Brak
Ata berlari dan langsung memeluk tubuh Zora dari belakang. "Zora stop!"
"Hiks gue jahat Ata," lirih Zora.
"Gue bilang ini sudah takdir Zora, kita bisa apa selain menerimanya dengan ikhlas?"
Ata menuntun Zora untuk duduk di kasur, ia pun ikut duduk di sebelah Zora. "Dengerin gue, kita sebagai manusia hanya bisa berencana, selebihnya Tuhan yang mengatur semuanya, dan semua yang terjadi itu udah takdir yang digariskan Tuhan untuk kita, berhenti nyalain diri lo sendiri, gue mohon Zora.." Ata menghapus air mata di pipi Zora.
"Rico benci sama gue, gue nggak mau sebelum gue benar-benar pergi dari dunia ini--"
"Stop bilang omong kosong!" Ata langsung menghentikan ucapan Zora dengan teriakannya.
Cklek
"Sayang.." Adistia langsung memeluk tubuh Zora.
"Mamah, Zora pembunuh, Zora mau serahin diri Zora ke polisi," Zora menatap mamahnya dengan tatapan memohon.
"Nggak!" Tolak Ata.
"Papah udah urus semuanya, kamu sama sekali tidak bersalah, orang yang bersalah itu adalah seseorang yang dengan sengaja memotong rem mobil kamu," Artha langsung menjelaskan semuanya.
Zora menggelengkan kepalanya. "Nggak adil! Disini Zora bersalah! Bairin Zora menebus kesalahan Zora!"
"Tapi tidak dengan lo menekam di penjara Zora!" Sungguh ingin sekali Ata menampar mulut Zora, yang selalu saja menyalahkan dirinya sendiri, namun ia masih waras untuk melakukan hal tersebut.
Artha langsung memegangi kedua pipi putrinya. "dengerin papah, untuk saat ini papah mau kamu fokus dulu ke kesembuhan kamu, setelah kamu sembuh, kamu bebas ngelakuin apapun," putus Artha.
"Pah.." Ata menatap papahnya, sementara Artha hanya menganggukkan kepalanya, seolah ia berbicara kalau semuanya akan baik-baik saja.
Setelah tiga hari absen sekolah, hari ini Zora memilih untuk bersekolah, Zora turun dari motor Ata, banyak sekali tatapan benci yang dirinya terima dari para murid sekolah.
"Lah sih pembunuh,"
"Ketika duit berbicara,"
"Harusnya busuk tuh di penjara,"
Saat Ata akan menghampiri mereka-mereka yang secara terang-terangan membicarakan Zora, namun Zora menahan kembarannya itu.
"Biarin aja, yang mereka omongin fakta, bukan fitnah," Ata pun hanya menghembuskan nafasnya pasrah, setelah itu dirinya menarik tangan Zora untuk memasuki kelas.
"Eh gimana rasanya setelah membunuh sahabat lo sendiri?"
Langkah Zora dan Ata berhenti saat mendengar ucapan seorang perempuan berambut cokelat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertahan atau pergi(END)
Ficção AdolescenteTentang sebuah paksaan yang berakhir duka. Sebanyak apapun berjuang, jika tidak dihargai semuanya akan sia-sia. Skenario Tuhan jauh lebih indah dari apapun! Jangan mencoba untuk merubah takdir yang belum tentu itu yang terbaik untuk kita. Sejatinya...