BAB - 30

5 1 0
                                    

Finally. Kinaya menghela napas, saat ini Kinaya dan Haikal berada di rumah sakit. Haikal di rawat karena sakitnya yang sedikit semakin parah. Jadi tidak mungkin Kinaya tinggal diam membiarkan suaminya sakit parah seperti itu.

Kinaya membereskan bekas kompres Haikal, tenang dan damai karena Kinaya juga baru saja pulang dari sekolah. Hari ini kegiatan ekskul sedang padat, Kinaya jadi lebih sering lelah karena kegiatan tak jelas yang di buat oleh Al.

"Sayang, udah makan?" tanya Kinaya dengan senyuman di wajahnya, manis seperti biasa untuk di pandang. Haikal tak pernah bosan untuk memandang wajah istrinya itu.

"Udah tadi di kasih suster." balas Haikal mengangguk pelan, membalas  genggaman tangan Kinaya dengan erat. Mungkin sedikit sakit itu dapat membuat Kinaya lebih perhatian dengan dirinya.

Kinaya mengangguk takzim, ia segera beranjak dari sana. Karena tadi semalam Kinaya dapat kabar dari umi, Abi dan Haidar akan kemari menjenguk Haikal.

"Kinaya?" Kinaya tersentak, ia menoleh kebelakang. Sosok lelaki yang sangat ia benci di seluruh dunia ini. Bahkan mau seluas semestapun Kinaya tetap membencinya jika lelaki itu bersujud minta maaf padanya.

"Mau apa lo?" tanya Kinaya sinis, wajahnya sontak berubah datar.

Lelaki itu terkekeh, "Sebenci itu sekarang lo sama gue, Nay? Padahal gue yang bantu lo dulu."

"Oh, ngebantu gue supaya ga perawan lagi, maksud lo?" Kinaya tersenyum lebar, walaupun mereka di larang membesarkan suara. Kinaya akan tetap menjaga image nya di hadapan orang-orang.

"Haha! Lucu juga lo sekarang gimana anak gue? Udah besar?"

"Anak lo? Maaf ya, gue hamil anak kak Haikal yang kedua. Jangan harap anak lo bakal tumbuh di rahim gue." sinis Kinaya, berusaha untuk tidak tersulut emosi. Kinaya berusaha menahan emosinya yang mulai memuncak.

Fadil terkekeh pelan, "Yahh... Padahal gue udah nunggu selama berbulan-bulan. Anak gue ga jadi, malah jadi anak Haikal. Sekarang adek gue lo yang bunuh?"

"Dasar cewek ga punya hati, lo pantas mati, sialan!" umpat Fadil, leningan air mata mulai terbendung di matanya membuat pandangannya jadi memburam.

"Ga punya hati? Lo ngomongin diri lo sendiri?" tanya Kinaya mengerutkan keningnya, ia memegang perutnya yang terasa sakit. Mungkin anaknya meminta untuk tidak melanjutkan perdebatan tak jelas itu.

"Ga punya hati, padahal lo juga punya adek. Regan satu-satunya keluarga yang gue punya sekarang..."

"Peduli amat? Emang gue sayang adek gue secara lo juga sayang Regan gitu? Udahlah nyuruh Regan buat hancurin hubungan ku dengan kak Haikal, eh kok bayinya pergi gara-gara adek lo sih?? Lawak banget adek lo."

"Btw gue udah berterima kasih sama Regan karena udah buat gue keguguran di anak pertama yang mungkin bayi itu punya lo. Gue ga Sudi anak itu punya ayah yang ga punya hati yang bahkan gabisa kontrol nafsunya sendiri, gue juga gamau kalau anak gue rusak karena ayahnya sendiri."

"Bangsat! Mau gimana pun, itu tetep anak gue! Lo taukan kalau setengah sperma gue udah masuk!?"

"Bodo amat, goblok! Jangan ngira gue bodoh karena gue masih anak-anak ya! Jangan jadiin semua wanita itu sebagai bahan pelampiasan nafsu lo!" Kinaya mulai menjauh karena ia sudah muak dengan Fadil, lelah juga berdebat dengan lelaki itu.

"Anjing lo, cewe murah!" seru Fadil membuat Kinaya sontak menghentikan langkahnya, menatap Fadil dengan tatapan tajam. Lalu mendekati Fadil dan mencengkram kerah lelaki itu, emosinya kini sudah sampai puncak.

"Ngaca, bangsat! Lo juga murah, sana sini mau di ewein, ngewe sama sini, najis anak gue punya ayah brengsek kayak lo! Makanya dia keguguran karna ogah punya ayah kek lo, bajingan!" hina Kinaya keras, ia mendorong tubuh Fadil dan kembali berjalan menuju tempat tujuan awalnya.

Luka Biasa | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang