Setelah membersihkan dirinya, Sabiru masuk ke kamarnya dengan menggunakan piyama stoberi beruang kesukaannya. Piyama itu adalah hadiah dari ayahnya saat usianya 17 tahun. Itu adalah hadiah terlucu yang ia dapatkan, dan sampai saat ini piyama itu masih menjadi kesukaannya.
Baru saja membuka pintu, Sabiru mendapati kakak laki-lakinya yang sudah duduk dipinggir ranjang tidurnya.
"Kak Dani? Kakak disini?"
Dani mengangguk, lalu ia berdiri dihadapan Sabiru dengan tangan dilipat didepan dadanya.
"Kenapa gak ngabarin kakak dulu kalau mau pergi?"
Sabiru terdiam sejenak meresapi kata-kata kakak laki-lakinya.
"Kenapa diem? Lo terlalu gegabah, dek! Dengan Lo pergi gini Lo kira bakal selesaiin masalah? Bunda jadi tenang?! Ayah bakal cari kita?! Keluarga kita utuh lagi, hah?!"
"K-kak? Kakak marah?"
Dani memutar bola matanya. Seakan ia malas mendengar suara yang sok dimanja-manjakan oleh adiknya sendiri.
"Gak usah sok imut depan gua lagi. Gara-gara lo, keluarga kita berantakan! Gua gak pernah mau keluarga kita bubar, gue cuma mau kita sama-sama. Dengan Lo pergi dari rumah sama aja kayak lari dari masalah!"
Sabiru berpikir lagi dengan ucapan Dani. Mungkin sang kakak ada benarnya. Jika saja tadi pagi dia tidak gegabah untuk pergi meninggalkan rumah itu, mungkin saja perceraian keduanya bisa dibicarakan lagi. Walaupun kemungkinannya sangat amat kecil.
Sekarang hanya tinggal penyesalan. Sabiru merenungi apa yang ia perbuat. Mematung, bahkan dirinya tidak kuat untuk mengucapkan satu patah katapun.
"Jawab, dek! Lo punya mulut gak sih?!"
Suara teriakan khas laki-laki menggema di seluruh rumah lama itu. Sampai-sampai bunda Arin yang tadinya tertidur sampai terjaga. Lalu, bunda mencari sumber suara yang terdengar sangat jelas di kamar putri nya.
"Kakak? Kenapa adeknya kok dibentak gitu?" tanya bunda sedikit khawatir.
"Gak ada, bun." Dani langsung keluar dari kamar itu setelah bundanya datang.
Entah lelaki itu sekarang pergi kemana. Bahkan jam sudah menunjukan pukul 21.00
"Dek, kakak kenapa teriak-teriak sama kamu? Kalian lagi ada masalah?"
"Menurut bunda, Biru salah gak? Ya, maksudnya, kalo tadi kita ga pergi dari rumah, mungkin kalian masih bisa baikan."
Bunda Arin sedikit kaget dengan ucapan Sabiru. Jadi itu sebabnya Dani sangat marah dengan adiknya?
"Kamu gak salah, dek. Masalah ini udah lumayan lama, cuma bunda gak mau kalian khawatir. Dan bunda juga udah siapin diri buat hari ini. Ya kemaren sempat curiga gitu."
Sabiru tidak melanjutkan percakapan itu lagi. Sekarang ia malah mencemaskan kakak laki-lakinya yang pergi entah kemana.
ㅤㅤㅤㅤㅤ﹡ㅤㅤ𝐂𝐀𝐊𝐑𝐀𝐖𝐀𝐋𝐀
"Tumben banget si Cakra ngebar? Biasa juga males. Udah gak belajar lagi?" ejek Arya pada Cakra yang posisinya sedang duduk menikmati minumannya.
"Lagi males sama nyokap wkwk." jawabnya sambil tertawa kecil.
"Masalah nyokap lagi, cak? Ga abis-abisnya 'ya?" ujar Jayden.
"Want a little alcohol to cool off?" tanya David menawarkan.
Cakra langsung menggeleng. Baginya ketenangan bukanlah untuk menghilangkan kesadaran dengan alkohol. Melainkan ada cara lain untuk menghilangkannya.
"Gue ke toilet sebentar, 'ya." Cakra berdiri lalu menuju toilet laki-laki.
Langkahnya terhenti tatkala melihat dua orang yang sedang melakukan transaksi tersembunyi di dekat toilet laki-laki. Kebetulan di sana tidak ada Cctv, mungkin itulah alasannya.
Cakra menyipitkan matanya, sepertinya ia mengenal salah satu pembeli barang haram itu.
"Bukannya itu Dani, 'ya?" gumamnya.
Setelah pengedar itu pergi, dengan cepat Cakra menghampiri Dani. Dani tampak shock dibuatnya.
"Cakra, ngapain lo disini?"
"Ck, ck... Harusnya gue yang nanya. Lo ngapain disini? Nyabu?"
"bngs*t! Diem lo, Lo gak perlu tau soal urusan gua!"
"Wahh... Gimana jadinya 'ya, kalau bunda Arin tau kalau putra kesayangannya make? Dan gimana juga reaksi adek Lo yang polos itu?"
Dani lantas menggenggam erat kerah jaket Cakra lalu meremasnya kuat. Tatapan tajam serta urat lehernya terlihat menandakan Dani sedang merasa emosi.
"Jangan pernah lo buka mulut soal ini, atau gue gak akan segan-segan nyakitin Sabiru!"
Cakra melepaskan tangan Dani dari dirinya.
"Sabiru itu adek lo, bod*h! Gue ingetin kalau lo gak lupa!"
"Gua gak peduli, mau dia adek gue atau bahkan kakak gua!" Dani mempercepat langkahnya dan meninggalkan Cakra di sana.
ㅤㅤㅤㅤㅤ﹡ㅤㅤ𝐂𝐀𝐊𝐑𝐀𝐖𝐀𝐋𝐀
Mentari pagi seakan membangunkan seluruh manusia dimuka bumi. Sinarnya yang hangat ditambah dengan embun pagi yang amat menyejukkan membuat hati penikmatnya merasa terkagum-kagum.
Begitupun halnya dengan Sabiru yang sedang berjalan menuju sekolahnya. Semenjak pindah ke rumah neneknya, jarak antara rumah dan sekolah tidak begitu jauh. Ia bahkan bisa sampai hanya dengan waktu 8 menit berjalan kaki.
Sesampainya di koridor sekolah, Laurelisha lantas menghampirinya. Tidak heran, itu adalah kebiasannya.
"Loh... Kenapa murung, bi? Biasa juga cantik banget kalau ke sekolah?"
Ya, semenjak hari dimana Cakra mengatakan jika ia menyukai gadis yang cantik, Sabiru sedikit demi sedikit belajar untuk berias diri. Ia menjadi gadis favorite disekolah itu. Tapi entah mengapa hari ini, ia sangat berantakan. Bahkan pucat.
"Gak papa kok. Lagi males aja."
Tak lama setelahnya, Cakra dan Jayden lagi-lagi menghampiri kedua gadis itu. Dengan cepat Cakra menggenggam tangan Sabiru lalu membawanya pergi.
"Loh, ini ada apa sih? Kok kak Cakra segitunya?" tanya Laurel bingung.
"Lo bodoh sih rel kalau kata gua. Lo biarin cowok lo pacaran sama Sabahat Lo sendiri. Gimana kalau Cakra beneran jatuh cinta sama Biru?"
Ucapan Jayden membuat Sabiru berpikir lagi. ucapannya memang ada benarnya. Lelaki mana yang tidak jatuh cinta jika ia terus saja bersama gadis lain?
"Jay, sekarang gue harus gimana?"
ㅤㅤㅤㅤㅤ﹡ㅤㅤ𝐂𝐀𝐊𝐑𝐀𝐖𝐀𝐋𝐀
"Kak, kita mau ngapain sih?"
"Dani narkoba."
Singkat, padat, bang*at. Ya, begitulah Cakrawala. Tidak ingin banyak basa-basi dalam ucapan. Yang penting lawan bicaranya mengerti dengan apa yang ia ucapkan.
"Hah? Kakak gak usah ngaco. Aku tau kakak gak suka sama kak Dani. Tapi gak dengan fitnah dia gini."
"Lo kalo dikasi tau bukannya makasih, malah nuduh. Orang gua liat sendiri dia transaksi sama bandar."
"Kak Cakra salah liat! Kak Dani itu orang baik-baik."
"Lo gak usah bego, bi. Masalah keluarga lo, masalah kampusnya, lo kira Dani bakal sanggup hadapin semuanya sendiri?"
Sabiru tak kuasa menahan derai air matanya kala Cakra mengucapkan hal tersebut. Apapun yang menyangkut keluarganya akan sangat sensitif bagi Sabiru.
"Hkss...huhh, kenapa jadi hancur gini sih?" Sabiru menutup wajahnya dengan menggunakan kedua tangan mungilnya sambil menangis sesenggukan.
Cakra hanya terdiam melihat gadis itu menangis.
"Gue salah apa sampai semesta gak henti-hentinya kasi gue cobaan?"
"Namanya juga cobaan, ya sakit lah. Kalo enakmah cobain." ucap Cakra seolah tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRAWALA (Revisi Soon)
FanfictionJika matahari bersama bulannya Pelangi bersama hujannya Siang bersama malamnya Lalu, bagaimana langit Cakrawala tanpa birunya?