"Kenapa pesan aku gak dibales Gis?" Gista yang sedang berjalan menuju kelasnya itu dibuat terkejut dengan kedatangan Dean.
"Maaf, aku lagi pengen sendiri aja." Gista memilih melanjutkan jalannya, ia benar benar tidak siap ditanya-tanya sekarang.
"Gis!" kali ini Dean kembali menghalangi, menatap Gadis itu yang tidak balik menatapnya. "karena Ragan?" lanjutnya membuat Gista benar-benar merasa bersalah sekarang.
"Dean, aku gak bisa jawab sekarang!" Gista memberanikan diri menjawab Dean sekarang.
Tanpa mereka sadari Ragan menatap dua meter dibelakang mereka sekarang. Ia lalu nekat menghampiri keduanya yang tengah berdebat itu.
"Gak denger ya Gista bilang apa?" Ragan berkata dengan lembut namun dengan nada sinisnya. Cowok itu memegang pundak Dean membuat tatapan Radean begitu sinis
Gista mengambil kesempatan itu untuk pergi dari mereka, biarlah dia dikatakan egois. Ia janji akan mengatakan yang sebenarnya pada Dean, tapi tidak untuk sekarang.
"Gista!" panggil Dean, ia berniat ingin mengejar ceweknya itu, namun ada Ragan yang menghalanginya.
"Gan, tau kan Gista punya siapa?" ujar Dean sinis lalu memilih pergi dari hadapan Ragan saat itu juga.
♧♧
Gista tengah bersama Eby sekarang, mereka tengah menikmati makan siang diistirahat kedua mereka. Kantin lumayan ramai sekarang.
"Eby!" panggil Gista membuat orang yang sedang sibuk makan itu menoleh.
"Apa?"
"Aku gak tega untuk ngomong semuanya ke Dean."
"Harus ngomong Gis, secepatnya!"
"Tapi kan kasian Deannya,"
"Ya makanya kasian mendingan bilang secepatnya, lagian kalau suka sama Ragan kenapa terima cowok lain sih,"
"Iya-iya galak banget to."
"Laper soalnya,"
Gista menghela nafas kesal, namun sedetik kemudian ia dikejutkan dengan Radean yang lewat dimeja depannya.
Apa Dean denger semuanya?, Gista membatin dengan was-was.
Namun gadis itu segera menyingkirkan pikiran buruknya, Gista sudah merencanakan untuk pergi bersama Dean dan membicarakan semuanya pada cowok itu.
♧♧
Seminggu setelahnya barulah sekarang Gista bisa betatap muka dengan Dean secara empat mata. Ditempat biasa dia bertemu dengan Ragan.
"Gis, mau makan apa?"
"Ndak usah yan makasih."
"Ada yang mau kamu omongin ya?"
Gista menoleh menatap Dean yang seolah sudah tau semuanya. Membuat gadis itu menatapnya berbeda, tatapan bersalah.
"Ya, aku udah mau ngomong dari kemarin, maaf ya."
"Mau ngomong apa?" tanya Dean tampak berusaha tenang.
"Dean, aku tau kamu orang yang baik. Pantes untuk dapat yang lebih dari aku," Gista menggantung ucapannya. "Dean aku gak pernah bisa bohong kalau hati aku bukan untuk kamu, dan--"
"Oke cukup, aku tau ta." Dean memotong penjelasan Gista membuat gadis itu melihatnya. "aku tau, Ragan kan?" lanjutnya menatap Gista dengan nada berat. Dean tidak bisa berbohong kalau ini menyakitkan.
"Dean aku gak bermaksud untuk jahat, sama sekali gak ada niat."
"Iya, aku denger obrolan kamu di kantin sama Eby, aku tau ta, aku tinggal nunggu kamu pergi dan kita selesai."
Gista hanya terdiam merasa bersalah.
"Aku orang baru yang tiba-tiba dateng disaat kamu deket sama Ragan kan. Aku juga salah, penggangu kalian."
"Ndak sama sekali, kamu gak salah Yan!" jawab Gista apa adanya.
"Aku ngerti, semoga bahagia ya!" Dean beranjak dari duduknya, ia berpamitan pada Gista dengan senyum palsunya
Dan tinggallah Gista disini sendirian, selalu bertanya apakah yang baru saja ia lakukan benar?. Pernahkah kalian melepaskan seseorang yang begitu tulus ingin bertahan?, rasa bersalahnya membuat hati begitu sakit. Ia seperti menjadi orang jahat sekarang.
♧♧
D
an tiga hari setelahnya pun ia masih masih merasa bersalah.
"Rasanya lega Gan, tapi rasa bersalahnya gak bisa hilang."
"Gak ada yang salah Gis, yang namanya jatuh cinta gak bisa diatur,"
Ragan menatap mata Gista, tersenyum tipis.
"Udah gak usah sedih." Ragan mengelus kepala Gista lembut.
Gista tersenyum kecut.
"Gan!"
"Kenapa?"
"Hati gak bisa dipaksa kan untuk sama siapa dan suka sama siapa?"
"Iya, emang kenapa?"
"Aku gak bisa sama Dean karena Ragan." ucapan Gista membuat Ragan terkejut.
"Aku kira kita cuma teman dimata kamu,"
"Aku punya rasa yang lebih, rasa yang sama dengan yang kamu rasain."
Ragan tersenyum,
"Iya tau kamu yang bilang dulu kalau kamu nyaman.""Nyaman sama sayang kan beda," jawab Gista tak terima.
"Iya aku kok yang lebih dulu suka."
"Dari kapan?"
"Dari pertama kita kenal, waktu kita survei kemah."
"Ouh ya?, kok bisa?"
"Bisa."
"Gis," panggil Ragan lembut
"Iya?"
"Mau gak jadi pacar aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
People Come and Go
Teen FictionKau akan selalu abadi dalam bait aksara, sastra dan porsaku. Terkenang dalam setiap paragraf-paragraf indah yang isinya adalah kamu, bersemayam di ruang sendiri dalam hati, abadi dalam goresan pena yang kutulis sendiri. Cerita ini kupersembahkan unt...