16. Poor you, Adrian

4.7K 348 3
                                    

✨ Happy Reading ✨

Adrian kembali ke villa dengan beberapa memar di tubuhnya. Sedangkan Adrea kembali dengan aquarium kotak dengan beberapa ikan hias serta Aerator dari kakek Adrian yang juga memiliki hobi yang sama, mengoleksi ikan hias.

"Ya ampun, Adrian!?" Mama Adrian menyambut mereka dengan heboh. Terlebih ketika melihat sudut mulut, dan pelipisnya terlihat terluka.

"Alah, begitu aja kok. Cuman tergores sedikit itu," ujar kakek Adrian yang sudah duduk anteng di kursi sebelah mama Adrian. Adrea juga telah duduk di depan mereka berdua.

Sedangkan Paman Yan yang juga ikut datang memasangkan Aerator ke sumber listrik dan juga mencampurkan ikan yang ditangkap Adrea dan Adrian kemarin.

Mama Adrian mengelus dada. Terkejut dengan kehadiran ayah mertuanya yang sangat mengagetkan. Ia menghela nafas, "Apalagi yang di lakukan bocah ini?"

Adrian memandang sekitarnya. Semua orang sedang berkumpul. Tanpa dikomando, mereka semua bubar dari ruangan dan mencari kesibukan lain.

"Bukan begitu, Ma," Adrian mengelak. Tidak tau harus bagaimana menjelaskannya. Ia mengeluh dalam hati.

"Bukan begitu apa!? Meski kalian telah bertunangan, tapi kau tidak berhak melakukan itu pada Adrea. Ayahnya saja tidak pernah memukulnya!"

"Kau apakan Adikku?!" Adean yang baru masuk ke villa di sambut dengan pemandangan yang mencengangkan.

Adrian menggeleng, dia tidak melakukan apa-apa terhadap Adrea.

Adean menatap wajah adik kembarnya. Pandangannya terlihat kosong, dan itu membuat Adean semakin naik pitam. Tanpa basa-basi Ia langsung meninju rahang Adrian.

"Akh...!"

Bukan Adrian yang mangaduh kesakitan, tapi Adrea yang terkejut. Adrian jatuh tersungkur di bawah kakinya.

Adrian mendongak menatap Adrea. Tatapannya memelas seolah meminta tolong. Membuat hati Adrea mencelos. Tadi dia sangat menikmati ini, tapi sekarang hatinya terasa sakit melihat kondisi Adrian. Ia juga tidak mengira masalahnya akan menjadi seserius ini. Makanya dia tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Dia sangat shock. Tidak pernah terlintas di pikirannya jika Adrian akan dianaktirikan karenanya.

Tongkat kakek Adrian kembali melayang dan mengenai kepala Adrian. Spontan Adrea memegang kepala Adrian. Mengelusnya di bagian dimana pukulan tongkat mengenainya.

"Kenapa tidak bicara apa-apa?" Tanya Adrian.

"Ini menyenangkan," jawab Adrea.

Ayunan tongkat kakek Adrian yang akan menghantam bahu Adrian terhenti.

Adrian tercengang. "Menyenangkan katanya!?"

Sebenarnya Adrian tidak merasa sakit sama sekali. Hanya saja, cukup memalukan saat Adrea melihatnya di pukuli oleh kakeknya tanpa bisa melawan. Adrian hanya takut menyinggung kakeknya dan membuat masalah lebih jauh lagi.

"Coba kau yang di pukul, apakah rasanya enak?" Adrian merasa gondok.

Dan bugh, hantaman tongkat kayu yang tadi terhenti dilanjutkan.

"Kakek, sudah cukup!" Adrian benar-benar kesal sekarang.

"Apa? Mau apa kau?" Kakek Adrian memandang sengit cucunya.

Adrian mendongak ke arah Adrea tidak tau harus menjelaskannya bagaimana. Ia masih belum bangkit, masih setia memeluk kedua kaki Adrea. "Apa bahumu sesakit itu? Sini ku pijatkan saja,"

"Pijat katamu!? Setidaknya harus di kompres air es," sergah kakek Adrian.

Adrea dan Adrian menggeleng keras. Adrea benci rasa dingin menusuk tulang. Sedangkan Adrian tidak mau kerepotan merawat Adrea semalaman dan berakhir dengan hal sama seperti saat ini.

"Jangan. Yang butuh kompres es adalah aku. Adrea baru sembuh dari demam, kalau demam lagi bagaimana?" Ujar Adrian.

Adrea memandang sinis Adrian. "Kau tidak ikhlas merawatku?" Tangan Adrea yang tadi mengelus rambutnya kini berganti menjambak dengan cukup kasar.

Adrian meringis menahan sakit. "Siapa yang ikhlas jika bayaran rasa sakit seperti ini?" Ingin rasanya ia menjawab seperti itu, tapi ia hanya mampu menggeleng.

Adean tiba-tiba tertawa cekikikan. Melihat wajah Adrian. Beru pertama kali ia melihatnya. Ia juga baru mengerti apa yang sedang terjadi antara Adrea dan Adrian ketika melihat wajah Adrian.

Mama, papa, kakek Adrian, Asisten Fala terheran-heran melihat Adean yang tertawa, "Apa yang lucu?" Mereka bertanya dengan mimik wajah mereka.

Adean menunjuk Adrian dengan dagunya. Mereka memperhatikan Adrian dengan seksama, tapi masih belum mengerti juga.

Adrian dan Adrea tidak memperhatikan yang lain. Mereka sibuk berdialog.

"Tidak, bukan begitu, nanti kalau bahumu sakit lagi bagaimana?"

"Ya jangan tidur menyender padaku."

"Bagaimana kalau kau demam lagi nanti malam? Tentu aku akan tertidur besok saat perjalanan pulang." Adrian menggoyang-goyangkan kedua lutut Adrea. Ternyata Adrian tertidur di bahu Adrea karena kurang tidur semalaman. Kantung matanya terlihat jelas.

"Simple, jangan duduk di sampingku," jawab Adrea meraih cookies jahe di atas meja.

"Terus kamu akan duduk bersama siapa?"

"Adelia," Adrea menggigil cookies-nya.

"Tapi 'kan gara-gara dia kamu demam," Adrian merasa tidak terima. Secara tidak langsung adelia jugalah yang menyebabkan dia dipukuli saat ini.

"Kan kamu yang buat bahu aku sakit,"

"Ya makanya itu, dia buat kamu demam, terus aku tidak tidur. Makanya bahu kamu sakit,"

Adrea terdiam sebentar, "Terus yang salah Adelia?"

Adrian mengangguk antusias. Sebenarnya Adrea kesal karena Adrian selalu berkelit ketika ditanya tentang Thania dan karena dia tidak menjawab pertanyaannya tentang apa yang dimaksud Adelia semalam. Ia bisa saja menyingkirkan Adrian dari bahunya, tapi dia tidak melakukan itu karena tidak tega.

Jadi yang patut disalahkan adalah Adelia. Adelia jugalah yang membuatnya over thinking.

"Benar, dia yang menarikku  ke sungai dingin itu kemarin," gumam Adrea.

"Iya, begitu," gumam Adrian menyenderkan kepalanya ke paha Adrea dia telah jatuh tertidur dengan posisi duduk di lantai.

Mereka semua yang mendengar itu duduk bagai patung. Menyaksikan drama sepanjang kekasih di hadapan mereka. Sudah seperti drama-drama Korea.

Adrea mengelus kepala Adrian dengan lembut. Kemudian dia tersadar akan kehadiran papa, mama, kakek Adrian. Adean, Asisten Fala, paman Yan, juga ayah Adrea yang telah tiba lima menit setelah Adean tiba. Ia berdiri membatu di pintu.

"Seseorang, tolong kutuk aku jadi ikan!"

*
*
*
*
*

To be continue 😉
See Next Week 🤗

Oh iya, makasih udah bantu koreksi kemarin 🙏🏻

Lop you sekebon buat yang baca❤️

Tunangan Pemeran Utama Laki-lakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang