Anak-anak Aegrios maupun Agasa terlah mempersiapkan strategi balapannya dengan matang. Baik Cakra (perwakilan Aegrios) ataupun Jean (perwakilan Agasa) telah sepakat, siapa saja yang menang harus mengerjakan tugas sekolah selama dua Minggu.
Cakra berpikir jika ia tidak harus belajar dalam dua Minggu ini. Bukankah kesepakatan yang bagus? Ia bisa berlatih basket ataupun hal-hal lainnya yang ia sukai.
Sedangkan di sisi lain, Sabiru merasa was-was, takut hal buruk akan terjadi kepada Cakra yang kini berstatus sebagai kekasihnya.
Suasana mulai terasa tegang saat seorang gadis yang berada di tengah-tengah arena melambaikan tangannya dan menerbangkan sebuah kain ke atas. Pertanda, bahwa balapan sudah di laksanakan.
Baik Cakra maupun Jean mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Awalnya, Cakra berhasil merebut posisi terdepan. Namun, tiba-tiba saja motornya tidak bisa dikendalikan. Hingga akhirnya motor itu menabrak sebuah pohon. Cakra bahkan sampai terpental jauh dari arah motornya.
Kemenangan berada di tangan Agasa. Jean berhasil duluan mencapai garis finish. Ya, mungkin anak-anak Aegrios merasa sedikit kecewa. Tapi mereka lebih menghawatirkan kondisi Cakra yang daritadi tidak terlihat sama sekali.
"Je... Lo apain si Cakra?! Kok daritadi dia belum nyampe?" tanya Jinan dengan sedikit emosi.
"Cakra tadi gak sengaja nabrak pohon. Abis itu gua ga tau lagi sih." jawaban dari Jean membuat hati Sabiru tersayat. Ia segera berlari secepat mungkin mencari keberadaan Cakra.
Namun, saat tiba di tempat tujuan, Sabiru malah melihat Cakra yang sedang terduduk di bawah pohon yang rindang. Ia tampak sangat kecewa sampai-sampai melihat lelaki sekuat itu meneteskan air mata.
Sabiru lalu menghampirinya, lalu memegang pundaknya. "Are you okay?"
"Gak. Lo gak usah sok perhatian sama gua!" ujar Cakra sambil menunduk ke bawah, ia bahkan tidak menatap Sabiru sama sekali.
"Ga perlu kecewa sama diri sendiri. Kadang kita udah ngelakuin yang terbaik, tapi hasilnya gak memuaskan. Coba lagi lain waktu. Lo pasti bisa!"
Cakra lalu menoleh ke arah Sabiru, lalu menatapnya penuh arti.
Tidak lama setelah itu, seorang wanita tiba-tiba datang dan turun dari mobil berwarna putih. Sontak, pandangan mata keduanya langsung beralih. Mereka juga berdiri menyambut kedatangan wanita itu.
PLAKK....
Baik Cakra maupun Sabiru terkejut akan apa yang baru saja terjadi. Wanita tadi menampar pipi Cakra. Dan yang lebih mengejutkan, wanita itu adalah bundanya Cakra sendiri.
Terlihat Cakra masih memegangi pipinya yang memerah. Bahkan, bibirnya mulai mengeluarkan darah. Sabiru tidak bisa berbuat apa-apa, selain diam.
"Jangan kamu pikir karna bunda lagi gak ada di rumah, kamu bisa seenaknya! Siapa yang ngizinin kamu ikut balapan, hah?!"
"Maaf..." ucap Cakra pelan sambil tertunduk.
"Kamu tau, gara-gara balapan ayah kamu juga meninggal. Kamu ngertiin bunda gak sih, Cakra? Kamu denger 'kan?!"
Emosi Cakra memuncak saat bunda nya mulai menyebut 'ayah'nya yang mengalami kecelakaan saat menaiki motor.
"Jangan ungkit-ungkit kematian ayah lagi bisa gak sih?! Gua capek. Gue mau ngelakuin apa yang gua mau!" teriak Cakra pada bundanya.
"Oke. Lakuin apa yang kamu mau. Tapi jangan pernah ngadu ke bunda kalo terjadi apa-apa!" kedua anak ibu itu saling bersikeras dan tidak mau mengalah. Alhasil, mereka jadi perang dingin.
Setelah bunda pergi, Cakra kembali duduk di bawah pohon itu. Sabiru bingung ingin berbuat apa. Ia tidak tau caranya menenangkan Cakra.
"Kak... Kakak gak papa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRAWALA (Revisi Soon)
FanfictionJika matahari bersama bulannya Pelangi bersama hujannya Siang bersama malamnya Lalu, bagaimana langit Cakrawala tanpa birunya?