juga langsung menemui Cakra di lapangan untuk memberikan titipan surat itu.

"Cakra!" panggil Bian dengan sedikit teriakan. Biar cukup keras, tapi suara deep nya sangat jelas terdengar.

"Kenapa, bi? Tumben banget." Cakra menghentikan sejenak aktifitasnya. Ia berjalan mendekati Bian.

"Nih, ada surat cinta dari penggemar rahasia lo." Bian memberikan selembar kertas itu pada Cakra.

"Dari siapa nih? Pake penggemar-penggemar segala." tanya Cakra bingung.

"Yaelah... Baca aja kenapa sih, cak?" kesalnya.

"Yaudahlah, thanks 'ya."

ㅤㅤㅤㅤㅤ﹡ㅤㅤ𝐂𝐀𝐊𝐑𝐀𝐖𝐀𝐋𝐀

Setelah kelasnya selesai, Cakra langsung pulang ke rumahnya. Ia lumayan bingung kenapa ada mobil yang tidak ia kenali terparkir di rumahnya.

Daripada makin lama penasaran, Cakra memilih untuk cepat masuk ke dalam untuk mengetahui siapa yang datang.

"Tante Arin?! Wahh..." senyuman Cakra terukir ketika melihat sahabat ibunya datang berkunjung. Walau tidak ada hubungan darah dengannya, entah kenapa Cakra sangat menyayanginya. Mungkin karena saat kecil ia sudah dekat dengan Ariana Arsabira atau kerap di sapa Arin.

Keduanya berpelukan melepas kerinduan setelah lama tidak bertemu. Arin selama ini bekerja di Amerika. Dan sudah beberapa tahun tidak kembali ke Indonesia.

Arin dan Cakra duduk berseberangan di sofa tamu. Suasana tidak tegang dan canggung karena keduanya lumayan dekat.

"Cakra, kamu masih deket sama anak perempuan Tante gak?"

"Maksudnya... Sabiru?"

"Iya. Tante boleh minta sesuatu sama kamu?"

Cakra bingung apa yang akan di tanyakan oleh Tante Arin, namun ia mencoba menyetujuinya sebisa mungkin.

"Boleh aja kalo Cakra bisa bantu."

"Tolong jaga Biru 'ya. Dia itu anaknya ceroboh, dia gak suka belajar. Kamu tau 'kan, kalo dia itu suka sama kamu?"

Cakra sedikit sulit untuk menjawab ucapan Arin. Ia sangat tidak menyukai jika dirinya di paksa untuk menjaga seseorang yang tidak ia sukai sama sekali. Lagipula, dia adalah lelaki yang mudah risih.

"Jadi... Cakra harus terima Biru, gitu?"

"Jangan paksain perasaan kamu. Cukup buat dia berubah jadi pribadi yang lebih baik lagi."

Mungkin jika hanya membantu Sabiru menjadi orang yang lebih baik, Cakra mampu untuk melakukannya.

ㅤㅤㅤㅤㅤ﹡ㅤㅤ𝐂𝐀𝐊𝐑𝐀𝐖𝐀𝐋𝐀

' Hai kak Cakra ! Gimana kabar kakak? Aku cuma mau jujur kalo aku suka kakak. Tapi kalo kakak gak suka sih, ya gak papa. Tapi aku bakal berusaha supaya kakak juga suka sama aku !! '

"Ck, kenapa sih ni cewe selalu nyusahin gua?!" Cakra kesal setelah membaca surat itu. Ia meremas dan membuang kertas itu ke dalam tempat sampah di samping pintu kelas.

Tak lama setelah Cakra membuang kertas tadi, Laurel dan Sabiru datang ke kelas itu.

"Lo di sini dulu 'ya, sa. Gue mau nemuin kak Bian dulu." ucap Laurel sebelum meninggalkan Sabiru.

Kini, di sudut kelas itu hanya ada Cakra dan Sabiru. Suasananya sangat canggung. Apalagi, setelah surat mengirim surat itu.

"Lo ngapain sih ngirim surat beginian ke gue? Gak jelas banget." ucap Cakra.

"Ya... Biar kak Cakra itu tau kalo aku suka kakak." jawabnya.

"Gue gak suka sama lo! Udah jelek, goblok pula. Terlalu jauh dari tipe gue."

Sabiru terdiam tatkala disodorkan fakta jika apa yang ucapkan Cakra memang benar adanya. Apa seharusnya ini tidak terjadi? Bahkan sulit dipungkiri, jika perasaanya sudah terlalu dalam untuk lelaki populer itu.

"Kak, kalo seandainya aku udah cantik dan pinter, kakak mau pacaran sama aku?" tanya Sabiru dengan polosnya menuruti omong kosong Cakra.

"Hm..."

"Janji 'ya! Mulai hari ini aku bakal berubah jadi cantik dan pinter, supaya kak Cakra jadi suka sama aku."

"Lakuin apapun yang Lo mau."

CAKRAWALA (Revisi Soon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang