Hanni membuka matanya perlahan, mengernyitkan dahinya saat matanya mulai merasakan silaunya cahaya lampu tempat dirinya dirawat sejak kemarin. Ia memegang pegangan bangsal tempat dirinya tidur semalam, berusaha mengubah posisi menjadi duduk bersandar pada bantal.
Ia melihat jam, ini masih pagi hari. Mungkin saja saat ini kakaknya tengah bersiap-siap menuju sekolah.
Sepi. Hampa. Tidak ada seorang pun yang menemaninya, bahkan di saat-saat seperti ini. Hanni tersenyum pedih. Tidak apa-apa, dia sudah terbiasa. Tidak, dia bukan kecewa dengan kakaknya. Dia hanya sedikit kecewa dengan sang papa, dia pikir papanya akan sedikit berbelas kasihan untuk sekedar menjenguknya sejenak.
Ah, atau mungkin, bahkan papanya tidak peduli sama sekali. Ia yakin, pasti kemarin kakaknya lah yang membawanya ke tempat ini. Bukannya ingin berburuk sangka, tapi memang kenyataannya sang papa tidak akan ingin meluangkan waktu untuk mengurusnya. Apalagi, ia bukan anak yang diinginkan.
Bocah perempuan bermarga Pham itu terkekeh hambar. Kakaknya memang akhir-akhir ini tiba-tiba berubah menjadi baik, tanpa Hanni tahu alasannya. Menurut Hanni, kakaknya tidak perlu repot-repot bersikap baik dan peduli kepadanya apabila hanya karena rasa bersalah.
Pun, Hanni sudah terlanjur membuang jauh-jauh rasa inginnya untuk dikasihi oleh seluruh anggota keluarganya.
Hanni tidak mau Minji, kakaknya, harus repot-repot seperti ini. Apalagi, jika kepedulian kakaknya sampai membuat satu rumah mengetahui perkara dirinya yang mimisan tanpa henti ini.
Sering, Hanni sudah sering mengalaminya. Tidak hanya sekali-dua kali. Tidak hanya perkara mimisan, saat dirinya terjatuh dan terluka, darah itu tidak akan berhenti keluar.
Fokus Hanni teralihkan ke arah tangannya yang dipenuhi berbagai jarum. Ia harus sangat berhati-hati saat ingin bergerak, jangan sampai tangannya tertusuk jarum dan mengeluarkan darah. Itu akan menjadi masalah yang panjang nantinya.
Yah, mungkin ia harus melakukan sesuatu untuk mengurangi rasa bosannya.
.
.
.
"Hyein," sapa Haerin saat melihatnya duduk menyendiri pada jam istirahat.
"Kamu kenapa? Kok mukanya ditekuk gitu sih?" Haerin berusaha agar Hyein ingin menjawabnya, pasalnya sejak tadi Hyein hanya duduk diam dengan wajah lesu.
Hyein menggeleng lesu, dirinya sedang tidak mood sekarang. Apalagi, pada situasi seperti ini, sangat memungkinkan bagi kakaknya untuk memergokinya, dan ia akan terkena masalah lagi nanti.
Sudah, sudah cukup. Ia sudah lelah, ia sudah menyerah.
"Nanti cerita sama kakak ya," bujuk Haerin.
Hyein cepat-cepat menggeleng, karena memang ia rasa tidak ada yang perlu diceritakan.
"Gak mau tau, gak ada alasan."
Enam kata itu membuat suasana hati Hyein menghangat, membuat moodnya sedikit membaik, bahkan berhasil membuat Hyein merasa sedikit kesal dan dongkol dengan kakak kelas yang menurutnya super bawel itu.
"Maksa banget sih," dumelnya dalam hati.
Tapi, di sisi lain, ia bisa merasakan betapa kakak kelasnya itu begitu mempedulikan dan mengkhawatirkannya, padahal ia sungguh tidak apa-napa.
"Makasih udah peduli, kak."
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wishlist || Kang Haerin
FanfictionTanpa Haerin sadari, setiap kali ia memohon kepada Sang Pencipta, segala hal yang memang sudah buruk, kini menjadi semakin buruk lagi. Hingga Haerin sadar, bahwa ini sudah saatnya bagi dia untuk memperbaiki semuanya, walaupun ia harus merelakan diri...