"Kamu mau kita tinggal dimana? Rumah atau apartemen?"
Itulah pertanyaan yang Pra ajukan ketika mereka ada di dalam pesawat yang menuju ke bandara Soekarno Hatta. Sangat tiba-tiba. Tapi tenang saja, Lily sudah punya jawabannya.
"Rumah. Aku mau tinggal di rumah."
Di bayangan Lily adalah sebuah hunian dua lantai dengan halaman yang dihiasi pepohonan dan tumbuhan. Kemudian terasnya dan seluruh lantai di rumahnya adalah lantai marmer yang dingin. Lalu di halaman belakangnya ada kolam renang yang akan menjadi tempatnya berendam dan berenang sepuasnya. Ia akan memiliki dapur bersih dan dapur kotor yang akan menjadi tempatnya memasak setiap hari. Di kamarnya ia akan memiliki ruangan yang dijadikan sebagai tempat khusus pakaian, tas dan sepatu atau sandalnya, sebutlah namanya walk in closet. Kamar mandinya akan memiliki shower dan bathtub.
Bukankah itu sudah mewah? Seperti itulah kiranya rumah yang Lily idamkan sejak dulu. Rumah yang mungkin baru bisa ia dapatkan setelah bekerja selama bertahun-tahun. Itu pun harus menyicil.
Namun kini, semua kemewahan itu ada di depan matanya. Bahkan, melebihi ekspektasi yang ia idam-idamkan. Bahkan, ekspektasinya jadi begitu sederhana ketika kini melihat wujud rumah yang akan dihuninya bersama dengan sang suami.
Rumah lima lantai termasuk basemen yang dijadikan sebagai garasi berisikan beberapa mobil mewah dan motor besar. Halaman yang sangat-sangat luas sampai sepertinya Lily tidak mau kalau harus disuruh berjalan dua kali dari depan rumah menuju gerbang rumahnya yang begitu tinggi. Kemudian, pilar-pilar rumahnya begitu besar dan tinggi, lampu gantung yang ada di terasnya bahkan terlihat sangat mahal, bermodel klasik yang elegan. Lantainya tentu saja marmer dengan kualitas terbaik. Jangan lupa dengan pohon-pohon besar yang tumbuh dengan kokoh mengelilingi pagar tembok rumah yang bahkan bisa Lily sebut sebagai mansion ini.
Lily bahkan tidak harus melepaskan sandalnya ketika masuk.
"Do you like it?"
Pertanyaan Pra membuat Lily yang tadi sedang mendongak seperti orang norak kini sukses membuat Lily jadi menoleh ke arahnya.
"Are you kidding me?! Bisa-bisanya kamu nanya kaya gitu, gak liat dari tadi aku sampe gak bisa berkata-kata, Pra?! Seriously, ini rumah kamu?"
"Rumah kita!" ralat Pra. "I mean, kalau kamu kurang suka, kita bisa lihat rumah yang lain hari ini juga. Karena besok aku udah mulai masuk kerja, jadi gak bisa nemenin kamu."
"Rumah yang lain?" Jantung Lily sampai berdebar-debar saking terkejutnya karena tidak mengetahui sebenarnya sekaya apa pria yang ia nikahi ini. Bahkan rumah yang sedang dipijaknya sekarang pun harganya pasti mencapai puluhan milyar. Bisa-bisanya dia bilang rumah yang lain dengan begitu enteng.
"Iya, masih ada tiga rumah kalau kamu mau lihat-lihat dulu. Atau kalau kamu punya desain rumah idaman kamu sendiri, ada beberapa hektar tanah di beberapa lokasi strategis yang masih belum dibangun."
Lily rasanya hampir terkena serangan jantung mendengar itu. Demi Tuhan, kenapa sekarang ia jadi takut pada Pra? Bagaimana bisa Pra memiliki begitu banyak kekayaan? Dan bahkan masih sangat menginginkan harta warisan? Apakah Pra melakukan pesugihan dan Lily akan dijadikan sebagai tumbalnya? Haha tidak mungkin, dasar pemikiran bodoh. Namun katakanlah bahwa semua kenyataan ini membuat Lily jadi kembali sadar dengan posisinya. Pantas saja Yuda tidak segan berkata seperti itu padanya, merendahkannya. Ternyata kakak sepupunya ini benar-benar bukan orang sembarangan.
Lily merasa ia bahkan lebih cocok bekerja di rumah ini daripada menjadi tuan rumahnya.
Ternyata, seperti ini rasanya menikahi orang kaya. Seperti ini rasanya bersama dengan orang yang strata sosialnya jauh lebih tinggi. Seperti bumi yang berusaha untuk menggapai langit. Meski kini langit itu sudah tergapai, namun bukannya merasa bahagia, Lily malah merasa takut. Takut kalau suatu hari ia tak mampu lagi untuk berpegangan pada langit dan jatuh terhempas kembali ke Bumi dengan keras. Rasanya pasti sangat menyakitkan.
"Ada apa, Sayang?" Pra bertanya khawatir karena Lily terlihat linglung dan bahkan meremas lengan Pra seakan berpegang erat agar tidak terjatuh.
Namun setelah ditanya seperti itu, Lily melepaskan diri darinya bahkan bergerak menjauh.
"Gak papa. Dan aku gak keberatan mau tinggal dimana pun. Rumah kamu pasti semuanya sebelas dua belas kaya gini bentukannya. Terlalu besar cuma untuk ditinggalin berdua."
"Kita gak cuma tinggal berdua. Ada dua puluh pekerja di rumah ini."
"WHAT?"
Suara pekikan Lily terasa seperti menggema di ruang tamu yang luas itu. Dia benar-benar terkejut mendengar begitu banyak bekerja dalam satu rumah. Dengan apa mereka dibayar? Sial, tentu saja dengan uang.
"Tapi tenang aja, mereka tinggal di paviliun belakang. Jam tujuh malem mereka pergi ke paviliun. Tapi kalau kamu butuh sesuatu, kamu bisa panggil mereka kapan aja."
Lily memandangi wajah Pra lamat-lamat. Pria ini memang tidak sedang bercanda. Namun menyadari bahwa semua ucapannya adalah sesuatu yang nyata malah membuat Lily berpikir mungkin saat ini dirinya sedang bermimpi.
"Pra, gimana kalau apartemen?"
"Huh, why? Kamu gak suka rumah ini?"
"Bukan, bukan gak suka. It's just... terlalu berlebihan buat aku."
"Kamu akan terbiasa."
"Tapi.... Bisa gak kita mulai dari yang lebih sederhana? Rasanya aku kaya kena culture shock, Pra."
Bukannya menertawakan, Pra malah tersenyum dengan hangat. Kemudian mendekati Lily yang tadi bergerak menjauhinya. "Okay, anything for you, My Love."
"Thank you, Pra."
"Don't say thank you, please. Say i love you, it will be better."
Lily terkekeh. "I love you," katanya kemudian.
Namun Pra malah mengibaskan tangan seakan tak percaya. "Nah, i know it's not from your heart, sweety. But i appreciate it, Sayang. Now let's get back to the car. We go to the apartment."
"Pra?" Lily menahan lengan Pra, membuat pria itu menoleh fokus kepadanya.
"Hm?"
"I just wanna say... i like the way you call me sayang when you speaking in English."
Lily menunduk malu-malu, tak menyangka ia berani menyuarakan itu. Tapi memang benar. Entah mengapa ia suka saat Pra memanggilnya sayang saat sebenarnya dia sedang bicara dalam bahasa inggris. Begitu candu dan sexy.
"Don't bite your lips!"
Lily yang tadi menunduk kini mengangkat wajahnya mendengar Pra bicara dengan nada suara yang sudah sangat ia hapal. Rendah dan dalam, membuat Lily yang semula memegangi lengannya jadi melepasnya karena alarm bahaya di otaknya berdengung-dengung.
"Why are you so fucking cute right now? Are you flirting with me, Sayang?"
"NO. I'm not!"
"Too late. Let's go find a room."
"PRAAA."
"Hahaha, just kidding. Let's go to the car. I know you're tired. So I won't touch you... For a while."
Lily berjalan lebih dulu, bahkan hampir berlari sampai membuat Pra terkekeh karena wanitanya mungkin sedikit takut dengannya sekarang.
"Run little bunny, run! This wolf is after you."
"STOP IT!"
"Hahaha, i don't want to stop. I'll catch you and make you mine."
==========
Senin, 1 Juli 2024
![](https://img.wattpad.com/cover/346750431-288-k952920.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Became Cinderella
RomanceNew Story!!! ©2024 *** Hidupnya berubah seperti kisah Cinderella hanya dalam semalam. Semuanya berawal dari pesta yang ia datangi bersama sahabatnya. Di situlah awal dari semua keajaiban terjadi, dimana ketika seorang pria yang tak dikenal menanyaka...