Pengakuan Ragan

16 3 0
                                    

Gista berjalan ditengah pancaran sinar matahari yang mulai redup. Ia menuju rumahnya dari sepulang sekolah bersama Karin, Lila, dan Eby seperti biasanya. Waktu menujukan pukul dua sore sekarang.

Seseorang menyalip mereka dengan sepeda motor membuat Karin menepuk pundak Gista.

"Gis..Gis, itu Ibunya Ragan." ujarnya dengan senyum meledek

"Ya terus?"

"Ngasih tau aja takut belum tau."

Lila dan Eby hanya tersenyum melihat tingkah keduanya.

Ting!

Sebuah notif dari handphonenya membuat Gista mengeceknya. Notif dari seseorang yang sudah lama ini tak menghubunginya itu membuat jantungnya mendadak beredebar kencang.

Ragan
Bisa ketemu diatas rumah

Ia menatap pesan itu sejenak lalu mengetik jawabannya dengan lihai.

Gista
Rumah siapa?

Ragan
Kamu.

♧♧

Dan disinilah Gista sekarang duduk di bangku ditempat biasa ia bertemu dengan Ragan. Gadis itu menahan hawa dengan dibalut cardigan yang dikenakannya. Waktu sudah menunjukan pukul empat sore, dan ia masih setia menanti Ragan datang.

Tak lama kemudian suara motor itu berhenti tepat disamping ia duduk. Sang pemilik buru-buru mendatangi Gista, namun tanpa suara yang keluar dari mulutnya. Ia sudah lama tak berbicara dengan Gista, membuat suasana begitu canggung saat ini.

Ia menatap gadis itu, rasanya ia seperti kehilangan Gista. Ragan duduk disampingnya dengan respon Gista yang masih terdiam tanpa menoleh.

"Lama kita gak ngobrol." Gista mendengar Ragan berbicara, namun gadis itu tidak menoleh. Ia kesal benar-benar kesal dengan Ragan.

"Keren ya kamu udah bisa pacaran sama Dean," ujarnya dengan nada yang sarkas.

Kali ini Gista menoleh, emosinya benar-benar meluap saat ini.
"Gampang banget ngomong gitu!"

"Kenapa harus Dean Gis?"

"Masalahnya apa?, aku yang terima!" Gista menjawab dengan nada yang naik satu oktaf.

"Ouh jadi sengaja nerima?"  Ragan menatap Gista tak kalah sengit. "karena apa?, karena punya rasa juga?"lanjutnya membuat Gista diam tak bergeming.

"Gis yang deket sama kamu itu aku!"

"Ragan aku gak pernah suka sama Dean!"

Perdebatan itu membuat Ragan menghela nafas mengatur emosinya. Ia menatap gadis itu sekali lagi.
"Gis aku suka sama kamu."

Pernyataan sepontan itu membuat Gista benar-benar terkejut.

"Dan untuk apa kamu nerima Dean kalau gak atas dasar suka?" Ragan melanjutkan kalimatnya dengan pertanyaan pada Gista.

"Kamu gak akan ngerti Gan. Kamu hilang, kita gak ada komunikasi," Gista mencoba menjawab dengan adanya. "aku ndak tau kenapa aku nerima Radean."

"Dan ini akibatnya Gis," ujar Ragan menatap Gista yang tampak menyesal.

Ragan memberanikan diri memegang telapak tangan Gista, menepuknya dengan lembut.
"Gakpapa kalau kamu sama Dean," ujarnya menenangkan.

♧♧

Radean
Gis,

Gista menatap notif dari Dean, sedari tadi ia tidak membalasnya. Sudah terhitung beberapa pesan ia abaikan. Gadis itu memikiran pertemuannya dengan Ragan tadi sore. Entahlah ia ingin tidur sekarang meskipun jam masih menunjukan pukul delapan malam.

Ting!

Suara notif kembali terdengar, Gista kira itu dari Dean ternyata Ragan yang mengirimkan pesan kepadanya.

Ragan
Jangan terlalu dipikirin. Tidur!

Entah mengapa setiap pesan yang dikirim Ragan akan selalu membuat Gista merasa lebih baik. Namun disisi lain ia benar-benar merasa bersalah dengan Radean, bukankah jahat jika seperti ini?.

♧♧

Pagi ini Gista tengah bersarapan dihari liburnya, sembari membaca novel dan teh hangat yang membuat -nya merasa lebih baik.

"Kalau makan ya makan, kok sama baca."

"Hehe gakpapa Budhe, nanggung partnya lagi asik," jawab Gista dengan cengirannya.

"Gis!" panggil kakak sepupunya itu yang tiba-tiba datang.

"Apa?"

"Ada teman kamu, laki-laki."

Ucapan kakaknya sepupunya itu membuat ia bertanya-tanya.

"Siapa mbak?"

"Ndak taulah, kan gak kenal."

Gista buru-buru keluar rumah untuk melihat siapa yang datang. Temanya laki-laki hanya Ragan dan...Dean?.

"Aku bawain pasta keju, kesukaanmu kan?"

"Dean ngapain kesini?"

"Kamu gak bales pesanku Gis."

Gista menerima pasta keju bagian dari jajanan favoritnya itu.

"Harusnya gak usah repot-repot Gan,"

"Gan?" tanya Dean membuat Gista merutuki kebodohanya, gadis itu memaki dirinya didalam hatinya.

"Engga salah ngomong aku maaf,"

Gista tau wajah Dean sudah kesal sekarang, dengan bodohnya ia salah sebut nama yang notabenya musuh bebuyutan orang didepannya.

"Ayo masuk dulu!, aku lagi sarapan." Gista berusaha mencairkan suasana.

"Gak usah Gis, aku sama temanku soalnya mau ada agenda,"

"Sok sibuk banget," jawab Gista membuat cowok itu tersenyum.

"Dean, maaf ya!"

"Kenapa selalu maaf, emang ada salah?" Gista merespon dengan senyum kecut. Rasa bersalahnya benar-benar terasa sekarang. Bahkan chat-chatnya belum ia balas, cowok didepanya ini masih baik padanya.







People Come and GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang