O6 | Kalau hubungan kita membatasimu, maka hari ini aku melepasmu

71 12 0
                                    

———

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

———

Hujan.

Sepanjang perjalanan, Clara memilih memperhatikan bagaimana fungsi pengelap kaca mobil berjalan. Memang cukup deras, dan mungkin saja dingin. Tapi jika bisa, Clara lebih memilih menggigil di bawah hujan daripada berada satu mobil dengan Diego. Ini lebih dingin dari apapun, padahal ada Reyhan yang menyetir di sampingnya.

Semula memang hening, sampai kemudian Reyhan menyalakan musik walau dengan volume rendah. Mungkin dia bosan karena tidak ada percakapan. Setiap topik yang ia bawa juga selalu dibalas ala kadarnya.

Karena heningnya itu, perjalanan ke rumah Clara jadi terasa lama. Ketika biasanya 20 menit perjalanan, kini terasa seperti berjam-jam. Duduknya mulai tidak nyaman. Entah karena cuaca dingin, atau Diego yang sejak tadi memaku tatap padanya, tapi Clara mendadak ingin buang air kecil.

"Kamu nggak apa-apa?" Sial bagi Clara, Reyhan menangkap gestur anehnya. Ia menggeleng kaku. "Dingin, ya? AC-nya udah mati, kan?"

Sedang memeriksa AC, tiba-tiba sebuah jaket tersampir di bahu kanannya. Dari Diego yang duduk di belakang. "Pakai," katanya.

Apa dia bisa menolak? Tentu tidak!

Sampai di depan gerbang rumah, Clara masih memakai jaket Diego. Dia keluar, tadinya untuk membuka gerbang agar mobil Reyhan bisa masuk, tapi pria yang di belakang kemudi menggeleng tanda tak akan bertamu. Selesai membuka gerbang, dia menemukan Diego juga turun. Mengantarnya sampai beranda rumah.

"Cepat masuk, dingin."

Padahal siapa yang hanya memakai kaos oblong dan siapa yang teknisnya sedang hujan-hujanan? Dia.

"Kak, soal tadi—"

"Kita bicarakan lain kali. Sekarang aku capek, aku takut nggak bisa mengontrol emosi dan berakhir nyakitin kamu."

Kenapa kata-katanya membuat Clara mendadak dilanda rasa bersalah yang sangat besar?

"Aku pulang dulu."

Pamitnya pun hanya dengan satu kalimat sederhana. Tidak pelukan, apalagi senyuman. Kenapa setelah perasaannya terkuak dadanya malah lebih sesak?

Ia juga tidak bisa mencegah, protes saja rasanya sudah tidak berhak. Jadi yang Clara lakukan hanya berdiri di teras, menatap Diego yang baru masuk ke mobil, memperhatikan bagaimana mobil itu melaju sampai akhirnya hilang dari pandangan.

Dia sudah berbalik setelah menarik napas panjang, tapi suara deru motor dari arah belakang membuatnya urung masuk ke rumah.

"Clara!"

Clara berbalik, terdiam dengan raut bingung kala mendapati Ezra baru saja turun dari motornya.

"Maafin gue."

Hanya dua kata namun Clara membutuhkan waktu hampir tiga puluh detik untuk mencernanya. Kepalanya dimiringkan, lalu setelah sadar, dia mendengus sarkas. "Lo jauh-jauh ke sini, hujan-hujanan, cuma buat minta maaf? Niat banget."

After The Cure: So It Can Be a Page | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang