Perang adalah kata dan situasi yang tidak pernah Seungcheol bayangkan. Tetapi, keadaan seperti itu memang tidak bisa dihindari bagi sebuah negara. Perebutan kekuasaan tidak hanya terjadi di dalam negeri saja dan peperangan adalah jalan yang sudah ditempuh para nenek moyang untuk menunjukkan dan pengambil alihan kekuasaan. Sungguh, Seungcheol tidak pernah membayangkannya.
Pertanyaan Lee Junho kembali membuatnya berfikir. Bagaimana jika memang, utara sengaja meluncurkan kapal selamnya untuk memulai peperangan? Apakah ia harus membalasnya?
"Tidak ada pergerakan yang tampak dalam di kamp mereka, termasuk semua peluncur rudal yang mereka miliki. Apakah dengan adanya kapal selam yang bergerak kearah laut kita artinya mereka tengah menyiapkan perang?" tanya Seungcheol sebagai balasan kepada Lee Junho, sedangkan yang diberi jawaban terdiam, ada suara yang terdengar membalas ucapannya.
"Kekaisaran kita dilindungi, karena bersekutu dengan Amerika Serikat. Jika kita tidak menunjukkan tekad atau niat untuk melawannya, kita bisa saja menghadapi masalah yang lebih besar," celetuk Jenderal Park.
Celetukan itu seolah memantik sesuatu yang dipendam Seungcheol. Seungcheol sejujurnya tidak ingin mengalah namun juga tidak ingin melawan. Ia ingin perdamaian. Tetapi, jika memang pada akhirnya ia harus berbuat sesuatu untuk melindungi kekaisaran, negara yang dipimpinnya, maka tidak ada pilihan lain. "Maka aku akan menaikan status keamanan nasional," kata Seungcheol dengan tegas membuat Park Chanyeol tanpa diketahui oleh siapapun melukis seringai.
-
"Yang mulia, menaikan status kemanan nasional itu sangat berbahaya! Cukup dengan masyarakat yang mengetahui keadaan kali ini membuat masyarakat akan panik, jika anda menaikan status keamanan menjadi DEFCON 2, semua turis dan investor akan segera keluar dari sini nilai saham dan tukar akan kacau karena ini artinya kita sudah bersiap untuk perang!" protes Jisoo dibelakang Seungcheol saat mereka tengah berada di ruang kerja Seungcheol sembari menunggu kabar yang akan diberikan dari direktur NSC (Wantannas).
Mingyu dalam diamnya juga tidak kalah panik seperti Jisoo, sedangkan Seungcheol mengabaikan Jisoo dengan berkasnya. "Yang mulia!" rengek Jisoo.
Seungcheol mengangkat kepalanya, "Jisoo, mengapa tingkahmu seperti ini?"
"Apakah aku tidak boleh khawatir?" balas Jisoo.
Seungcheol mendengus menahan tawa, "anggap saja ini sebagai peluang untuk melihat siapa yang akan berkhianat sekarang. Kau tahu sendiri, utara lebih membutuhkan beras sama seperti kita yang membutuhkan perdamaian. Kuasi-perang? Aku tidak akan membiarkannya terjadi," jawab Seungcheol tenang namun menekan.
Jisoo terdiam merasa ucapan Seungcheol benar adanya. Tak lama kemudian pintu ruangan kerja Seungcheol diketuk. Ketika terbuka, seorang staf asisten dibawah Jisoo mengantarkan seseorang yang tidak asing, yaitu menteri Lingkungan Hidup Lee Seungyeol datang yang disambut oleh Seungcheol dengan hangat dan kebingungan oleh Jisoo dan Mingyu.
"Yang mulia, saya mendengar anda memanggil saya," kata Seungyeol. Seungcheol beranjak dari kursinya dan mengajak Seungyeol untuk duduk di sofa.
"Aku sempat membaca laporanmu kemarin mengenai pencemaran di laut yang membutuhkan penanggulangan segera, mungkinkah sebuah kapal selam bisa menyebabkan pencemaran di laut?" tanya Seungcheol.
Menteri Lee terdiam sejenak dan menatap orang-orang disekitar Seungcheol sebelun berkata dengan hati-hati. "Apakah ini mengenai kabar kapal selam milik utara?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[C] The Royal Consort - Jeongcheol
Fiksi PenggemarTuntutan Keluarga Kekaisaran mengantarkannya pada sosok yang mencuri perhatiannya sejak pertama kali bertemu. Sayangnya, posisi permaisuri tidak akan bisa terlepas dari persaingan politik yang membahayakan. Choi Seungcheol harus menjaga kekuasaannya...