Belum siap

518 23 0
                                    


Setelah mengantar Damar dan Dani ke sekolah, Anjas ikut Dyas ke pasar besar yang terletak di perbatasan desa, keduanya jadi perhatian warga kampung, beberapa orang yang mengenali Dyas menghentikan aktivitas gadis itu. Bertanya mengenai kebenaran kabar Dyas yang sudah menikah, hal ini menguat dengan keberadaan pria menjulang berwajah bagus , kulit bersih jarang tersengat matahari dan berpenampilan kota yang lagaknya kaku membawa kantong belanjaan berjalan mengekori Dyas di tengah pasar. Dyas mengiyakan saja, menghindari pertanyaan lebih lanjut. Begitu pun Anjas yang sudah gerah, kulitnya memerah mengeluarkan keringat.

Di rumah, Dyas sudah bisa menebak apa yang terjadi jika ia dan Anjas berdua saja di tempat sepi atau di sebuah ruangan tertutup. Anjas mandi begitu sampai, keluar dengan rambut basah mengenakan kaos hitam dan celana jins biru. pria itu duduk di di salah satu kursi menghadap meja dapur memperhatikan Dyas yang membelakanginya menghadap meja dapur sedang melakukan sesuatu di sana. Ia tatap lekat punggung gadis itu yang masih mengenakan daster yang dipakainya tadi malam, masih terang ingatan Anjas lekukangan bokong Dyas, hingga matanya terus saja menatap ke sana. Ia menelan ludah. Menghembuskan napas kasar. Mungkin Dyas masih sangat mengangumkan kalau tetap mengenakan pakain sederhana itu, dengan perut besar mengandung anak mereka suatu hari nanti. Kenapa tidak, dapur yang sangat sederhana ini saja tampak menarik di mata karena keberadaan Dyas yang bersinar di sana. Anjas tersenyum membayangkan kapan hari itu tiba.

Membayangkan Dyas berperan sebagai layaknya seorang istri, Anjas mulai tersadar akan semua rencananya semalam untuk tahu semua isi ponsel Dyas. Untung sekarang dia ingat.

" Yas " panggilnya pelan.

Dyas menahan napas, menghembuskannya pelan seperti orang lelah hidup. Ia terkejut, tidak tahu kapan pria itu sudah berada satu ruangan dengannya. Untung ia terkejut dalam ketenangan yang luas biasa bisa di atur.

" Ya " jawab Dyas tanpa mau menoleh. Menghindari tatapan pria itu, ia juga berusaha untuk fokus memasak.

" Pinjam ponsel kamu "

" Buat ? "

" Adalah " Anjas malas menjelaskannya.

" Buat apa dulu nih ? " Dyas menyelidik karena Anjas memang mencurigakan.

Anjas beranjak dari duduknya melangkah mendekati Dyas, bersamaan itu Dyas menegang berdiri tegap. Mendadak ia ingat belum mandi dan masih mengenakan pakain semalam. Hanya mencuci muka, menyikat gigi sebelum pergi ke pasar. Pasti penampilannya jelek sekali pikir Dyas mulai menciut tidak percaya diri.

Anjas berdiri di samping Dyas, mengetahui aktivitas yang sedang di lakukan gadis itu, yang sedang memotong tahu putih membentuk segi tiga untuk di goreng. Ada juga potonga paha ayam, wortel yang sudah di iris tipis dan kentang yang sudah dipotong dadu dalam mangkuk transparan, serta sayur lainnya yang tidak terlalu diketahui Anjas. Tapi ia yakin Dyas sama sekali tidak membidangi aktivitas masak memasak itu.

Anjas akhirnya mau tidak mau harus tahu untuk menuntaskan rasa penasarannya akan apa yang dilakukan Dyas semalam dengan ponsel gadis itu sendiri. Biarlah dianggap berlebihan, itu lebih baik dari pada ia selalu menaruh curiga pada istrinya.

" Aku mau periksa semua sosial media kamu, siapa aja yang kamu hubungi, nomor siapa aja yang kamu simpan " jelas Anjas frontal menatap Dyas lekat penuh percaya diri akan tindakannya.

" Ngga boleh ! itu privasi. aku nggak akan begitu sama ponsel kamu " tolak Dyas tegas. Ia punya alasan tersendiri yang sulit dijelaskan.

" Itu kerana aku nggak aneh-aneh kaya kamu " Anjas memberi tahu betapa polosnya Dyas itu.

" Aneh ! maksud kamu apa ?! " Dyas menancapkan pisaunya di talenan kayu. Menatap Anjas penun tuntutan dengan mata melotot marah, menaikan lengan dasternya ke bahu, berkacak pinggang. Minta dijelaskan apa maksud pria itu.

Pernikahan DYASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang