26.

53 16 6
                                    

"Lo ngapain kesini?" Kalimat pertama yang berhasil Janu ucapkan setelah keterkejutannya mereda. Vian di depannya, memasang senyuman yang sangat menjengkelkan.

"Gue mau ketemu lo hehehe..."

Janu berani bersumpah ingin sekali rasanya ia memukul Vian hingga berdarah-darah. Pemuda itu muncul dengan kesan pertama yang kurang baik pada bundanya.

"Mau ngapain lo ketemu gue?"

"Gue merasa bersalah."

Janu menatap tajam, mengingat kejadian di sekolah tadi. "Buat apa lo merasa bersalah sama gue?"

"Gue gak bisa nepatin janji..."

Janu mengerut, tidak paham mengenai apa yang Vian coba katakan.

"Gue rasa kita gak punya janji apapun."

Vian menghela nafas. "Kenapa sekarang lo ketus? Sifat lo berubah."

"Ini gue apa adanya. Maaf, kalau lo belum kenal gue lebih jauh."

Vian berjalan mendekat mencoba menatap Janu lebih dekat dalam pencahayaan yang minim.

"Lo seharusnya gak liat gue yang brengsek kayak tadi. Lo seharusnya tetap ngeliat gue dari sisi lain." Vian mencoba menyentuh Janu, namun pria yang lebih muda dengan cepat menghindar. "Sisi yang orang lain gak pernah tahu."

"Gue mau liat lo dari sisi yang orang-orang liat juga."

"Jangan..."

"Kenapa?"

"Lo bakal tahu semuanya."

"Kenapa gue gak boleh tahu apa yang orang-orang tahu tentang lo?" Janu mulai terdengar frustasi. "Lo berusaha sembunyiin sesuatu dari gue? Atau lo mau coba bodoh-bodohin gue?"

Vian terdiam, semua yang Janu tanyakan salah. Tidak ada sama sekali niatan Vian seperti itu.

"Gue gak habis pikir sama lo Vian! Semua rasanya baik-baik saja sejak awal lo mulai ngajak gue bicara, atau mungkin lo memang buat semuanya terlihat demikian?" Janu bersedekap, menahan dirinya yang ingin meledak.

"Gue selama ini memang selalu tutup mata mengenai lo, gak pernah sekalipun gue biarin semua omongan tentang lo mempengaruhi cara pandang gue. Tapi begitu gue yang memandang secara langsung gue-"

"Stop!" Vian merasa pening, akal sehatnya sedang berperang antara kesadaran dan keadaan mabuk yang ia alami. Seharusnya ia berhasil menolak keinginannya untuk datang menemui Janu.

"I don't know what happened with you. But, today I realize that you are a problem."

Vian memandang tidak suka, ia benci mendengar kata-kata itu dari Janu.

Mendapat pandangan yang tidak bersahabat dari Vian, jujur membuat Janu agak takut. Pemuda itu biasanya selalu memberikan pandangan ramah dan akrab. Janu lupa jika Vian salah satu siswa yang paling ditakuti di sekolah.

"Gue udah janji." Ucap Vian tegas. "Gue janji sama diri gue buat lo-"

Perkataan serius itu harus terpaksa terpotong karena Vian kehilangan kesadarannya. Jatuh tepat di hadapan Janu yang tidak sempat untuk terkejut lagi.

"Apalagi sekarang..." Janu menghela nafas pasrah.

" Janu menghela nafas pasrah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
EVER SINCE (Cinta Pertama)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang