"Haerin," panggil Minji memecahkan keheningan.
"Gue... gue pengen ketemu mama," lirihnya.
Haerin sontak menatap Minji dengan tajam, "Maksud lo apa?! Jangan gila!"
Minji membalas tatapan Haerin dengan penuh kebingungan, namun detik selanjutnya ia malah memukul pelan pundak Haerin.
"Bukan 'ketemu' yang itu, bangsat," ucap Minji kesal, "Gue masih waras, asal lo tau."
"Bukannya lo dari dulu selalu pengen mati?" tanya Haerin balik, menatap bekas-bekas sayatan pada lengan Minji.
"Gue bahkan gak pernah mikir buat mati. Gue cuma... mau nenangin diri gue untuk sementara."
"Jangan kayak gitu lagi, Minji, gue mohon," ucap Haerin serius.
"Iya-iya, bawel. Udah ah, gue mau pergi," balas Minji, tampak terburu-buru.
"Mau gue temenin?" tawar gadis bermarga Kang itu.
Minji mengangguk setuju, kemudian keduanya langsung berangkat diantar oleh supir pribadi Minji.
.
.
.
Minji mengedarkan pandangannya ke sekitar, berusaha mencari pusara bertuliskan nama Pham Irene — mendiang sang ibu — ketika dirinya sudah sampai di tempat pemakaman umum.
Ketika dirinya sudah menemukan nama tersebut, ia segera berjalan mendekatinya, diikuti Haerin dari belakang.
Tanpa membawa apa-apa, Minji segera duduk dengan posisi memeluk lututnya.
"Boleh gak gue duduk disini?" tanya Haerin hati-hati.
"Duduk aja, Rin," balas Minji sambil menepuk tempat kosong di sebelahnya, memerintahkan Haerin untuk duduk menemaninya di sana.
Selama lima belas menit, hanya keheningan yang menyelimuti diri mereka.
Yang Haerin tahu, sahabatnya memang tipe orang yang seperti ini. Biasanya, Minji bukanlah tipe orang yang akan berkoar-koar mengeluarkan isi hatinya. Ia hanya membutuhkan keheningan, dan dirinya akan dengan mudah terlarut dalam pemikirannya sendiri.
Seperti sekarang ini, lima belas menit ia habiskan hanya untuk termenung, larut dalam potongan-potongan kejadian di masa lalu yang seolah-olah menghantam kepalanya.
Ingin sekali menangis, tetapi tidak bisa. Ia kesulitan mengekspresikan emosi yang sedang ia rasakan.
Hari ini, hari yang begitu ia benci. Hari ulang tahun sang adik, bersamaan dengan hari kematian sang ibu.
Suara lembut sang ibu, pelukan hangat keluarga kecilnya saat ia masih kecil, perkelahian ayahnya dengan mendiang ibunya, suara tangisan si kecil Hanni saat lahir, dan suara serak sang ibu sebelum meninggal. Semua itu datang di saat yang bersamaan, memenuhi kepala Minji, membuat gadis itu meremas celananya dengan kuat bersama dengan matanya yang ia pejamkan erat-erat sembari menggigit bibirnya.
Haerin mengusap punggung sahabatnya, berusaha menyalurkan ketenangan kepada Minji.
Kemudian Minji beranjak dari tempatnya, "Gue udah ngerasa mendingan. Yuk pulang," ajaknya kemudian.
Haerin menurut saja. Mereka kemudian pulang kembali ke rumah. Hanni pasti sudah menunggu mereka sejak tadi.
.
.
.
Begitu mereka sampai di rumah Minji, Haerin langsung memasuki kamar tidur Hanni, ingin berpamitan karena sebentar lagi Haerin harus pulang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wishlist || Kang Haerin
FanficTanpa Haerin sadari, setiap kali ia memohon kepada Sang Pencipta, segala hal yang memang sudah buruk, kini menjadi semakin buruk lagi. Hingga Haerin sadar, bahwa ini sudah saatnya bagi dia untuk memperbaiki semuanya, walaupun ia harus merelakan diri...