BAB 10. LABRADORITE

8 1 0
                                    

"Vi, lo serius sama Adam?" Pertanyaan yang tidak disangka itu sukses membuat Vi tersedak teh yang tengah diminumnya. Melihat Vi terbatuk-batuk, bukannya membantu, si penanya hanya diam menunggu saja sampai Vi berhenti tersedak dengan sendirinya. Pantas saja ada yang ganjil dengan Hazel hari ini. Tidak seperti biasanya Hazel masih ada di rumah dan sarapan pagi bersama Vi. Biasanya Hazel sudah pergi terlebih dahulu dari Vi karena berbagai macam alasan. Bahkan, kemarin malam pun Hazel belum ada di rumah saat Vi kembali dari makan malamnya bersama Adam. Vi sudah tidak heran lagi dengan tingkah adik kembarnya itu. Sejak kecil, Hazel memang suka mengikuti berbagai kegiatan dan tergabung di banyak komunitas.

"Lo nungguin gue sarapan cuma buat nanya hal itu?" tanya Vi setelah berhasil meredakan batuknya.

Hazel mengangkat bahunya sambil terus mengunyah roti lapis telur yang dibuatnya sendiri beberapa menit tadi. Vi dan Hazel hanya tinggal berdua di rumah mereka. Ada asisten rumah tangga yang datang setiap hari tetapi tidak menginap dan lebih banyak bertugas di urusan membersihkan rumah. Baik Vi maupun Hazel sudah terbiasa memasak sendiri ataupun membawa makanan dari luar jika mereka sedang malas memasak.

Hazel tidak segera menjawab pertanyaan Vi. Matanya yang berwarna seperti namanya, sibuk mengamati Vi dari atas sampai bawah. "Lo sekarang tampak beda. Mungkin ini yang namanya make over karena putus cinta?"

Ucapan Hazel membuat pipi Vi bersemu merah. Tebakan Hazel sangat tepat menggambarkan alasan Vi mengubah penampilannya. Yah, selain dipaksa oleh Fay. Namun, tentu saja Vi gengsi mengatakan yang sejujurnya. Lagipula ternyata penampilan barunya membuat Vi merasa lebih bahagia dan percaya diri.

Seperti Hazel tadi, Vi menyibukkan diri dengan mengaduk-aduk sereal di mangkoknya. "Memangnya kalau make over untuk diri sendiri itu absurd sekali? Harus banget dikaitkan dengan putus cinta?"

"Bisa saja seperti itu. Cuma, kalau ngeliat dari kepribadian lo, pasti ada katalisnya yang bisa bikin lo tiba-tiba berubah. Dari dulu Mama selalu nyuruh lo untuk merawat diri sendiri lebih baik, belajar dandan, milih baju yang lebih fashionable, dan banyak hal lain yang bisa bikin penampilan lo jauh lebih baik dari sekarang. Tapi lo selalu males-malesan dan beralasan kalau cantik itu dari dalam, bukan dinilai dari penampilan luar."

Vi hanya bisa tersenyum masam mendengar perkataan Hazel yang tentu saja benar. "Iya, gue dulu terlalu males untuk seperti itu. Sekarang, gue ingin memunculkan diri gue yang berbeda aja, bukan karena putus dari Biru." Vi berhenti sejenak untuk memakan serealnya sebelum melanjutkan perkataannya. "Lagipula ternyata nggak bisa dipungkiri kalau penampilan luar membuat orang lebih mudah sadar akan diri gue."

"Seperti Adam yang tiba-tiba sadar akan keberadaan lo?" tembak Hazel langsung. "Sorry, bukannya gue merendahkan lo. Tapi biasanya cewek kayak lo nggak masuk ke radar dia."

Lama-kelamaan, Vi jadi sedikit emosi dan naik pitam juga karena perkataan Hazel. Apakah Hazel bermaksud mengatakan bahwa Vi sangatlah buruk rupa sehingga tidak mungkin menarik perhatian cowok sekaliber Adam?

"Hm, tapi cewek kayak gue bisa pacaran dengan Biru. Kenapa nggak bisa sama Adam?" balas Vi berapi-api. "Lo juga dulu bilang nggak mungkin gue bisa jadi ceweknya Biru, tapi buktinya kita bisa pacaran?"

"Iya, tapi berapa lama itu bertahan? Kalian pacaran kan cuma beberapa bulan? Mungkin Biru akhirnya sadar kalau kalian nggak cocok setelah pacaran. Buktinya dia langsung jadian sama Anjani setelah putus dari lo." Hazel menyunggingkan senyum sinis. "Lo tahu, Biru kadang kelepasan bilang kalau pacaran sama lo capek banget, lo terlalu posesif dan ingin tahu semua urusan Biru."

"Maksud lo sebenernya apa, sih? Gue tahu lo juga dekat sama Biru dan kadang ada kegiatan Senat bareng, tapi gue nggak pernah nyangka kalau Biru curhat gitu sama lo. Biru yang gue tau nggak gampang cerita urusan pribadi kayak gitu." Vi menghela napas panjang dan masih terus berusaha untuk tidak terpancing. Kenapa Hazel sering sekali merendahkannya seperti ini? Tidak bisakah Hazel bersikap layaknya adik dan mendukung Vi saat kakaknya itu membutuhkannya? Bukannya senang bahwa sekarang Vi bisa lebih move on dan bertemu dengan orang baru, Hazel malah membuat rasa percaya diri Vi kembali turun.

Kecubung WunguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang