Chapter 16 : Insident

121 12 23
                                    

HENING.

Hanya ada suara dentingan antara sendok dan mangkok berisi bubur ditangan Regan. UKS sudah sepi, menyisakan Regan dan Kia yang hanya diam, sama-sama larut dalam perasaannya sendiri. Untuk memecah hening laki-laki itu memulai berbicara, tangannya masih sibuk menyuapi bubur kearah gadis itu dengan pelan-pelan.

"Kalau berangkat sekolah, perut lo jangan sampai kosong, Ki. Minimal lo harus sarapan dulu." Laki-laki itu berucap dengan nada tenang, dia menatap gadis dihadapannya dengan tatapan yang tak dapat Kia deskripsikan. Tapi yang Kia tangkap dalam tatapan itu menyimpan banyak kekhawatiran.

Kia memilih mengalihkan pandang.

"Beberapa suap lagi, habisin ya." Lanjut laki-laki itu, tapi anehnya tak ada penolakan saat Regan menyuapi Kia, tak ada bantahan atau caci maki seperti biasanya, hanya ada hening berkepanjangan.

"Lo ini lagi hamil, harusnya lo jaga pola makan, jangan banyak pikiran apalagi banyak kegiatan kesana-kesini."

Dalam netra coklat seorang berandal ini, Kia bisa melihat banyak sekali ketakutan dan kekuatan didalamnya. Takut sama-sama terluka. Takut sama-sama berada dalam perasaan yang salah, tapi sorot mata coklat itu mengirimkan banyak sekali kekuatan agar Kia tetap bertahan.

"Paham kan apa yang gue bilang?"

Kia masih mendengarkan Regan yang terus menasihati dirinya. Ada satu fakta lagi yang Kia tahu tentang laki-laki itu. Regan akan terus berbicara, menasihati ketika dia mengkhawatirkan kondisi seseorang. Berbeda dengan Samudra yang jika mengkhawatirkan Kia, laki-laki itu hanya diam, tidak menunjukan secara terang-terangan karena Samudra bukan laki-laki yang pandai menunjukan perasaannya.

Bubur di mangkuk itu sudah habis, Regan menyimpannya. Mengulurkan air putih dan obat yang tersimpan di nakas.

"Lo kedinginan ya?" Pertanyaan itu muncul tanpa aba-aba, saat melihat gadis itu mengigil, wajahnya masih terlihat pucat.

Regan melepaskan jaket hitam yang sudah dari tadi terpasang ditubuhnya, memberikan pada Kia yang hanya menatapnya kebingungan. "Pake jaket gue, kita pulang sekarang bisa izin sama wali kelas."

Melihat tak ada pergerakan dari Kia, Regan berdiri dari posisinya- lebih dekat kearah gadis itu, aroma vanila menusuk hidungnya, Aroma yang bagi Regan keterlaluan candu.

Laki-laki itu memasangkan jaket miliknya dibahu Kia tanpa kata. Tangannya bergerak untuk memperbaiki rambut gadis itu yang berantakan. Tak ada kata, tak ada lagi yang bersuara, menyisakan hening yang berkepanjangan dalam beberapa detik, pandangan keduanya beradu dalam jarak yang keterlaluan dekat.

Rasanya konyol..

Berandal yang pura-pura kuat itu ternyata berhati tulus. Berandal yang Kia kira berhati kasar itu bisa menjadi cerewet saat menasihati darinya, -

"Minum obatnya sekarang, udah itu gue anterin lo pulang."

-Berandal yang memakai topeng itu ternyata sudah lama jatuh hati padanya, tanpa Kia sadari, tanpa Kia ketahui diantara halaman-halaman yang tak pernah tersampaikan.

"Makasih, Re."

Untuk pertama kalinya sudut bibir Kia naik, tanpa Regan sadari ada sesuatu yang perlahan membuat Kia mengerti setelah dihantam arti kehilangan, entah kenapa diam-diam Kia perlu mengakui betapa ia ingin melindungi berandal so kuat ini dari hal-hal yang membuatnya patah.

Sudut bibir Kia sedikit naik, tanpa mengalihkan pandang. "Makasih buat semuanya, Maaf kalau gue keterlaluan."

Betapa Kia ingin melindungi berandal yang memakai topeng ini dari sesuatu yang membuat dirinya remuk. Setidaknya Kia akan menjadi obat untuk seorang Regan Kanagara.

Regan KanagaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang