Dyas Mulai Muak

834 70 41
                                    

Setelah Dyas menemui Mutinya di kamar, Anjas layaknya sipir yang mengawasi ketat tahanan dan pengunjung, seperti keduanya sedang merancanakan hal jahat yang dapat mencelakai umat peradaban.

Pria itu duduk di satu-satunya kursi di depan meja tulis yang biasanya Dyas gunakan untuk belajar, matanya sesekali melihat ke arah langit-langit kamar. Jangan kan meminta restu seperti yang di katakannya di depan Nyonya Pramesti dan Ralfinna, menyapa muti-nya untuk sekedar bersopan santun pun tidak.

Sekarang Dyas dari tadi hanya diam, benar-benar murka pada hal rumit membingungkan. Sudah habis kata-katanya untuk menerjemahkan apa yang terjadi saat ini, musibah, malapetaka, atau memang kesialan yang harus ia jalani. Berhadapan dengan Anjas membuatnya pusing sendiri. Sampai saat ini Dyas belum mengetahui motif gila pria itu yang menjebaknya dalam ikatan pernikahan yang penuh fitnah kejam, membuat skenario bahwa mereka selama ini menjalin hubungan dan terakhir Dyas di tuduh telah mengandung darah daging keluarga Adskhan. Secepat kedipan mata, hidupnya hancur dan seketika di benci banyak orang.

Anjas juga menyerangnya secara pribadi. Pria itu merendahkan statusnya sebagai pembantu, memanfaatkan kekuasaan dan wajah tampannya untuk merayu Dyas dalam sebuah ciuman, siapa sangka ternyata pria itu hanya untuk menjebaknya.  Yang paling membuat Dyas benci, Anjas bukan hanya manipulatif dan pembohong, pria sangat pandai bersandiwara.

Anjas hanya menawarkan sedikit kebaikan yang sama sekali tidak dapat menutupi kesalahannya yang begitu besar untuk mengantar Halimah ke stasiun kereta api.

Kedatangan mereka tepat saat pengumuman kedatangan kereta yang sudah menunggu di stasiun keberangkatan menuju kota halaman kampung . Dalam kesunyian, dadanya bergetar, Dyas dengan tegar mengurus pembelian tiket untuk kepergian Mutinya. Dengan berat hati, menyeret langkahnya yang seolah terpaksa mengandeng Mutinya berjalan menuju peron. Tidak sekalipun dia menoleh pada Anjas yang seperti orang asing karena berjalan lima meter di belakangnya. Beratnya tas berisi banyak pakain yang ia gendong, belum seimbang dengan beratnya ia melepas perpisahan.

Orang-orang ramai masuk ke dalam gerbong dengan tertib, Dyas menoleh kebelakang. Ia tidak menemukan Anjas, jadi dia memutuskan untuk mengantar Mutinya masuk ke dalam kereta sekaligus membantu membawa tas. Ternyata tempat duduk di sebelah Mutinya kosong, selagi menunggu pengumuman kereta siap berangkat Dyas duduk di sebelah kaca yang terbuka. Melihat pemandangan stasiun dengan sarana dan prasarana yang tertib, rapi bersih dan nyaman. Berbeda dengan beberapa tahun lalu, saat Dyas masih kecil, ia dan Mutinya sering berebut kursi. Penumpang berjejal, tidak tahu mana pengemis, pencopet, pedagang atau benar-benar penumpang.

Setiapa tahun Dyas dan Mutinya selalu pulang kampung dengan menggunakan kereta. Mudik adalah alah hal terindah yang selalu Dyas nantikan sedari kecil, makhlum walau pun tinggal di kota, ia menjalani kegiatan sekolah yang padat dan monoton, kemudian tempat bermainnya hanya sebatas halaman belakang milik keluarga Adskhan dan menghabiskan hari-harinya di kamar sangat sempit. Dyas kecil sering kebosanan, pergi dengan kereta api menjadi refresing yang sangat mahal.

Ini pertama kalinya Dyas tidak suka dengan kereta api, bukan karena dia hanya menunggu dan akan keluar jika kereta api akan berjalan. Ia tidak suka dan tidak bisa merelakan kereta api membawa Mutinya pergi dan meninggalkan dirinya sendirian di kota. Matanya berkaca-kaca, wajahnya di tekuk agar tangisnya tak pecah.

Halimah menelan ludah yang terasa sakit di tenggorokan, ia menatap punggung Dyas yang membelakanginya. Apa yang di pikirkan anak itu hingga sedari tadi melihat ke luar jendela, Halimah tidak tahu. Tapi dia merasa bersalah, karena dari sepagi tadi dia selalu menghindari tatapan mata dengan Dyas, seolah ia menunjukkan kemarahan dengan menghukum anak itu. Kini dia menyesal, ingin dia mengatakan bahwa dia tidak marah sama sekali, Halimah bahkan hendak mengatakan maaf karena ia tidak bisa membuat hidup Dyas lebih baik. Seperti ia gagal menjaga putrinya.

Pernikahan DYASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang