Istana dipenuhi orang-orang yang sedang berlalu lalang. Meja panjang yang berada di tengah-tengah ruang makan kini dipenuhi berbagai macam hidangan, membuat Junghwan dan Reyla yang duduk di kursi paling ujung terlihat seperti ingin menelan semua yang ada di hadapan mereka.
"Mukbang kita, Rey."
"Aku kalo diangkat jadi anak sama Ratu Yeji pasti langsung ku terima."
Junghwan mengangguk setuju. "Banyak anak, banyak rejeki."
Asahi yang sendari tadi menguping pembicaraan dua anak muda itu kini angkat bicara. "Kalo anaknya modelan lo berdua sawan pasti si Hyunjin sama Yeji yang ada."
"Kenapa? Kita bisa bantu habisin semua makanan di sini, biar ngga kebuang cuma-cuma."
Asahi menatap Junghwan datar. "Tau ah, males jawab gue."
"Ini aunty," Victoria menghampiri meja makan dengan dua bayi di gendongannya, satu di antaranya ia berikan pada Asahi yang duduk di kursi sebelahnya membuat pria itu mau tidak mau harus mengakhiri aksi melamunnya.
"Anak daddy kalo udah gede mau jadi apa?" Asahi sedikit mendekatkan telinganya pada Rion yang terlihat memasukkan empat jari kecilnya sekaligus ke dalam mulutnya sendiri. "Hah? Rampok? Jangan, koruptor lebih keren."
"Selesai makan, ke halaman belakang, ada yang mau gue tunjukin." semua atensi mengarah pada seorang pemuda asing yang berdiri di salah satu lorong istana.
"Shen."
Yang disebut namanya terlihat mengangguk pelan. "Lima menit."
Suara langkah kaki terdengar menjauh. "Jangan bilang?"
Hyunjin menggeleng, ia tahu betul apa yang Jeongwoo maksud, pemuda itu memang selalu berpikiran negatif akhir-akhir ini. "Gak ada apa-apa."
"Seberapa penting urusan dia sama kalian sampe bersedia buat nunggu kalian makan begini." bisik Victoria yang masih bisa didengar beberapa orang di sekitarnya.
Haruto bergerak gelisah. "Kok gue takut ya,"
Victoria memutar posisi Rainzly yang berada di pangkuannya. "Dia gak bakal bikin lo mati."
Mashiho menatap hamparan langit hitam di atas sana. Seluruh orang yang bersangkutan telah berdiri di area halaman belakang istana. Hyunjin terlihat membicarakan sesuatu dengan pemuda bernama Shen tadi, sengaja menjauh dari tempat mereka.
"Semua kesatria, berdiri melingkar." Shen dan Hyunjin berjalan mendekat, satu trisula terlihat berkilau indah di dalam genggamannya.
"Gue gak tau apa yang bakal dilakuin sama orang itu, tapi perlu lo tau, gue masih gak bisa berhenti mikirin purnama merah." Haruto berbisik pada gadis di depannya, helaan napas terdengar, harus berapa kali Vionny memperingatkan Haruto untuk tidak menganggap serius masalah itu.
"Bukan gue yang keberatan, tapi lo sendiri."
"Taruhannya nyawa, kalo gue nekat, apa bedanya gue sama orang-orang brengsek itu?"
Vionny mendorong kasar punggung pemuda itu. "Jalan. Gak ada waktu buat ngomongin purnama merah di sini."
Shen menancapkan trisula tadi di tengah-tengah lingkaran para kesatria. Pemuda bersurai putih itu mundur beberapa langkah. "Apapun yang terjadi, jangan hilang konsentrasi."
Pancaran sinar putih menyeruak dari trisula, menembus gumpalan awan yang terlihat membentang di atas langit. Getaran tanah terasa jelas, hembusan angin semakin kencang diikuti suara gemuruh petir yang saling menghantam tanah.
Satu per satu patulan cahaya muncul dari setiap petir yang saling menyambar tepat pada masing-masing anggota Larcade. Victoria mengerutkan dahinya, petir dengan arus listrik bertegangan besar seperti saat ini pastinya akan membuat siapa saja yang dilaluinya tewas di tempat. Perempuan itu mengadah, menatap lingkaran cahaya yang muncul dari sebalik awan menuju orang-orang di bawahnya.
"Segel agung duabelas Dewa Olympus, dibuka." bisik Violetta, gadis itu terlihat meringis pelan, benar-benar gila, kilatan terakhir berhasil membuat keduanya terlonjak kaget.
Yoshi dan Jihoon sedikit kehilangan keseimbangannya, tubuh kedua pemuda itu kini bertumpu pada tanah, sengatan arus listrik yang diterima keduanya jauh lebih besar. Keadaan sekitar semakin memanas, beberapa dari mereka sempat melangkah mundur sebelum suara ledakan membuat semua gemuruh yang terdengar hilang seketika.
Sebelas kesatria lainnya seketika menjatuhkan tubuh lemas mereka ke tanah. Mencengkram kuat kepala masing-masing, lagipula, manusia mana yang bisa menerima kekuatan besar dari lonjakan arus listrik yang terdapat pada petir? Masih bisa mengumpulkan kesadarannya saja sudah sebuah keajaiban.
Shen berjalan, menarik kembali trisula yang tertancap sempurna pada tanah tersebut. Bibirnya melengkung ke atas, membentuk senyuman puas setelah apa yang ia lihat baru saja. Melangkah mendekati Hyunjin. "Bawa ke Searvintree Creek."
"Lukanya parah?"
Shen menggeleng. "Bukan soal luka, pembukaan segel ini belum sempurna, butuh berapa kali pengecekan."
Hyunjin mengangguk paham, tungkainya mendekati tigabelas pemuda tadi setelah membiarkan Shen pergi dari hadapannya. Tangannya bergerak, mengeluarkan satu bola cahaya berwarna biru tepat di atas telapaknya. "Searvintree Creek." kilatan cahaya muncul setelah Hyunjin mengepalkan tangannya membuat tigabelas orang itu menghilang seketika.
"Searvintree Creek? Separah apa sampe lo ngirim mereka ke sana?" Vionny, gadis kelahiran Los Angeles itu menatap Hyunjin penuh tanda tanya.
"Lo tau ini segel dewa kan? Duabelas dewa, Vi."
Yang paling tua berjalan menghampiri ketiga adiknya, hanya tersisa mereka berempat di tempat ini. "Dulu siapa yang ngebiarin mereka buat nerima segel itu? Keliru sedikit taruhannya nyawa."
Ucapan Victoria membuat Hyunjin merangkul pundak adiknya itu. "Gak ada yang bisa nolak, gimana-pun anggota kerajaan juga ada yang dari klan demigod."
Victoria memutar kedua bola matanya. "Gak usah bawa-bawa mama sama Asahi."
"Mama sama Asahi itu ibarat sosok penting buat kita, kalo gak ada mereka? Kita gak mungkin ada ikatan antara klan penyihir sama Demigod, kan?"
☆
Derit pepohonan memenuhi pendengaran. Sambil menatap jejeran lampu yang menempel di setiap sudut dinding, Violetta berjalan menyusuri lorong-lorong Searvintree Creek. Tungkainya melangkah melewati beberapa ruang rawat, sedikit mengintip keadaan di dalamnya. Gadis itu menatap kartu-berawarna emas dengan tulisan Apokleistiko Domatio 3-di tangannya.
Shen Zhypr itu benar-benar tidak membiarkan mereka beristirahat sejenak. Violetta mendesah pelan, mendekati ranjang yang Junkyu tempati setelah menutup kembali pintu kayu bercat putih itu, menghempaskan tubuhnya pada satu kursi yang berada di ruangan. Jika bisa, ia juga ingin menjadi salah satu pasien di sana, tulangnya benar-benar terasa remuk saat ini.
Energi yang dibutuhkan untuk kembali bangkit dari kematian tidaklah sedikit. Hades memang berbaik hati dengan mengembalikan kehidupan milik si Hearthfall, namun penguasa alam bawah itu tidak ingin memberikan kesempatan secara cuma-cuma, meskipun hidupnya juga ditarik oleh sesuatu dari luar. Violetta harus mengumpulkan banyak bola kristal kehidupan dari para iblis yang berkeliaran di sekitar daerah kekuasaan iblis. Dua tahun lamanya, ia berhasil membunuh kurang lebih tiga ribu iblis dengan kekuatan berbeda, bermodalkan pedang pemberian Athena yang sampat ia simpan beberapa tahun silam, dan tubuh dari tiga kesatria yang juga ikut dalam pertempuran beberapa waktu lalu.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
RETALIATION BY CLONING
FantasyKejadian yang masih membekas, merenggut nyawa sekaligus dua pemimpin, peperangan tak terhindarkan karena kesalahan fatal yang tak termaafkan.