Membasuh Hati yang Pernah Pilu

3.8K 438 40
                                    

Note : Don't Plagiat. Enjoy and Happy Reading.
.
.
.

Sorai Ke-sembilan belas.
.

Enjoy and Happy Reading.
-

Marvio memukul keras dadanya, dengan linangan air mata yang sudah mampu membuat lautan di bantal yang melapisi kepalanya.

Sang Ayah hanya mampu mengelus punggung anaknya yang berbaring miring, ikut merasa duka yang kembali menyerang Marvio.

”A-ayaah, kenapa Yah? Kenapa, kenapa harus Haikal?” Marvio merintih dengan isak tangis yang tak kunjung reda, bahkan kini Dirgantara sudah mendudukan anaknya, meminta Marvio menatap matanya.

”Hei, my lovely son, look at me,”

“Haikal sudah bahagia sayang, Vio sebentar lagi udah berhasil, anak ayah sebentar lagi jadi musisi. Kalian bahagia dengan jalan yang berbeda nak.” Dirgantara berucap dan tetap menatap mata anaknya yang terus mengeluarkan liquid bening.

“Tapi Marv butuh Haikal yah, Mar-v nggak bisa, I can’t with out him.” Marvio kembali menentang penjelasan sang Ayah, masih dengan tangisan yang tak kunjung mereda.

You can son, you can.., ikhlas ya, kasian Haikal kalo kamu dan yang lain masih kaya gini.” Dirgantara tak mendapati balasan selain gelengan keras dari anak pertamanya.

Merasa tak juga mendapati ketenangan bagi Marvio, terpaksa Dirgantara menyetujui Rara untuk membuat Marvio tidur dengan paksa. Tanpa sepengetahuan Marvio, Rara pun menyuntikan bius dosis rendah agar Marvio tertidur.

Marvio terus saja menangis, sampai kegelapan tanpa disadari dipaksa merengut kesadarannya.

...

“BANG, JAGA MULUT LO YA!” Cendaka berteriak keras kearah Joni.

“Dek, please, dengerin gue! Haikal udah nggak ada. Dia, mati.” Joni kembali menekankan setiap fakta menyakitkan bagi mereka, kelima orang yang hidup berkat ajakan Haikal itu menggeleng cepat.

“Bangsat, Haikal ngajak prank ya? Mana bocah sialan itu, Mama tau kan dimana Haikal? Dimana Ma, kasih tau Nana!”

Mama dari si kembar disana hanya mengelus sisi wajah Nathan dengan lembut, lalu membenarkan perkataan Joni, “Benar sayang, Haikal sudah bahagia sekarang. Nana ga boleh kaya gini terus ya, kasian Haikal.” Nathan menapik keras tangan wanitanya, kemudian beralih menatap Joni tepat di depannya.

“Bilang sama gue semuanya bohong Bang! Gue nggak suka candaan kayak gini!”

Plak

Bunyi tamparan menggema keras, bersaut-sautan dengan ombak di lautan, bukan Joni yang memberikan tamparan pada Nathan, namun sang Papa.

Aditama menatap nyalang anak keduanya, ia mengguncang keras pundak anaknya itu, “Nathan dengerin Papa. Haikal udah pulang sayang, kalian sendiri yang jemput dia. Jangan kaya gini, Papa mohon, Chandra udah dapet ganjaran setimpal, sekarang ikhlasin Haikal, biar dia tenang ya.”

Aditama membawa Nathan kedalam pelukan, menguatkan anaknya yang kini menangis keras.

Reynan, Jendral, Jiko, dan Cendaka juga turut menangis, mengingat satu kejadian, dimana hal itu benar-benar membuktikan bahwasanya kini matahari mereka sudah tiada.

SoraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang