20. Starkies

3.9K 310 5
                                    

✨ Happy Reading ✨

Adrea berbaring dengan nyaman di sofa ruangan Adrian. Sudah lima belas menit berlalu, Ia sedikit bosan.

Adrea memandang wajah Adrian yang sedang serius bekerja. Ia jadi teringat ketika Adrian sedang sibuk-sibuknya dengan organisasi OSIS dan tidak bisa mengikutinya keluar bersama teman, jadi Adrian memaksanya untuk menemaninya mengerjakan sesuatu di ruang OSIS dengan alasan tidak mau bertanggung jawab dan tidak mau membantu Adrea menjelaskan pada ayahnya jika ada suatu hal yang tidak diinginkan terjadi.

Wajah Adrian tidak banyak berubah. Masih sama seperti saat di ruang OSIS dulu terlepas dari cap merah berbentuk telapak tangan di pipi kirinya sekarang.

Adrea terkesiap. Lagi-lagi ia teringat masa lalu tubuhnya. Ketika ia mencoba mengingat lagi ia tidak dapat melakukannya. "Apa saat aku tidak sadar saja?"

Adrea bangkit dan melihat ke sekitar. Tatapannya jatuh ke meja yang berada di sampingnya. Ia menepuk jidatnya pelan. Lupa apa tujuan utamanya menemui Adrian. Box berisi masakan mama Adrian juga cookies hasil modifikasi nastar masih belum tersentuh.

"Adrian, makan," Adrea memanggil Adrian untuk makan. Dia duduk bersila di lantai dan membongkar box.

Adrian melirik jamnya. Dia sudah makan saat meeting tadi, tapi Adrea sudah payah membawakan makanan makan siang, dia rela perut buncit sedikit. Dia duduk dengan patuh di samping Adrea.

Mata Adrea berbinar menatap menu makanan masakan mama Adrian. Ayam goreng, lalapan segar, serta sambal.

Kening Adrian mengerut ketika melihat box kecil berisi cookies beraroma jahe. Mamanya tidak pernah mengirim cookies untuk makan siang. Paling buah, paling mentok ya biskuit biasa.

"Rea, ini dari mama juga?" Tanya Adrian menunjuk box cookies.

Adrea menoleh, menatap box cookies sekilas kemudian menggeleng. "Bukan, itu ikh, kesel banget ingat lagi,"

Adrea tersenyum simpul melihat wajah Adrea yang sedang kesal. Bibirnya mengerucut. Ia menopang dagu menatap Adrea dengan intens. "Kenapa?"

"Kak Adean sama ayah, tuh,"

"Kenapa sama mereka, hmm?"

"Aku buat selai nanas sebelum berangkat ke villa, karena dadakan jadilah selainya aku simpan dulu. Pas aku pulang terus mau lanjut bikin nastar malah hilang. Mereka makan selainya nggak izin atau kasih tau kasih tau aku dulu. Mana adonan nastar udah jadi."

Adrian menahan tawanya ketika melihat ekspresi Adrea yang kesal tapi tetap fokus menata makanan. Lalu ia menunduk menatap cookies di hadapannya, "Jadi ini apa namanya?"

"Nggak tau." Adrea menyodorkan wadah berisi nasi ke hadapan Adrian.

Adrian menatap lamat-lamat nasi itu. Ia menghela nafas kemudian menggeleng. "Kamu udah makan?"

Adrea menggeleng.

"Kamu aja kalau gitu. Aku udah makan tadi di luar sama asisten Fala."

Mata Adrea berbinar. "Serius?"

Adrian mengangguk, "Hmm, tapi ini untukku," ia mengangkat wadah cookies.

Adrea menatap makanan enak dihadapan dan cookies jahe secara bergantian. Merasa sedikit bersalah karena itu tidak sepadan. "Kamu yakin?"

Adrian melihat Adrea yang terlihat ragu. Ia segera membuka wadah cookies dan menyicipinya. Teksturnya lembut dan langsung lumer begitu masuk mulut. "Rasanya tidak buruk," ucapnya.

Rasa manis bercampur pedas khas jahe membuat tenggorokannya terasa hangat, tapi aneh, rasa hangat itu menjalar sampai hatinya.

Kening Adrea mengerut, tidak begitu yakin dengan Adrian. Dia belum mencobanya. "Aku mau coba,"

Adrian menyuapkan cookies-nya pada Adrea.

Begitu cookies itu masuk mulutnya, Adrea mengangkat sebelah alisnya. "Tidak buruk, tapi ini bukan cookies namanya."

"Mmm, starkies mungkin?"

Adrea terkekeh, "Bisa jadi,"

Adrian tersenyum kecil. Ia mengusap kepala Adrea, "Makan," suruhnya. Kemudian ia menggunakan karet yang digunakan oleh sang mama untuk mengikat sambal karena Adrian tidak suka sambal yang tercampur dengan makanan lain. Bisa saja box makanan terguncang terlalu kencang, jadi antisipasi saja.

"Orang kaya tidak modal. Kan bisa beli wadah khusus, ini anaknya juga sama aja." Gerutu Adrea. Ia benci menggunakan karet seperti itu untuk mengikat rambut.

Saat melepas karet dari rambut selalu saja ada rambut yang tercabut. Tidak sakit, sih, tapi Adrea tidak suka itu.

Adrea mulai makan. Sangat nyaman, tidak terganggu oleh rambut panjangnya.

Saat nasinya telah habis, Adrea mendongak. Menatap wajah serius Adrian yang sedang membaca dokumen sambil memakan Starkies.

Ingatannya melempar Adrea kembali ke masa lalu. Ketika ia sedang mengerjakan tugas perpustakaan sekolah. Adrian duduk di sampingnya membaca laporan dari salah satu anggota OSIS. Sangat serius.

Di depan mereka berdua, ada dua orang lainnya. Anggota OSIS, laki-laki dan perempuan. Mereka berdua tampak bercanda satu sama lain. Perempuan itu ... Adrea kenal dia. Gadis yang terlihat sedang bercanda dengan Adrian di pesta malam itu.

Dari nametag-nya, namanya adalah Sonia. mereka saling kenal sejak masuk SMA. Teman Adrian, bukan teman Adrea. Adrea hanya kenal, tidak berteman.

Dari ingatan itu, Adrea terbawa ke ingatan lain ketika ia dan Adrian menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dimana pengantinnya adalah Sonia dan laki-laki yang bercanda bersamanya di perpustakaan versi dewasa.

Dia juga ingat sempat memberikan kado yang sekarang membuat pipinya memerah seperti tomat. Itu adalah ide Adrian, baju 'dinas malam' untuk Sonia. Adrea tidak pernah tau bahwa Adrian mempunyai sisi jahil seperti itu.

"Re?"

Adrea terkesiap. Spontan ia menampar Adrian dan menimbulkan bunyi cukup keras. Ketika dia sadar, wajah Adrian terpampang sangat dekat mukanya. Hanya berjarak kira-kira lima senti.

"Ups, maaf," Adrea merasa sedikit bersalah. Pipi sebelah kiri Adrian berhiaskan sambal dan minyak karena saat makan tadi Adrea makan menggunakan tangan. Ia masih belum selesai makan dan mencuci tangannya.

Adrian masih tertoleh ke samping. Belum bisa bereaksi apa-apa.


*
*
*
*
*


To be continue...😉


Tetap bertahan bersamaku sampai tamat, please🐍

Kritik dan saran dibuka lebar-lebar, hanya saja tolong gunakan bahasa yang sopan. Aku akan sangat menghargainya🤗

Tunangan Pemeran Utama Laki-lakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang