Prolog

405 11 0
                                    

"Hey, bagaimana kalau nanti kita pergi minum sebentar?"

Yves Hannie, seorang pegawai di departemen keuangan yang kantor pusatnya ada di West Coast, menoleh hingga membuat gelungan rambut cokelatnya ikut bergoyang pelan. Bibirnya tertarik menjadi senyuman simpul, menolak dengan sopan ajakan kesekian kali yang dilontarkan oleh rekan-rekan kerjanya pada hari itu.

"Tidak, kurasa tidak... Ada banyak hal yang harus kulakukan dan ada banyak pekerjaan tertunda yang harus kuselesaikan..."  Hannie berdecak lebih kepada dirinya sendiri seolah ide tentang pesta dan bersenang-senang merupakan sebuah pelanggaran.

Jennifer tampak sedikit kecewa namun memilih untuk menganggukkan kepala kemudian berlalu dari ruangan. Tak lupa sebelumnya dia mengucapkan kalimat "sampai jumpa" dan "sampai bertemu kembali" atau "selamat berakhir pekan". Itu adalah penolakan kesekian kali yang rekan kerjanya berikan, dan kali ini, Jennifer menyerah.

Hannie memutar kursi kerjanya yang dia duduki, merentangkan kedua lengan di atas kepala. Jam dijital yang ada di atas meja kerja menunjukkan saat itu pukul tiga sore. Jam kerjanya akan berakhir dua jam lagi, semua pekerjaannya pada hari itu sudah dia selesaikan, dan dia akan menggunakan waktu senggangnya untuk menikmati secangkir kopi di pantri sebelum dia kembali ke rumah.

Dia tidak membawa mobil hari itu karena mobilnya berada di bengkel. Pendingin mobilnya mengalami masalah.

Beberapa temannya termasuk Jennifer melambaikan tangan mengucapkan kalimat sampai jumpa ketika mereka berpapasan dengannya di lobi depan menuju parkiran mobil.

Pantri di tempat kerjanya memiliki kopi saset terbaik yang pernah Hannie nikmati. Kopi susu yang bahkan tidak bisa dia dapatkan dengan mudah di minimarket dekat rumah. Menyeduh kopi dan menikmati aromanya, bibirnya melengkung membentuk senyuman. Aroma kopi selalu membuatnya merasa tenang dan meredakan stress yang dia rasakan.

Pukul lima tepat, Hannie meraih tas bahu miliknya dari atas meja kerja, menyampirkan tas ke bahunya, melangkah santai menuju stasiun bawah tanah yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari tempatnya bekerja.

Petugas tiket adalah seorang pria berwajah malas yang sedang menopang dagu, hanya mengangkat wajah dan membalas senyuman yang Hannie lemparkan dengan malas-malasan, memberikan satu tiket berbentuk kartu beserta uang kembalian kepadanya. Petugas itu kembali menopang dagu dan memandang antrean kecil di hadapannya sambil menguap lebar-lebar.

"Halo..."  Hannie berjengit sedikit saat dia menempelkan kartu dan palang otomatis di hadapannya terbuka. "Kita bertemu lagi..."  Seorang pria jangkung berambut hitam tersenyum, menganggukkan sedikit kepala dan menyamai langkah kakinya. Kepalanya menoleh, mendapati pria itu tersenyum hingga menampilkan lesung pipi.

"Ah, ya..."  Hannie balas tersenyum simpul. Mereka kini memilih tempat duduk yang ada di sudut stasiun, jauh dari kerumunan penumpang kereta yang lain, menunggu kereta yang akan membawa mereka kembali ke rumah masing-masing. "Bagaimana harimu, Sean?!"

Pria di sebelahnya tertawa pelan. Dia meletakkan tas ransel yang sejak tadi bertengger manis di pundak ke atas lantai stasiun yang dingin. "Tidak terlalu baik. Bagaimana denganmu?"

Hannie sengaja merapihkan blus kerja berwarna biru yang dia kenakan lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan pria di sampingnya. Ada sedikit humor dalam suaranya, membuat pria tersebut juga ikut tertawa. "Amat sangat baik. Kau bilang hariku akan jadi luar biasa baik jika kita bertemu lagi di lain waktu..."

Kemudian mereka berdua tertawa.

Kereta yang akan membawa Hannie kembali ke rumah telah tiba. Wanita itu beranjak dari kursi tunggu stasiun, mengambil tas bahu yang tadi dia letakkan di atas lantai stasiun di sebelah tas Sean dan memutar tubuhnya sedikit. "Sampai bertemu kembali, Covey Sean... atau... yah... paling tidak itu yang akan terjadi kalau aku mengharapkan hari baik lainnya..."  Wanita itu melambaikan tangan, sementara Sean mengikuti gerakannya dan ikut beranjak dari kursi tunggu. Mereka masih terus saling melempar senyuman sebelum pintu kereta menutup dan Hannie menghilang di baliknya.

Yves Hannie tinggal di distrik enam belas di pusat kota West Coast, di hunian kelas menengah ke atas. Dia tinggal seorang diri, menyewa flat minimalis berlantai dua dengan halaman depan cukup luas yang harga sewanya hampir mencapai setengah dari penghasilan bulanannya.

Wanita tua bernama Emma yang tinggal di seberang flatnya tampak melambaikan tangan penuh semangat. Mulutnya yang sudah tidak memiliki satu pun gigi mengeluarkan tawa pelan seperti dengkuran saat Hannie membalas lambaian tangannya.

'Bagaimana harimu' adalah pertanyaan yang selalu dilontarkan oleh Emma setiap kali mereka berjumpa.

Hannie menutup pintu di belakangnya setelah meyakinkan Emma bahwa dia akan sangat senang sekali mencoba kue pai buah yang baru saja dibuat Emma lain waktu nanti, karena yang dia butuhkan saat ini hanya beristirahat.

CRY FOR METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang