Biar Aku yang Menggemban Cinta

3.2K 400 19
                                    

Note : Don't Plagiat. Enjoy and Happy Reading.
.
.
.
Sorai ke-sebelas.
.
"Kenapa lagi-lagi menjadi salahku??"
-

“Tante ngapain disini?” Haikal bertanya, menanyakan hal yang sudah jelas demi mengelak dari kenyataan.

Tiba-tiba saja bayang-bayang akan tangisan Cendaka kala itu, juga ungkapan Cendaka yang membenci keluarga baru bundanya membuat Haikal sesak.

“Tante? Kalian udah saling kenal? Pernah ketemu dek?” tanya Bang Jo dengan serius, sebab ia melihat raut muka adik dan kedua temannya yang benar-benar shock.

“Itu bunda aku Bang,” bukan Haikal, tapi Cendaka dengan air mata lah yang menyahuti pertanyaan Joni.

Joni, Yudi, dan Ayah Pangestu terdiam, jadi anak wanita yang baru hadir di kehidupan mereka itu sahabat dekat Haikal? Si bungsu keluarga ini?

“Yah, ayah, mana Ibu baru Haikal?” Haikal bertanya dengan getir dan pelan, mencoba memastikan lagi.

“Saya nak, saya Ibu kamu.”

Haikal memejamkan mata pertanda kecewa, sedangkan raganya perlahan berbalik menatap Cendaka yang sudah kembali rapuh dengan Jiko yang berjaga di belakangannya.

“Cen,”

“Nggak bang, stop disana, gue selama ini sayang sama lo, tapi kali ini aja Bang, sorry, g-gue, gue, hiks, Cenda benci bang Ikal!” setelahnya Cendaka bergegas keluar darisana, disusul Jiko yang berpamitan pada Haikal tanpa suara, Haikal pun membalas dengan pesan agar menjaga Cendaka selamat sampai rumah.

“Abang, Kakak, Ayah,”

“ dan I-Ibu. Selamat datang, Haikal benar-benar bersyukur kalian kembali dengan selamat, dan ingat sama aku disini. Tapi gak munafik, Haikal sedikit kecewa, apalagi ternyata tante Tari udah tega ninggalin Cenda gitu aja”

Setelahnya Haikal pergi ke kamarnya dalam diam. Tari segera meluluhkan air matanya, dan Yudi sigap membawa ibi tirinya itu kedalam pelukan, lalu membawanya ke kamar.

Joni dan Pangestu hanya diam saling menatap, menarik nafas, menghela dengan berat.

“Ngecewain adek lagi ya Yah?” gumam Joni lirih.

•••

Rerumputan basa dipinggir danau itu tertekan gravitasi, walau tanpa alas dan pastinya terdapat air pada rerumputan, dua makhluk Adam itu kini duduk memandang danau dengan sepi.

Jiko dan Cendaka.

“Cen ...”

“Lo boleh banget cerita, marah, atau mau ngapain aja, kasih tau gue, bersandar sama gue. Gue juga saudara lo kok.” ucap Jiko sembari menarik pelan pundak rapuh sang sahabat.

“Capek banget gue bangsat.”

“Dari banyaknya manusia di bumi ini, kenapa bunda harus milih Pak Pangestu?”

“Dari banyaknya sosok pemimpin keluarga, kenapa harus Bang Haikal yang jadi anaknya dia, kenapa bunda selingkuh? Kenapa harus ayah bang Haikal Ji?”

“Kenapa ...”

“Gue, gue ga bisa. Gue udah mutusin buat benci sama hal yang bikin bunda gue milih pergi. Tapi ternyata hal itu adalah keluarga Bang Haikal?”

“Gue harus gimana Ji?”

Jiko hanya diam, dia tidak ingin memotong, atau sok bijak memberi nasihat. Ia tahu, Cendaka kini perlu didengarkan, walau ia juga terbayang akan keadaan Haikal yang pasti kini menimbun kecewa, lagi.

SoraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang