BAB - 45 ( SELESAI )

8 1 0
                                    

Waktu terus berlalu, tak terasa. Kini Kinaya sudah berusia sembilan belas tahun. Semakin beranjak dewasa semakin aktif rasanya.

Banyak hal yang telah di lalui, Agam yang kini sudah bisa berbicara layaknya seorang balita yang baru bisa berbicara. Masih cadel.

Kinaya dan Haikal semakin bahagia, mereka selalu melalui hal-hal yang positif. Dengan adanya keberanian semua akan tetap berjalan dengan lancar.

Saat ini, Haikal sedang molor di kamar karena semalam pulang dari lembur. Pulang jam satu pagi karena mungkin banyak sekali investor yang komplain dengannya.

Kinaya yang sudah bangun dari tadi pun hanya bisa memasakkan sarapan dan menyuruh Agam untuk membangunkan ayahanda-nya.

"Gam, tolong bangunin Ayah." pinta Kinaya dengan senyuman menyiapkan makanannya di meja pantri, Agam mengangguk sembari berlari kecil kearah kamar.

Saat sudah sampai, dengkuran halus terdengar begitu cekat ditelinga Agam, bocah berumur tiga tahun itu menggoyangkan tubuh ayahnya secara perlahan.

"Ayah? Bangun, unaa udah buat sarpaan." ucap Agam dengan mulut typo-nya itu, Haikal mengeluh pelan membuka sedikit matanya, lalu memeluk Agam dan langsung mengecup kening bocah itu.

"Good morning my shine shine." ucap Haikal dengan senyuman di barengi tawa Agam yang terlihat geli. Lalu Haikal bangkit dan langsung menggendong Agam dan menbawanya kedapur.

Kinaya melirik sedikit menatap Haikal yang sudah bangun dari tidurnya, Kinaya mendekat dan merapikan rambut Haikal dan tersenyum tipis.

"Good morning, babe. Menu lagi pagi ini cuma tempe goreng, rica-rica, dan sayur kangkung." ucap Kinaya lalu mengambil Haikal nasi, lalu Kinaya menaruh sepiring kecil untuk Agam.

"Enak nih! Segera santap!" seru Haikal langsung menyantap cepat makanannya seperti takut makanannya akan di ambil.

Kinaya terkekeh geli, kemudian duduk dan langsung menyantap makanannya dengan santai.

~o0o~

Kinaya menghela napasnya pelan, tangisannya semakin menjadi tetapi suaranya semakin mengecil. Layaknya tangisan yang di tahan untuk tidak semakin keluar.

Keadaan berbeda, Agam yang kini sudah beranjak tak bisa lagi melihat ibunya menangis. Entah karena apa, Agam yang masih kecil pun sudah paham bagaimana perasaan seseorang.

Agam selalu berusaha yang terbaik untuk tidak menyusahkan ibunya, ketika Agam melihat Kinaya menangis, Agam akan menghampiri Kinaya dan memeluk tubuh ibunda-nya dengan suka rela.

Hati tulus dan tepukan ringan di punggung, Kinaya hanya memeluk Agam dengan suara tangis yang makin-makin.

"Maaffin bunda ya nak... Bunda masih sering cengeng didepan kamu," ucap Kinaya menyeka air matanya dengan pelan sembari menatap Agam yang kini masih terdiam.

"Ndaapapaa, Unaa... Una sedih kalrna Agam juga, Una mau nangis kapanpun Agam bisa adii pendengalr yang baik buat Una!" ucap Agam dengan senyum tipis, lalu memeluk Kinaya dengan hangat.

"Agam mau jalan-jalan?" tawar Kinaya setelah merasa sedikit tenang, walau masih ada isakan. Tetapi Kinaya berusaha tegar untuk tidak terlihat memalukan.

"Mau!" Agam tersenyum lebar sembari turun dari kasur, Kinaya tersenyum tipis dan langsung memakai hijabnya dan memakaikan Agam topi serta dengan jaket hangat.

Kinaya mematikan seluruh listrik yang menyala di rumah, kecuali pendingin makanan dan lain yang tak perlu di matikan. Kinaya mengunci rumahnya dan langsung keluar menyapa santri yang lewat.

Kinaya keluar gerbang, sembari memakaikan Agam pengaman bayi. Memakai helm full face kinaya langsung menyalakan motornya.

"Siap anak bunda?"

"Siap unaa!!"

Kinaya langsung menarik gas motor untuk pergi kemana saja asal bisa membahagiakan anaknya, Kinaya masih punya perasaan sedih yang mungkin tak bisa terungkap, tetapi Kinaya bisa menjaga perasaan keluarganya dengan rileks.

Banyak kenangan yang tercapai, banyak hal yang benar-benar menyenangkan dan kekesalan yang selalu terjadi. Banyak hal yang terjadi yang tak bisa terlupakan.

Ada banyak, semua semakin berubah. Dunia akan semakin berubah setiap hari-nya. Haikal yang semakin menafkahi keluarganya dan Kinaya yang sibuk menjadi ibu rumah tangga.

Perasaan tak perlu di ucapkan dengan perkataan, cukup di lakukan dan bisa menarik perhatian orang yang kita sayangi, perasaan tak selalu bisa di tahan dan di pendam. Semua perasaan pasti mempunyai batas kesabaran yang ada.

Dan semua telah berlalu, waktu juga semakin cepat dan tak mudah untuk menjadi yang lebih baik lagi.

Kinaya akan selalu bersama Haikal dan Agam, serta dengan keluarga kecil yang akan menjadi keluarga Cemara di masa depan.

Semua pasti akan berubah.

''~''~''o0o''~''~''

The End

Terima kasih sudah mau membaca Luka Biasa sampai habis. Senang bisa bertemu dengan mu! Saya selaku author merasa terhormat begitu menamatkan cerita ini dengan intens.

Maaf bila cerita ini terkadang tidak nyambung, kadang nyambung, dan terkadang juga tidak terlalu nyambung! Hehe maafkan author masih pemula😅☝🏼

Terima kasih, see you next time!

.

.

.

"Maaf ga jelas, soalnya yang jelas cuma cintaku pada kak Haikal, eakk!"

- Kinaya Foresta -

.

.

.

"Agar silahturahmi tetap terjaga, adakah sejuta?"

- Haidar Fathullah -

.

.

.

"Monyet lu ah, ngatain istri gue cabe-cabean."

- Haikal Fathullah -

.

.

.

"Una cantikk, una maniss, Una yang terbaik buat Agam! Love you Unaa!"

- Agam Alvandrea Fathullah -

.

.

.

Bye bye!

Luka Biasa | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang