18. Resepsionis Baru

3.8K 318 9
                                    

✨ Happy Reading ✨

"Kamu udah selesai mandi?" Tanya Adrea basa-basi merilekskan nafasnya yang tercekat.

Adrian membalas dengan deheman sembari melanjutkan langkahnya menuju Adrea.

Adrian mengukung Adrea yang telah tidur terlentang. Kedua tangan berada di sisi kanan dan kiri kepala Adrea. Sedangkan Adrea diam saja, otaknya blank.

"Rea," Adrian memanggil Adrea dan membuatnya tersadar.

"Iya, kenapa?" Tanya Adrea. Kedua tangannya menahan dada Adrian yang semakin mepet ke arahnya.

"Kenapa kamu menghindariku selama pesta?" Tanya Adrian dengan tatapan sendunya.

Jantung Adrea berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Untung saja dia tidak punya riwayat darah tinggi atau penyakit jantung. Tatapan Adrian yang tidak biasa ini membuatnya tidak nyaman.

"Tidak, perasaanmu aja. Sana pakai bajumu!" Seru Adrea mendorong Adrian sekuat tenaga. Ia bahkan menendangnya dengan keras.

Adrea melongo. "Kenapa bisa?" Adrian biasanya sangat kuat. Namun, Setelahnya dia mengelus dada. Beruntung handuk yang melilit tubuh Adrian tidak lepas.

Adrian dengan patuh melangkah menuju walk in closet mengenakan pakaian rumahan, rambutnya telah dikeringkan dengan asal-asalan dan super berantakan.

Adrian melangkah menuju Adrea kembali. Dia melihat Adrea tidur membelakanginya. Ia segera berbaring dan memeluknya dari belakang.

Merasa ada orang yang memeluknya dari belakang, Adrea berbalik. Melihat Adrian yang matanya telah memerah.

"Kenapa kau menghindariku?" Adrian mengulang pertanyaannya.

"Perasaanmu aja," Adrea juga memberikan jawaban yang sama.

"Tidak, kamu bohong," ucapnya menenggelamkan wajahnya di leher Adrea. Dia terisak pelan.

Adrea merasa pundak dingin. Dia heran kenapa dengan Adrian?

"Memang kapan aku menghindar darimu?"

Adrian mengangkat kepalanya. Wajahnya terlihat berantakan, tapi terlihat sangat tampan dimana Adrea. "Apa aku harus memeriksakan mataku?"

"Tadi, saat pesta di mulai kau menghindar dan sepanjang pesta berlangsung kau mengabaikanku," ucapnya kemudian kembali ke posisi semula di leher Adrea.

Nafasnya yang hangat membuat Adrea sedikit kegelian. Rasanya ingin sekali menjambak lagi rambut Adrian. Karena ia mencium aroma bir yang menyengat dari mulut Adrian. Tadi saat keluar kamar mandi itu tidak terlalu pekat, di pesta memang Adrian minum sedikit, kemungkinan dia minum lagi di walk in closet.

Adrea merasa sangat kesal. "Bajingan, sebegitu pecundangnya kau hingga hanya mampu saat mabuk? Sialan!"

Adrea menendang Adrian tanpa perasaan bersalah sama sekali. Ia semakin kesal saat Adrian yang tadi menangis kini tersenyum konyol dan bergulingan di lantai.

Sebuah ide brilian terlintas di kepalanya. Ia meladeni  aksi Adrian. Senyum jahil tersungging di bibirnya.

"Mampus!"

*****

Adrea celingukan kesana-kemari memandangi setiap sudut kulkas yang kedua pintunya dibuka lebar-lebar. Mencari keberadaan selai nanas buatannya lima hari lalu. Sebelum berangkat ke villa keluarga Adrian.

Seingatnya ia menaruhnya dalam plastik kedap udara dan di tempatkan lagi dalam wadah plastik putih transparan yang ditutup agar tahan lama, tapi hingga lima belas menit mencari ia tak kunjung menemukannya.

Adrea menggerutu kesal. Karena ia ingin membuat nastar. Adonannya sudah selesai, tinggal di membungkuskan isiannya.

"Kau sedang apa?" Tanya Adean mengagetkan Adrea.

"Oh kak, kau lihat selai nanas dalam wadah plastik putih yang di sini?" Adrea menunjuk ke salah satu sudut kulkas tempat ia menyimpan selai.

"Itu …" Adean tersenyum kaku.

Adrea menatap tajam pada Adean.

"Haha, tanyakan pada ayah. Aku tidak tau," ucapnya kemudian segera kabur dari hadapan Adrea.

"Apa saja yang di lakukan para lelaki ini ketika aku tidak ada di rumah?!" Adrea menggeram marah.

"Buat apa kau?" Tanya ayah Adrea mengagetkan Adrea.

Adrea memejamkan matanya sembari mengelus dada dan mengumpat dalam hati. Mereka suka sekali mengejutkannya.

Adrea berbalik menghadap sang ayah dan memasang senyum lebar-lebar, "Ayah, ayah lihat selai nanas yang disini nggak?" Tanya Adrea melembutkan suara dan menunjuk arah selai terakhir kali.

Ayahnya memasang senyum kikuk, "Ayah tidak tau, coba tanya…"

Adrea dengan cepat memotong kalimat ayahnya, "kata kak Adean tanya ke Ayah," ucapnya masih dengan suara lembut tapi dengan wajah sinis.

"Itu buatan kamu? Hahaha …" Ayah Adrea tertawa keras. Kemudian terdiam sebentar, " Ayah dan Adean menggunakannya sebagai selai roti saat sarapan. Ternyata enak, jadi sekalian untuk bekal makan siang di kantor," bisiknya kemudian kabur.

"Selai nanas ku yang malang,"

*****

Adrea menghela nafas lelah. Ia mendongak menatap gedung di hadapannya.

Tadi, saat Adrea sibuk memutar otak agar adonan nastar tidak terbuang sia-sia karena ia kepalang malas membuat ulang selai nanas Mama Adrian meneleponnya.

Mama Adrian memintanya untuk mengantarkan makanan untuk Adrian ke kantornya. Adrea sebenarnya malas bertemu Adrian. Baru juga berpisah sehari sebelumnya, harus bertemu lagi.

Tapi Adrea tidak sampai hati menolak. Mama Adrian beralasan jika Adrian akan lupa makan walaupun sudah diperingatkan melalui telepon. Kenapa tidak mengirimkan makanan melalui supir dan memintanya makan melalui Asisten Fala? Tidak mempan katanya.

Adrea mulai melangkah masuk. Ia sudah hafal dimana dan bagaimana cara keruangan Adrian. Dia dulu juga biasa datang sendiri dan setiap datang tidak perlu melapor kepada resepsionis.

Kali ini juga sama, tapi seseorang memanggilnya dan membuat langkahnya terhenti.

"Mbak!"

Adrea menoleh, "Iya, ada apa ya?"

Adrea belum pernah melihat dia sebelumnya di kantor ini. "Apa ini resepsionis baru? Apa akan ada scene menghina tamu penting sang pimpinan? Ini akan seru!" Senyum seringai tersungging di bibir Adrea.


*
*
*
*
*


To be continue:)

Makasih semuanya sudah terus mendukung aku.
Jujur, aku pusing. Udah beberapa hari nggak nulis, rada lupa alur🤣. Jadi maaf yah kalau kurang berasa feel-nya.

Dulu aku penghitung waktu, kayaknya sekarang penghitung kata, deh🥴🤣
Ini pendek banget, cuman 800 word

Tunangan Pemeran Utama Laki-lakiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang