2 bulan setelahnya...
"Kapan selesainya Gis?, ini udah jam 3."
Mereka masih bergelut dengan kertas masing-masing, dan Gista yang fokus mengetik hanya ditemani Ragan.
Mereka tengah membuat proposal untuk kemah bulan Agustus."Kalau gak iklas pergi aja sana nyusul yang lain!"
Ragan tersenyum melihat tingkah Gista yang begitu lucu ketika serius, gadis itu pasti gampang sekali tersulut emosi.
"Galak banget sih, ya udah aku pergi dulu!" jawab Ragan santai.
"Heh ndak setia kawan banget sih kamu itu!"
Ragan yang beranjak dari duduknya Kembali duduk lalu menatap Gadis didepannya dengan senyum.
"Setia kawan apa setia pacar?"
Gista dibuat salah tingkah dengan ucapan Ragan, seperti ada kupu-kupu berterbangan diperutnya. Mereka telah resmi berpacaraan dua bulan lalu setelah Gista menerima Ragan.
"Apaan sih Gan!"
"Gak kenapa-kenapa, godain kamu seru aja."
Ting!
Sebuah notif dari ponsel Gista membuat sang pemilik melihatnya. Namun baru saja Gista hendak membuka isi chatnya, ponselnya diambil alih oleh Ragan, cowok itu tersenyum kemenangan yang membuat Gista berdecak kesal. Ragan membuka isi pesan dari paman Gista yang dari Malang, ia membacanya secara serius, perlahan senyumnya itu memudar sehingga membuat gadis didepannya bertanya-tanya.
"Dari siapa Gan?" tanya Gista tampak penasaran. Gadis itu hendak mengambil alih ponsel dari genggaman Ragan namnun dengan sigap cowok itu menjauhkannya dari Gista.
"Gan kenapa sih?, dari siapa?"
"Gak penting Gis, kita nyusul yang lain aja yuk!, ini lanjut besok lagi!" Ragan menjawab dengan mengalihkan pembicaraan, yang semakin membuat Gista bertanya-tanya.
"Kenapa sih Gan?, aneh banget deh!" jawab Gista sembari berusaha merebut ponselnya.
Setelah berusaha akhirnya Ragan menyerah, ia memilih mengalah lalu menyerahkan ponselnya pada Gista. Gadis itu membacanya dengan serius, sedetik kemudian ia terdiam tak sadar jika matanya mulai berkaca-kaca.
Ragan menyandarkan kepala Gista dipundaknya, mengelus kepala gadis itu dengan lembut.
"Aku tau ini sulit Gis, gakpapa ya!" Ragan menenangkan Gista yang mulai menangis.
Pesan itu mengabarkan bahwa Ayah Gista sudah resmi menikah lagi, tanpa pernah bilang dengannya. Gista ingin bersikap biasa saja toh ia tidak pernah bertemu ayahnya. Tapi hatinya sangat sakit benar-benar sakit. Ia masih belum lupa dengan Ibunya yang tiba-tiba menikah lagi lalu membawa pria asing kerumah mereka. Lalu sekarang Ayahnya.
"Nih minum dulu tehnya!, masih anget." Ragan menyondorkan segelas teh hangat kepada Gista yang sudah mulai tenang. Mereka berada di Kantin lantai atas sekarang.
Tak lama kemudian Gadis yang tidak familiar bagi Ragan datang, Lila. Gadis itu menatap Ragan sejenak yang juga menatapnya, namun buru-buru ia memutuskan kontak matanya. Ia disini hanya ingin menyusul Gista.
"Gis,kamu gakpapa kan?" tanya Lila tampak hawatir.
"Karin mana?" tanya Gista justru balik bertanya.
"Karin nunggu dibawah, kamu mau pulang sama Ragan atau kita?"
"Aku yang anter!" kali ini justu Ragan yang menjawab.
"Ndak usah Gan, aku pulang sama mereka. Kasian dari tadi udah nungguin."
"Tapi--,"
Belum sempat Ragan melanjutkan kalimatnya gista sudah lebih dulu memotongnya.
"Please!" ujarnya penuh harap.
Ragan menghela nafas pasrah.
"Iya diminum tehnya ya!" jawabnya dengan senyum terpaksa. Sedetik kemudian ia meninggalkan mereka berdua.
Terjadi keheningan sejenak antara keduanya, hingga Lila membuka obrolan Kembali.
"Gis kamu beneran pacaran sama Ragan?" ujar Lila membuat Gista terkejut.
"Iya, emangnya kenapa La?"
"Syukurlah kalau gitu, Gis kamu tau aku sempat sama Ragan dan aku jahat sama dia Gis."
Gista masih menyimak mendengarkan.
"Aku bersyukur kalau dia dapetin kamu setelah aku, karena aku tau kamu gadis yang baik." Lila menatap Gista dengan sedikit ragu. "kalau boleh aku minta satu permintaan sekali ini aja Gis!" lanjutnya membuat Gista menjawabnya.
"Permintaan apa?"
"Permintaan maafku untuk Ragan."
KAMU SEDANG MEMBACA
People Come and Go
Teen FictionKau akan selalu abadi dalam bait aksara, sastra dan porsaku. Terkenang dalam setiap paragraf-paragraf indah yang isinya adalah kamu, bersemayam di ruang sendiri dalam hati, abadi dalam goresan pena yang kutulis sendiri. Cerita ini kupersembahkan unt...