BAB 7. BLACK TOURMALINE

14 3 1
                                    

Kuliah hari pertama ternyata tidaklah seburuk perkiraan Vi. Rasanya seperti anti klimaks, setelah berhari-hari Vi khawatir akan seperti apa nanti begitu masuk kuliah, tapi ternyata tidak ada apapun yang terjadi. Selain masuk ke kelas nyaris telat setelah ngebut menyetir sampai kampus, semua berjalan biasa saja. Sampai jam makan siang, bertemu Biru pun tidak. Hanya ada satu hal yang agak membuat Vi agak kurang nyaman.

"Fay, hanya perasaan gue aja atau memang cowok yang duduk deket tiang itu ngeliatin gue?" tanya Vi gugup saat makan siang bersama Fay di kantin kampus. Hari pertama kuliah membuat kantin cukup penuh, hampir semua meja terisi dan suasana begitu bising dengan suara para mahasiswa dan mahasiswi yang ramai bercengkrama setelah lama tak jumpa selama liburan sekolah. Beruntunglah kelas Fay selesai lebih awal sehingga mereka bisa mendapatkan meja di kantin. Vi dan Fay memang satu jurusan, tetapi hari ini mereka mengambil mata kuliah yang berbeda.

"Jangan langsung lihat gitu, dong!" tegur Vi panik saat Fay tanpa tedeng aling-aling menoleh ke belakang untuk melihat lelaki yang ditanyakan Vi tadi.

"Kalau gue nggak lihat tiba-tiba, gimana caranya gue tahu kalau dia ngeliatin lo apa enggak?" sergah Fay sembari melayangkan pandangan kilat. Alisnya langsung terangkat tinggi hingga hilang di balik poninya saat netranya tepat bersirobok dengan netra lelaki yang dimaksud Vi. Fay menyunggingkan senyum sekilas dan lelaki itu menganggukkan kepalanya sedikit, tanda bahwa dirinya juga melihat Fay.

"Tuh, kan. Gue jadi kayak kegeeran sendiri gini," desah Vi penuh penyesalan. Seharusnya dia tidak usah berkomentar tentang hal itu. Lagipula tidak mungkin juga lelaki berwajah tampan dan terkenal di kalangan mahasiswi di kampus ini memerhatikan dirinya. Ya, Vi tahu siapa lelaki itu. Adam Diwanto, kakak kelas Vi dan Fay di jurusan Akuntansi. Selama ini mereka hanya tahu nama karena beberapa kali berada di kegiatan yang sama dan angkatan Adam adalah angkatan yang bertanggung jawab untuk orientasi mahasiswa baru angkatan Vi dulu.

"Eh, tapi dia memang lihat ke arah lo, kok. Sampai sekarang juga masih lihat lo." Fay mengedarkan pandangannya ke sekitar kantin. Sedari tadi dia merasa ada hal yang berbeda tapi dia tidak tahu apa. Setelah melihat beberapa sosok seperti buru-buru mengalihkan pandangannya supaya tidak tertangkap oleh Fay, barulah dia sadar apa yang berbeda.

Fay mengamati Vi dengan penuh selidik. Sahabatnya yang pura-pura sibuk menghabiskan makanannya di piring itu memang berpenampilan agak berbeda. Menuruti saran Fay, kali ini Vi mengenakan atasan berwarna hijau lumut yang dibelinya bersama Fay beberapa hari yang lalu saat mereka melakukan make over di Yogya. Potongan rambut barunya sempurna membingkai wajah Vi yang mungil. Hari ini juga Vi mengenakan make up tipis-tipis, persis seperti yang diajarkan oleh make up artist yang membantu Vi make over kemarin. Mungkinkan semua ini membuat Vi menjadi pusat perhatian beberapa lelaki seperti saat ini?

"Hari ini lo cantik banget." Perkataan itu keluar begitu saja dari bibir Fay. Hasil make over kemarin ternyata bermanfaat banget, ya!"

Ya, sesuatu yang berbeda hari ini adalah Vi. Penampilan barunya membuat Vi tampak bersinar. Tak heran jika ada beberapa lelaki yang terus memerhatikan Vi. Mungkin mereka baru sadar bahwa selama ini ada perempuan secantik Vi di kampus. Vi yang selama ini pendiam dan tidak terlalu menonjol, memang jarang menarik perhatian. Jika ada pertanyaan siapa yang mau maju ke depan untuk melakukan sesuatu, sudah pasti Vi akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi bunglon dan menyatu dengan tembok supaya tidak ada yang memanggilnya maju.

Vi mengelus rambutnya yang masih sepanjang bahu tapi terlihat lebih hidup dengan potongan layer itu sembari tertawa gugup. "Lo nyindir apa gimana? Nggak ada yang berubah dari gue, masih gini-gini aja."

Seperti halnya Fay, Vi baru sadar bahwa ada beberapa lelaki yang mencuri pandang padanya. Ini bukanlah kali pertama itu terjadi. Saat masuk kelas tadi pagi, seisi kelas tiba-tiba saja diam beberapa detik saat Vi melangkah masuk, hingga membuat Vi sangat sadar diri dan khawatir ada yang aneh dengan penampilannya atau ada gosip tidak enak tentang dirinya. Beberapa teman kuliah lelaki yang selama ini jarang berbicara dengannya pun tadi pagi menyapanya ramah dan mengajak Vi mengobrol cukup lama. Bukannya Vi tidak bisa berbicara dengan orang yang tidak terlalu dikenalnya, Vi hanya tidak berani untuk membuka percakapan terlebih dahulu.

Kecubung WunguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang