09 : Monokrom

39 6 0
                                    

“Udah nangisnya. Nanti dikira orang gua apa-apain lo lagi.”

Sabiru menghapus air matanya.

“Kak, makasih 'ya? Kakak selalu ada buat aku. Dan bahkan udah kasi tau aku soal kak Dani.”

“Jangan salah paham. Gua baik bukan karena gua sayang sama lo, gua cuma kasian.”  Cakra pergi berjalan mendahului Sabiru yang berjalan di belakangnya.

“Kak? Ga usah bercanda deh?”

Cakra berjalan lebih cepat agar Sabiru tidak dapat mengejarnya.

Tapi tidak sampai disitu. Sabiru tidak akan segampang itu untuk menyerah. Ia berpikir untuk membelikan lelaki itu makanan. Mungkin ia kelaparan makanya agak sedikit kasar.

Setelah membeli makanan kesukaan Cakra, Sabiru langsung masuk kedalam kelas Cakra. Di sana tidak banyak orang karena ini masih jam istirahat. Siswa banyak yang ke kantin.

“Kak, ini aku beliin makanan buat kakak. Dimakan 'ya? Mungkin kakak laper?”

Wajah Cakra memalas seolah tidak ingin diganggu.

“Gue gak laper. Kasi ke Bian aja tuh.”

Abian yang dari tadinya hanya membaca buku di mejanya merasa terganggu karena tiba-tiba saja Cakra menyebut namanya.

“Kenapa jadi gua? Biru kan beliin buat lo?” ucap Bian.

“Yaelah... Ambil aja. Lagian yang beli Biru loh. Gebetan lo.”

“Tapi aku beliin ini buat kak Cakra,” ucap Sabiru tertunduk. Abian yang melihat reaksi Biru langsung berucap.

“Hargain Biru, lah Cak! Seenggaknya Lo ambil, makan sedikit.”

“Gue bilang gue gak mau, ya gak mau! Paham bahasa Indonesia gak sih?!” Cakra pergi meninggalkan kedua sahabat itu di dalam kelas.

Abian berdiri lalu mendekati Sabiru.

“Bi, gak papa?” wajahnya begitu cemas saat melihat mata wanita yang ia sukai secara diam-diam berkaca-kaca.

“Enggak kok.”

“Gak usah bohong. Lo lupain aja Cakra, masih banyak cowo diluar sana yang suka sama lo.”

“Hkss... Suka gimana ssih bi? Gue gak cantik, gue ga pinter dan gue ga sebaik cewe diluar sana.” tangisnya pecah lalu menyandarkan kepala ke bidang dada Abian.

“Biru... Jangan ngomong gitu 'ya? Lo cantik dimata orang yang tepat. Cowok kayak Cakra ga pantes buat dapetin cewek sebaik lo.”

Sabiru menatap Abian, mengingat bagaimana baiknya lelaki itu kepadanya. Saat ada masalah atau ada hal yang tidak bisa ia selesaikan sendiri, sosok Abian lah yang pertama kali hadir.

“Bian, thanks 'ya?”

“Buat apa?”

“Buat semuanya. Lo selalu ada pas gue butuh. Lo emang sahabat gue yang paling baik, bi.”

Sahabat? Apa Sabiru tidak pernah berpikir sedikitpun, jika Abian selama ini menyukainya? Selama ini, sikap yang Abian tunjukan bahkan bisa ditebak oleh banyak orang bagaimana perasannya. Namun, Sabiru? Seakan ia buta oleh cintanya Cakra sehingga tidak bisa melihat sedikit saja ke arah Abian.

ㅤㅤㅤㅤㅤ﹡ㅤㅤ𝐂𝐀𝐊𝐑𝐀𝐖𝐀𝐋𝐀

Setelah pulang dari sekolah, Sabiru langsung masuk ke kamarnya, membersihkan diri, lalu istirahat. Bunda sedang berbelanja sebentar di Alfamart. Sedangkan kakak laki-lakinya, Dani belum pulang dari kampusnya.

Karena merasa bosan di kamar, Sabiru lalu keluar sebentar. Tak berselang lama, Dani pulang. Badannya tampak lesu, lelah dan seperti orang yang kurang tidur. Tentunya Sabiru merasa khawatir. Apalagi setelah perpecahan antara kedua orang tua mereka.

“Kak Dan? Kakak gak papa? Capek? Aku buatin minum mau?”

“Ck, ga usah. Mending lo pergi, gua muak liat muka lo!” Dani berjalan dengan sempoyongan masuk ke dalam kamar bunda. Merasa ada yang aneh, Sabiru mengikut langkah Dani.

“Kak? Kemaren kak Cakra bilang sama Biru, kakak make?”

Dani menatap tajam sorot mata Sabiru.

“Gak usah sok tau. Lo punya bukti gak?!” ujar Dani emosi.

“Aku nanya doang loh kak. Jangan marah kalau emang engga.”

“Gua gak peduli sama omongan anak sok tau itu, apalagi anak perusak hubungan orang tuanya sendiri!”

Sabiru tersentak mendengar ucapan sang kakak. Ia sadar ia tergesa-gesa dalam mengambil keputusan untuk pergi dari rumah ayah. Toh, bunda Arin  juga sudah tidak tahan?

“Kak... Stop bilang kalau aku ngerusak hubungan ayah sama bunda! Aku cuma gak mau liat bunda sakit terus liat ayah sama orang lain!”

“Ya terus gua harus bilang lo apa hah?! Emang kenyataannya kok. Andai waktu itu lo tetap bertahan, mungkin hubungan orang tua kita sekarang membaik!”

Sabiru tidak bisa berkata-kata lagi, ia hanya diam dan tertunduk. Saat Dani berjalan menuju kamar mandi yang ada dikamar bunda, tak sengaja ia menjatuhkan sebuah benda dari sakunya.

Sabiru mengambil barang itu. Sabu. Dugaan Cakra benar adanya. Gadis itu menunggu sebentar sampai kakak laki-lakinya itu keluar dari kamar mandi lalu menginterogasinya.

“Apa lagi sih?! Lo mau apa hah?!”

Sabiru menunjukan benda tersebut di depan mata Dani. Danipun sontak terkejut dan mengambil barang haram tersebut.

“Kakak beneran make? Kak... Keluarga kita udah berantakan, kakak mau nambahin lagi? Kalau bunda tau gimana, kak?!”

“Gua capek sama semuanya, Lo denger 'kan?! Masalah ayah bunda, kuliah gue kececeran gara-gara ini! Dan inti dari permasalahan ini ada di lo, bi. Lo cuma pembawa masalah!”

“Sorry...”

Mungkin ini hanyalah masalah kecil, yang berdampak sangat besar. Dani hanya memandang sang adik sebelah mata. Dulunya memang Dani sangat menyayangi Sabiru dan tidak ingin dia kenapa-kenapa. Namun, ia lebih memprioritaskan kedua orang tuanya. Dimana jika keduanya terpecah belah, ia akan sangat marah dan kecewa.

Tapi tidakkah Dani berpikir jika yang disini paling hancur bukan hanya dirinya, tapi Sabiru juga. Menyaksikan perpecahan orang tuanya didepan matanya sendiri, mengetahui jika sosok kakak laki-laki yang sangat ia kagumi menggunakan barang haram, ditambah lagi dengan masalahnya yang ingin merebut hati lelaki pujaan hatinya?

ㅤㅤㅤㅤㅤ﹡ㅤㅤ𝐂𝐀𝐊𝐑𝐀𝐖𝐀𝐋𝐀

Setelah kejadian malam yang sangat panjang, Sabiru kembali untuk melanjutkan sekolahnya. Ya seperti biasanya. Sabiru adalah sosok yang saat ini ingin memperbaiki dirinya sendiri. Memulainya dengan dunia akademi. Memperbaiki nilainya. Ingat salah satu permintaan Cakrawala?

Walaupun hidup dengan penuh monokrom, tidak ada warna lain. Namun, semua itu bisa dia dapatkan ketika ia bisa mendekati sosok Cakrawala Adinata.

Setelah manaruh tas di kelas, Sabiru langsung mencari Cakra. Mungkin sekarang dia dikantin? Itu kebiasaannya. Karena bundanya tidak pernah membuat makanan di rumah.

Menemukan keberadaan lelaki itu bersama sosok wanita, Sabirupun langsung mendekat.

“Kak, lagi makan 'ya? Aku tadi pagi bangun subuh banget buat masakin makanan. Aku pikir kemaren kakak ga suka makanan yang aku beli, jadi aku masak sendiri deh.”

“....”



CAKRAWALA (Revisi Soon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang