Vi menatap bayangan dirinya sendiri di kaca. Wajah yang menatap balik tampak sangat berbeda dengan yang biasa dilihatnya setiap hari. Selama ini Vi merasa dirinya adalah perempuan dengan wajah biasa saja. Vi tidak memiliki hidung bangir dan bibir penuh kemerahan seperti Hazel, hidungnya tidak mancung dan bibirnya tipis. Bulu mata Vi pun tidak selentik Hazel yang membuatnya semakin lentik dengan bantuan penjepit bulu mata dan maskara. Rambut Vi yang sebahu biasanya tergerai lemas begitu saja, sementara Hazel memiliki rambut ikal sepinggang yang menggemaskan sekaligus menggoda. Struktur wajah mereka hampir sama, berbentuk oval, tapi hanya itu kesamaan mereka. Hazel sedikit lebih tinggi dan punya berlekuk bak gitar, sedangkan Vi mati-matian berusaha menambah berat badannya supaya terlihat lebih berisi sedikit. Hanya satu yang Vi banggakan dari penampilannya: mata coklat keemasan yang indah, sedangkan mata Hazel berwarna coklat tua.
"Pangling ya Neng?" Pertanyaan dengan nada menggoda itu membuat Vi menoleh ke belakang. Tampak Fay tertawa lebar dengan raut muka penuh kepuasan di belakangnya. "Lo tuh cantik, cuma suka nggak percaya kalau lo cantik. Lihat, baru juga potong rambut dan dandan sedikit, tapi sudah glowing banget."
Vi kembali menatap perempuan di kaca. Rambutnya kini mengembang sempurna dan tergerai cantik di atas bahu. Sedikit pulasan eyeshadow dan blush on membuat wajahnya tampak segar tapi tidak berlebihan. Dirinya memang tidak terlalu sering menggunakan make up, hanya bermodalkan pelembab dan foundation, serta lipbalm berwarna.
"Cobain ganti pakai baju ini," perintah Fay yang asyik mendalami peranannya sebagai Ibu Peri hari ini. "Gue juga udah pilih beberapa baju yang kayaknya cocok buat elo nanti."
Dengan patuh, Vi mengambil baju yang disodorkan Fay dan berjalan ke ruang ganti pakaian. Besok mereka akan pulang ke Jakarta. Vi sebenarnya masih senang tinggal di Yogya, tapi apa daya kuliah akan dimulai dalam beberapa hari lagi. Vi berhenti di depan ruang ganti pakaian dan tiba-tiba teringat pengalamannya di kamar mandi Parangtritis kemarin. Bulu kuduknya meremang saat terdengar suara semprotan kecil dan hidungnya menghidu aroma pewangi ruangan yang baru saja disemprotkan oleh alat pengharum ruangan otomatis yang menempel tepat di samping pintu ruang ganti. Tidak, itu bukan wangi bunga seperti yang diciumnya kemarin, tapi tetap membuatnya sedikit takut.
"Fay, temenin gue ganti baju, dong!" teriak Vi pada Fay yang sedang memilih baju di belakangnya. "Lo tunggu depan pintu sini ya, sambil ajak gue ngobrol."
"Lo kenapa, sih?" tanya Fay begitu dirinya berdiri di samping Vi. "Sejak dari Parangtritis kemarin lo nggak mau sendirian. Tidur aja berdua, ke kamar mandi minta ditemenin. Kayak anak kecil aja."
Vi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana cara menjelaskan pada Fay tentang ketakutannya itu? Apalagi mengingat Vi sering mengejek Fay yang percaya dengan hal-hal supranatural. "Jangan diketawain, ya! Gue merasa ada yang ikut sama gue, jadi gue takut ketemu."
"Hah? Ikut gimana?" Bola mata Fay langsung membesar saat mendengar jawaban Vi. Didorongnya Vi masuk ke kamar ganti. "Cerita ayo cerita, sekalian sambil ganti baju aja sana."
"Lah, lo kok malah ikut masuk." Vi menggerutu sedikit tapi menuruti permintaan Fay. Mereka berdua memang sudah sangat dekat dan berganti baju bersama sudah biasa. Vi pun menceritakan mimpi dan kejadian yang dialaminya sedari kemarin. Fay ber-ooh dan ber-aah saja saat mendengar cerita Vi, membuat Vi sebal dan sedikit menyesal bercerita pada Fay.
"Kalau lo percaya yang kayak gituan, ya bisa jadi memang ada yang ikut sama lo." Fay mengerutkan keningnya dan menempelkan telunjuknya ke bibir, tanda dirinya sedang berpikir keras. "Lo mau cari orang pintar gitu buat usir yang nempel?"
"Ih buat apaan. Lagipula belum tentu beneran ada yang ikut, nempel, atau apalah," tolak Vi yang masih juga tidak percaya dengan hal semacam itu. "Bisa jadi itu cuma halusinasi saja. Toh, lo kemarin nggak lihat perempuan baju ungu di pantai, kan?"
"Iya, sih. Cuma kalau nanti sampai Jakarta lo masih halusinasi seperti itu, kasih tahu gue, jadi kita bisa cari orang pintar." Walau masih kurang setuju dengan cara Vi mengabaikan peristiwa yang menimpanya, Fay terpaksa mengalah. Semoga saja semua itu benar hanya halusinasi Vi saja.
"Gimana?" Vi memutar badannya seperti sedang di fashion show untuk menunjukkan penampilannya mengenakan baju yang direkomendasikan Fay tadi. Gaun berwarna kuning bermodel A-line itu pas membalut tubuhnya. Gaun dengan embos tipis berbentuk bunga itu memiliki Panjang yang tepat di atas lutut sehingga memberikan kesan kaki lebih jenjang. Warna kuningnya juga memberikan kesan cerah, membuat Vi agak terkejut karena biasanya dia menghindari warna-warna cerah.
"Cantik!" Fay mengacungkan jempolnya. "Lo kelihatan feminin dan manis banget pakai dress ini. Jiwa feminis gue memberontak sesungguhnya kalau gue bilang lo bakal bikin cowok-cowok takjub dengan penampilan baru lo, tapi itu beneran fakta. "
Fay menyodorkan sepasang anting yang dibawanya. "Ini hadiah dari gue untuk merayakan kali pertama seorang Violetta make over. Lihat deh, warna kekuningan ini matching banget sama gaun lo. Katanya lo lagi suka pakai aksesoris dari kristal, jadi pas lihat anting ini, gue inget lo. Eh, malah nemu baju yang sewarna juga, jadi pas banget."
Vi menatap anting yang diberikan Fay. Entah kapan dia sempat membeli anting itu padahal mereka selalu bersama seharian ini. Desain anting itu sederhana tapi tampak mewah. Bergaya tear drop, kristal citrine yang menjadi fokus anting itu dipotong dengan diamond cut sehingga tampak berkilau saat terkena cahaya.
"Kristalnya asli, kok. Bukan abal-abal. Masa gue kasih hadiah barang palsu. Antingnya juga Silver 925 jadi nggak akan bikin alergi."
Bibir Vi melengkung ke atas mendengar gurauan Fay. Anting itu memang cantik dan senada dengan gaun yang dikenakannya. Vi kembali melihat bayangannya di cermin dan Biru tiba-tiba saja terbersit di pikirannya. "Andai Biru lihat gue seperti ini, kira-kira dia nyesel nggak putus dari gue? Apa seharusnya gue belajar dandan sedari dulu biar dia nggak malu jalan bareng gue?"
Tepukan keras di belakang kepalanya membuat Vi tersungkur ke depan sedikit.
"Woi, main toyor aja!" protes Vi sambil mengelus belakang kepalanya yang terkena sasaran Fay.
"Berhenti mikirin Biru!" tegas Fay sambil berkacak pinggang. "Lo harus bisa merasa cantik untuk diri lo sendiri. Lo harus bisa mencintai diri lo sendiri tanpa bergantung pada cinta laki-laki atau orang lain."
Vi mengerang pelan saat melihat tanda-tanda dirinya akan menerima omelan Panjang lebar dari Madam Fayra yang selalu kesal jika Vi mulai mengasihani dirinya sendiri. Tanpa banyak bicara, Vi melepaskan baju yang dikenakannya dan kembali memakai baju miliknya sendiri.
"Vi, apa yang lo lakukan pada diri lo sendiri itu jahat." Fay kembali melanjutkan perkataannya. "Lo selalu merasa diri lo inferior, banyak kekurangan, dan tidak ada yang sayang sama lo apa adanya. Eh, lalu muncul si Biru yang suka sama lo, yang bikin lo merasa diri lo layak dicintai. Sekarang, begitu putus dari Biru, lo mulai mempertanyakan hal itu lagi."
Fay memeluk Vi yang masih saja diam seribu bahasa. Hatinya berat dan sedih setiap kali melihat Vi seperti ini. Bagi Fay, Vi adalah perempuan hebat dan kuat, yang tetap berjuang dan tetap waras walau keluarganya tidak begitu peduli dan tidak mendukungnya sama sekali. Diam-diam, Fay sering mengutuk orang tua Vi yang selalu pilih kasih dan mengutamakan Hazel. Fay tahu betapa Vi selalu berusaha menjadi yang terbaik hanya supaya orang tuanya bisa bangga padanya.
Terlebih lagi, Fay heran kenapa Vi selalu tidak percaya diri dengan penampilannya. Bagi Fay, Vi tidak kalah cantik dengan Hazel, malah lebih cantik alami dibandingkan Hazel yang selalu bersolek. Setiap kali Vi tidak percaya diri, hal itu membuat Fay ingin menendang orang tua Vi dan Hazel yang selalu berkata bahwa Vi tidaklah secantik Hazel. Walaupun sedikit berat hati, Fay mengira dengan adanya Biru, Vi akhirnya bisa merasa bahwa dirinya layak dicintai. Siapa yang mengira bahwa Biru mencampakkan Vi hanya dalam waktu beberapa bulan saja dan membuat Vi kembali terpuruk dalam lingkaran rendah diri.
"Vi sayangku cintaku, lo itu cantik dan sangat layak dicintai. Hanya orang-orang yang iri sama lo yang akan selalu mencari apa yang salah pada diri lo. Chin up, girl. You are much loved, and I love you so much, sister!"
Vi balas memeluk Fay erat dan tersenyum, "Thank you. Lo selalu berhasil bikin hati gue ceria lagi kalau sedang mood jelek begini."
"Itulah gunanya saudara, bukan?" Fay menggamit tangan Vi dan sambil bergandengan tangan, mereka berjalan keluar kamar mandi. "Nah, sekarang kita coba baju yang mana lagi, ya? Mari kita buang semua baju gelap di lemari lo dan ganti dengan yang ceria, supaya lo jadi lebih ceria juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kecubung Wungu
HororDunia Violetta (Vi) hancur saat mengetahui Biru memutuskan hubungan dengan dirinya dan sudah punya kekasih lain. Saat pergi healing ke Yogya, Vi bertemu dan menjadi dekat dengan Sekar, perempuan tua yang tinggal di sebelah rumah sewaan Vi. Sekar men...