"Rin, lo jadi ke rumah gue gak?"
"Jadi lah, pengen main sama adek lo."
Tidak ada respon.
Tidak lama kemudian, suara kembali terdengar, "Dia lucu tau, makanya gue sering iri sama lo. Gue selalu ngebayangin kalo gue punya adek yang lucu kayak adek lo, pasti-"
"Oke."
"S-sorry, gue gak bermaksud-"
"Gapapa."
Oke, sahabat Kang Haerin ini selalu sensitif tentang sesuatu yang menyangkut adiknya. Padahal, rasanya Haerin akan sangat bersyukur jika bisa menjadi Kim Minji, sahabat sekaligus teman sebangkunya.
Ah, berbicara tentang adiknya itu sungguh membuat Haerin iri. Ia selalu mengharapkan kehadiran seseorang yang lebih muda di keluarganya, namun sayangnya hal itu belum terkabulkan hingga saat ini.
Belum lagi masalah yang hadir di antara kedua orang tuanya. Di saat situasi sedang seburuk ini, bolehkah ia berharap?
"Rin, kok bengong? Kita udah sampe," ucap Minji, memperhatikan temannya itu yang sedang melamun.
"O-oh iya," Haerin tersenyum kikuk, lalu segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah mewah itu.
Baru saja ingin membuka pintu rumah Minji, sang adik — Pham Hanni — sudah berlari kecil ke arah kedua gadis itu.
"KAK HAERINNNNN!" teriak bocah berusia 5 tahun tersebut, "Hai kak Minji, hehe."
Minji mendengus kasar, lalu segera masuk ke kamarnya tanpa mengucapkan apa-apa.
"Eh Ji, tunggu dulu!"
Haerin menghela napas. Temannya yang satu ini sering sekali seperti itu.
"MAU MAIN SAMA KAK HAERIN," Hanni berteriak lagi. Gosh, adiknya berbeda sekali dengan kakaknya yang kalem.
"Iya-"
"Mau es krim," bocah itu memelas.
"Kok es krim lagi? Kan kemaren baru aja Hanni makan es krim," Haerin membujuknya agar ia tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli es krim.
"POKOKNYA HANNI MAU ES KRIM!" kini Hanni bahkan mulai melompat-lompat di atas sofa ruang tamu.
"HANNI MAU ES KRIM! HANNI MAU ES KRIM! HANNI MAU-"
BRUK!
"HUWAAAAAA," tangisan Hanni menggema di rumah tersebut. Ia terjatuh cukup keras dari sofa.
Oh Tuhan, tolong Haerin. Ia pusing, sungguh.
.
.
.
"Enak? Udah ya, jangan nangis lagi."
Tadi, setelah Hanni terjatuh, Haerin membujuknya untuk tidak menangis dan membawanya pergi membeli es krim.
"Enak," balas Hanni.
Haerin tersenyum sambil mengacak rambut anak kecil di hadapannya saat ini. Tiba-tiba, Hanni menyodorkan es krim tersebut ke arah Haerin.
"Kakak mau?"
Haerin terkekeh pelan, lantas mengangguk.
"Aaaaa, enak?"
"Enak banget, makasih ya," jawab Haerin.
Gadis berusia 15 tahun itu menatap lamat-lamat lawan bicaranya. Bagaimana bisa, seorang anak kecil berusia 5 tahun sudah bisa menjadi sosok yang begitu dewasa?
"Mama bilang, Hanni harus berbagi," balas Hanni polos.
Haerin lagi-lagi terdiam karena ucapan Hanni, lalu mengusap kepala Hanni pelan, "Anak baik," ucapnya.
Bagi Haerin, Hanni adalah seseorang yang paling ingin ia lindungi. Anak kecil itu tidak pantas merasakan apa yang ia rasakan saat ini.
.
.
.
Hari sudah mulai larut, dan Haerin sedari tadi hanya termenung di balkon kamarnya. Akhir-akhir ini, kondisi keluarganya jauh dari kata harmonis. Kepalanya seakan ingin pecah setiap kali mendengar kedua orang tuanya bertengkar.
Inilah alasan mengapa ia lebih suka menghabiskan waktunya bersama Hanni hingga malam. Ia tidak bahagia saat berada di rumahnya sendiri. Lagipula, di rumah, Haerin kesepian dan tidak punya siapa-siapa. Saat ini, sumber kekuatannya hanyalah Minji dan Hanni.
Soal Minji, entahlah, tapi dia benar-benar terlihat berbeda sejak 4 tahun yang lalu. Gadis itu memang terlihat ceria di sekolah, tetapi di rumah, ia benar-benar seperti gadis yang begitu menyedihkan. Minji memang terlihat dingin saat melihat adiknya, tapi Haerin tahu, bahwa sebenarnya sahabatnya ini selalu menangis sendirian di kamarnya.
Hati Haerin terenyuh setiap kali Minji menangis di kamar. Dia ingin sekali memeluk sahabatnya, tetapi ada Hanni yang harus ia jaga. Ia tidak ingin Hanni melihat kakaknya menangis.
Ia rindu sahabatnya yang dulu, Minji-nya yang dulu. Ia ingat sekali bagaimana dulu mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Bermain, berceloteh, dan bercanda bersama layaknya anak-anak yang belum mengerti apa-apa.
Satu hal yang Haerin ingat, bertahun-tahun yang lalu, mereka sedang melihat bintang bersama dan Minji mengucapkan sebuah kalimat.
"Jika kamu ingin sesuatu, bicaralah pada bintang... karena bintang akan selalu ada untuk mendengarmu."
.
.
.
20/02/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Wishlist || Kang Haerin
Fiksi PenggemarTanpa Haerin sadari, setiap kali ia memohon kepada Sang Pencipta, segala hal yang memang sudah buruk, kini menjadi semakin buruk lagi. Hingga Haerin sadar, bahwa ini sudah saatnya bagi dia untuk memperbaiki semuanya, walaupun ia harus merelakan diri...