"ahhh sialan!" Ata terus saja memukul-mukul setir mobilnya, saat tiba-tiba mobilnya berhenti begitu saja, lebih tepatnya mogok.
"Semuanya baik-baik saja?" Tanya Rico dengan suara paraunya, karena sedari tadi dia menangis saat Ata bilang kalau Zora sudah meninggal.
"Lo diam!" Ata beralih menatap Zora yang ada disampingnya. "Buka mata lo Ra, gue mohon..." Lirihnya, namun sama sekali tidak ada pergerakan dari gadis itu.
Ata buru-buru mengambil ponselnya dan menelpon papahnya.
'ada apa Ata?' Tanya Artha dari seberang sana.
"Pah.." Ata tidak bisa melanjutkan perkataannya.
'kenapa kamu menangis Ata?'
"Jemput kami di jalan anggrek pah, mobil kami mogok," setelah mengatakan hal itu, Ata langsung memutuskan sambungan telponnya.
"Lo bohong kan Ta? Zora masih hidup kan?"
Ata mengabaikan pertanyaan Rico, ia memeluk tubuh kaku Zora yang ada di sampingnya. "Bangun yuk Ra, katanya mau sembuh, gue masih sanggup nemenin lo buat sembuh Ra,"
"Ata jawab gue bangsat!" Rico memukul udara.
"Gue nggak tahu, gue nggak tahu, berhenti bertanya sialan!"
Brak
BrakAta langsung membuka pintu mobilnya, saat papahnya datang dan menggedor-gedor kaca mobilnya, ia keluar dari mobilnya dan menatap papahnya dengan tatapan senduh.
"Kamu kenapa nangis?" Tanya Artha.
"Zora pah.. Zora!"
"Kenapa? Ada apa dengan putri papah?"
Ata langsung menubruk tubuh papahnya. "Denyut nadinya udah nggak bisa Ata rasain,"
Artha langsung melepaskan pelukannya, ia segera membuka pintu mobil Ata. "Sayang? Kamu tidur ya? Bangun yuk, mamah lagi nungguin kamu dirumah sakit," Artha menepuk pelan pipi Zora.
"Om, Zora tidurnya belum bangun ya?" Tanya Rico saat mendengar suara Artha.
Artha menangis saat dirinya selesai mengecek denyut nadi Zora, ia pun langsung membopong tubuh Zora dan memasukkannya ke mobilnya.
"Bawa Rico ke mobil papah," pintah Artha dengan suara lemahnya.
Mobil Artha telah sampai di rumah sakit, setelah Artha selesai menidurkan tubuh Zora di brankar, para suster langsung mendorong brankar tersebut ke ruangan jenazah.
Adistia lari menghampiri mereka. "Kenapa putri saya dipindahkan ke ruangan jenazah? Harusnya ke ruangan yang biasanya putri saya tempati!"
"Maaf buk, putri anda sudah meninggal dunia,"
"Nggak mungkin! Putri saya pasti sedang tidur! Dia cuman kecapean aja, soalnya tadi dia habis lihat senja!"
"Maaf sekali lagi buk, tapi ini kenyataan nya," para suster tersebut memasukkan brankar Zora ke ruangan jenazah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertahan atau pergi(END)
Teen FictionTentang sebuah paksaan yang berakhir duka. Sebanyak apapun berjuang, jika tidak dihargai semuanya akan sia-sia. Skenario Tuhan jauh lebih indah dari apapun! Jangan mencoba untuk merubah takdir yang belum tentu itu yang terbaik untuk kita. Sejatinya...