———
Lusa tanggal 2 Desember. Hari ulang tahun Clara.
Tidak ada yang tidak ingat dengan hari lahir putri tunggal keluarga Mueller, bahkan dari satu minggu kemarin, Papa sudah bertanya tahun ini ingin diberi kado apa. Namun karena masih bingung, Clara belum menjawab pertanyaan itu sampai sekarang.
Hari ini pertanyaan itu terlontar lagi, persis setelah sarapan pagi ini selesai. Papa bertanya lagi ketika Clara baru saja duduk, bergabung dengannya yang sedang bersantai di ruang tengah.
"Jadi sudah diputuskan, mau kado apa?"
Clara mengangguk. "Aku pengen bisa nyetir mobil sendiri. Biar gampang kalau mau ke mana-mana."
"Pakai mobil Papa aja buat belajar. Kamu siapnya kapan? Kebetulan hari ini Papa kosong."
"Hari ini aja."
"Ya udah sana siap-siap, jam 10 Papa tunggu di garasi."
"Oke."
First step, done.
***
"Papa bilang kamu hari ini habis belajar nyetir mobil?"
Suara Mama barusan praktis memecah sunyi yang semula menginvasi kamar Clara. Beliau datang untuk mengantarkan gelas susu yang tertinggal di bawah, sementara si pemilik kamar yang sedang tiduran sambil bermain ponsel kemudian menurunkan benda itu dari depan wajah.
"Iya," jawabnya lalu, lekas menukar posisi jadi duduk bersila.
"Kenapa tiba-tiba kepikiran mau belajar mobil? Kak Dikta masih bisa antar jemput kamu ke manapun. Mama nggak akan sering keluar kalau perut udah besar begini, di rumah pun nggak perlu ditemani."
"Aku mau belajar mandiri, Ma. Aku, kan, bakal punya adik."
Padahal alasan utamanya bukan itu. Iya, bukan, alasan utamanya adalah Ezra. Sebentar lagi ulang tahunnya, tapi ia akan mengejutkan pacarnya itu dengan mengendarai mobil sendiri.
Sebenarnya ia juga penasaran dengan kejutan seperti apa yang akan disiapkan Ezra untuknya. Ini ulang tahun pertama Clara sebagai kekasih Ezra, laki-laki itu mungkin bisa sangat romantis seperti perlakuannya selama hari pertama berkencan kemarin. Karena memikirkan itu, Clara juga ingin membuat kejutan sendiri, dan mampu mengendarai mobil sendiri adalah pilihannya.
"Progress-nya udah sampai mana di hari pertama?" Mama bersuara lagi, pertanyaannya membuat Clara tanpa sadar menggigit bibir.
"Tadi hampir... nabrak."
"Nabrak apa?"
"..., semak-semak. Aku tiba-tiba lupa cara ngeremnya. Sama Papa langsung diambil alih. Habis itu pulang dulu karena udah sore."
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Cure: So It Can Be a Page | Mark Lee ✓
General Fiction[THE CURE SEASON 2. SEBAIKNYA BACA BOOK THE CURE TERLEBIH DULU] "When I met him again after 10 years, it wasn't just a coincidence. Because there is no such thing coincidence in this world. All have invisible threads. Which are interconnected, one a...