16 : Tamu tak diundang

20 5 0
                                    

“Coba bicarain baik-baik sama Bella, bi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Coba bicarain baik-baik sama Bella, bi. Kasihan dia── kasian almarhumah mama juga... Beliau ingin kalian bersama. Tapi kakak gak bisa halangin cinta kamu sama Sabiru, kakak ga ada hak buat atur hidup kamu.”

Kira-kira begitulah pesan Hanin pada adik laki-lakinya itu. Hidup Abian bagai tersasar di hutan yang lebat, tak tau arah pulang. Abian bercengkerama dengan senja “Aku ingin Sabiruku, entah itu di pagi, siang atau malam hari sekalipun. Bella gak akan pernah bisa gantiin posisi Biru. Andai mama sama kak Hanin tau itu.”

Posisi Abian kini menghadap ke luar jendela dilantai atas kamarnya. Memandangi hiruk pikuk kota yang masih ramai dengan manusia-manusia dengan segala aktifitasnya. Tidak seperti hidupnya kini── sunyi tanpa ada suara yang mampu menggenggam erat raganya.

Bodoh! Seharusnya Sabiru mengatakan jika dia selama ini menganggap Abian adalah bayang-bayang Cakrawala. Tidak akan seperti ini jadinya. Gadis dengan bertumpuk-tumpuk trauma dalam hidupnya, gadis yang tidak pernah mendapatkan kenyamanan dan kemudahan  dalam setiap langkahnya. Disitu Abian menjadi sosok bintang yang menemani malam gulita Sabiru.

“Tapi aku bulannya──”

Bisa jadi Cakrawala mengatakan itu. Benar kata orang-orang, “masa lalu akan selalu menjadi pemenangnya.” seperti itu juga cinta segitiga antara Cakrawala, Sabiru dan Abian. Namun sayangnya Abian kalah. Kalah dari masalalu yang menjerat gadisnya. Macam-macam upaya yang pernah ia lakukan sirna tanpa jejak, tanpa ada bekas sedikitpun.

Sedangkan disisi yang lain, Sabiru dan Cakrawala masih menikmati sisa momen kebersamaannya tadi malam. Bagaimana Cakrawala membuatnya kembali tersenyum, bagaimana Cakrawala membuatnya merasakan dekap yang sudah lama tidak pernah ia rasa── terakhir kali saat Sabiru mengalami banyak masalah. Sabiru memeluk Cakrawala dari belakang menghilangkan penat yang dirasa.

“Udah lewat beberapa bulan berlalu sejak hari itu kak...”

Cakra menatap Sabiru lekat, mengarahkan tangan kanannya kepipi Sabiru.

“Iya. Dan kali ini beda,”

“Bedanya apa?”

“Dulu kita disini cuma cintamu yang sepihak, tapi kali ini kita dengan perasaan yang sama.” ucapnya.

“Salah. Dulu emang cintaku sepihak, sekarang cintamu yang sepihak kak hehe...”

“Kurang ajar!”

“Bercanda doang, baperan banget!”

“Haha lucu banget bercandanya... Lebih lucu daripada Zershy yang kalah balapan.”

Kata 'balapan' membuat Sabiru menyinisi Cakra. Entah mengapa gadis itu benci jika kekasihnya masih suka balapan seperti itu. Sabiru takut, sangat takut jika Cakra terluka. Wajar bukan jika Sabiru tidak ingin kekasihnya terluka?

“Gak lucu sama sekali kak!”

“Im sorry, Sabiru. Tapi aku gak bisa hentiin apa yang buat aku senang. Aku muak banget kalau seandainya bunda paksa aku harus sempurna di akademik. Dan aku punya hak buat bahagia dengan caraku sendiri... Aku bisa rasain gimana kekhawatiran kamu, tapi semakin sakit yang aku rasain, aku seneng, seenggaknya sakit fisik ga sesakit gimana bunda perlakuin aku──” batinnya.

CAKRAWALA (Revisi Soon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang