BAB 13. YELLOW TIGER EYE

8 1 0
                                    

Vi terbangun dengan kaget. Tubuhnya terasa panas dan keringat mengucur deras. Tangannya gemetar seperti habis berolahraga berat. Napasnya tersengal-sengal dan jantungnya berdegup kencang sampai membuatnya sedikit merasa sesak. Vi menelan ludah beberapa kali mencoba menenangkan jantungnya. Matanya kembali terpejam saat rangkaian peristiwa yang baru saja dialaminya melintas di benaknya. Dengan takut-takut, Vi membuka matanya dan mengangkat tangannya. Napasnya berhembus lega saat melihat tangannya bersih dari cairah merah dan panas yang terus muncrat membasahi tangannya tadi. Berarti, itu semua hanyalah mimpi.

Pelan-pelan, saat dirinya merasa aman, Vi mulai menyadari bahwa dia tidaklah berada di kamarnya sendiri. Ini adalah ruangan yang asing, dengan ranjang yang juga asing. Dia juga tidak berada di tempat tidur sendirian. Terlebih lagi, sosok lelaki yang tidur pulas di sampingnya membuat Vi tidak mampu berkata apa-apa.

Hati Vi mencelos. Kenapa dia bersama dengan lelaki itu? Dengan cepat Vi memeriksa kondisi tubuhnya sendiri. Vi menjerit kecil dan langsung menutup mulutnya dengan tangan saat menyadari dirinya hanya mengenakan pakaian dalam. Diliriknya sosok lelaki di sampingnya. Dengan penuh kengerian, Vi menyadari bahwa lelaki itu bertelanjang dada.

Astaga, apa yang sudah dia lakukan? Kenapa dia bisa berada di sini? Apakah dia sudah.....Vi tidak sanggup melanjutkan kata-katanya sendiri karena takut dengan jawabannya. Dengan hati-hati supaya tidak membangunkan lelaki itu, Vi menyingkapkan selimut dan melangkahkan kakinya menjejak lantai. Rasa dingin dari keramik membuat Vi terkesiap. Vi kembali mengamati kondisi sekelilingnya. Sepertinya, mereka berada di hotel. Mata Vi menjelajahi ruangan besar berukuran 40 meter persegi yang dilengkapi dengan sofa dan meja kerja itu. Berbagai pernak pernik bergaya oriental menghiasi dinding juga meja. Terdapat kulkas kecil di rak di bawah televisi juga teko air lengkap dengan gelas, teh, dan kopi di baki yang diletakkan di laci atas kulkas.

Pelan-pelan, Vi berdiri dan melangkah ke kamar mandi. Bulu kuduknya berdiri kedinginan saat bahu telanjangnya tidak lagi tertutup selimut. Tangannya kembali gemetar saat Vi membuka pintu kamar mandi. Bayangan yang menyambutnya di cermin membuat Vi ingin segera lari keluar pintu dan pulang.

Perempuan itu tampak begitu menggoda. Rambutnya acak-acakan tapi malah menambah kesan seksi. Bibirnya ranum memerah bak habis dikulum habis-habisan semalaman. Wajahnya bersemu dan glowing, seperti habis tidur nyenyak dan berkualitas. Vi meraba tanda merah di dekat tulang selangkanya. Satu per satu, kejadian kemarin mulai teringat olehnya.

Vi yang memutuskan untuk tidak menyingkir dalam diam. Vi yang bertekad akan merebut apa yang dia mau. Vi yang tersenyum senang saat Adam menerima ajakannya walau hari sudah sangat malam. Vi yang berdandan super cantik dan seksi. Vi yang mengajak Adam bertemu di klub malam yang ada di lantai bawah hotel ini. Vi yang membuat Adam terpukau saat melihatnya. Vi yang merasa di puncak dunia saat Adam berkata dia tidak ada hubungan dengan Rosa. Vi yang bangga dengan dirinya sendiri saat Adam menyatakan cintanya. Vi yang mengecup Adam. Vi yang menggandeng tangan Adam dan mereka berjalan bersama menuju kamar di lantai atas. Vi yang tertawa bahagia saat Adam dengan ganas mencumbunya. Vi yang kelelahan setelah semuanya usai.

"Dia sudah menjadi milikmu, Cah Ayu," bisikan itu terdengar di telinganya. Vi menatap sosok Nyi Wulung yang berdiri di sampingnya di cermin. "Kamu bisa membuatnya melakukan apapun yang kamu mau."

"Apapun?" tanya Vi pelan.

"Apapun." Nyi Wulung mengiyakan dengan senyum terkembang di bibir merahnya. Senyum sama yang kini terkembang di bibir Vi.

Dengan bersenandung kecil, Vi membuka seluruh pakaiannya dan berjalan menuju bath tub. Memutuskan untuk berendam, Vi terus bersenandung kecil sambil menyalakan air untuk mengisi bath tub. Dituangkannya garam mandi yang terletak di samping bath tub juga bath gel yang langsung membuat air di bath tub penuh busa. Air hangat menyelimuti tubuhnya saat Vi dengan hati-hati merendam tubuhnya. Perlahan, pegal yang dirasakannya menghilang. Wangi lembut, busa melimpah, dan air hangat yang dinikmatinya membuat Vi seperti berada di surga.

Selesai mandi, Vi kembali menatap refleksinya di cermin. Wajah perempuan yang muda, cantik, dan segar menatapnya. Dengan takjub, Vi merasa bahwa perempuan yang balik menatapnya itu sungguh berbeda dengan bayangan yang biasanya dia lihat di cermin setiap hari. Perempuan di cermin itu terasa lebih tangguh, seksi, dan penuh percaya diri. Mata keemasannya berkilat-kilat bak yellow tiger eye. Dia yakin bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan dan tidak ada seorang pun yang bisa menghalanginya.

Vi menyentuh bibirnya sekilas dan mengirimkan ciuman jauh untuk perempuan itu. Ini adalah dirinya yang baru dan Vi suka dirinya yang seperti itu. Vi tidak akan lagi tenggelam di bawah bayang-bayang Hazel atau siapapun. Vi akan bersinar sendiri dan tidak akan ada seorang pun yang bisa menghalanginya.

Dengan langkah lebih mantap dibandingkan saat Vi masuk ke kamar mandi tadi, Vi kembali ke kamar. Adam masih saja tertidur padahal Vi merasa dirinya sudah banyak membuat keributan di kamar mandi. Senyum kecil muncul di bibir Vi saat dia mengingat segala yang mereka lakukan kemarin malam. Wajar saja jika Adam begitu kelelahan.

Vi mengenakan pakaiannya pelan-pelan dan dalam diam, tidak ingin membangunkan Adam. Jam di ponsel Vi masih menunjukkan pukul lima pagi. Ingin segera kembali ke kamarnya sendiri dan berkubang dalam euforia yang menyelimutinya, Vi membuka pintu dan melangkah keluar kamar. Adam nanti bisa check out sendiri, toh kamar sudah dibayar penuh di muka. Mereka bisa bertemu lagi nanti di kampus.

Untunglah Vi membawa mobil sendiri sehingga dirinya tidak kesulitan untuk pulang ke rumah. Tentu saja rumah masih sepi karena Hazel masih tidur pulas. Dia tidak akan pernah menyangka Vi bisa pulang pagi setelah bersama lelaki. Saat masih berpacaran dengan Biru pun, Vi tidak pernah berani menginap di apartemen Biru karena takut dan malu akan pandangan Hazel. Padahal, selama ini Hazel sering tidak pulang dan menginap entah di mana.

Vi kembali menyenandungkan lagu yang sedari tadi berputar di otaknya. Tawa terdengar saat Vi baru sadar bahwa sedari tadi dia bukannya menyenandungkan nada dari lagu yang tengah populer saat ini, dia malah menyenandungkan tembang Jawa yang sering didengarnya. Mungkin seharusnya dia mencari judul tembang jawa ini di Google sehingga dia bisa tahu arti liriknya.

Di kamarnya, Vi langsung berganti baju dengan pakaian tidur yang nyaman. Hari ini dia hanya ada dua kelas di siang hari sehingga dia bisa kembali beristirahat sebelum pergi ke kampus. Vi mengernyitkan kening saat melihat pakaian di lemarinya.

"Aku harus beli baju baru," gumamnya pada diri sendiri sebelum menutup lemari. "Vi yang sekarang tidak akan lagi pakai baju membosankan dan kedodoran."

Sambil menguap lebar, Vi berjalan menuju ranjangnya. Kantuk kembali menghampirinya padahal dia sudah mandi tadi. Memutuskan untuk tidur sebentar, Vi menyingkapkan bedcover yang tertata rapi dan bersiap untuk naik ke atas ranjang.

"Astaga!" jeritan itu muncul begitu saja saat Vi melihat bercak darah yang menodai sprei. 

Kecubung WunguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang