15. Kemungkinan yang Menyakitkan

175 26 0
                                    

2022

Dua hari ke depan, Vanka akan jarang pulang ke rumah sebab ia akan melakukan book show untuk promo novel terbarunya di beberapa kota di Jawa Tengah. Vanka berusaha mengumpulkan niatnya untuk membersihkan kamarnya yang semakin padat dengan tumpukan buku-bukunya. Sebagian bukunya akan ia bagikan ke komunitas literasi dan perpustakaan sekolah yang membutuhkan.

Vanka mulai menyortir buku yang masih baru hingga buku lama yang memiliki bercak menguning. Ia memindahkannya ke sebuah kotak plastik agar tidak salah memasukkan barang. Setelah mengurangi tumpukan bukunya yang sudah tidak terpakai, Vanka melanjutkan membereskan baju-bajunya yang sudah tidak terpakai lagi. Ia membuka sebuah kardus yang diletakkan di atas lemarinya. Tersimpan baju masa kecil, seragam sekolah, hingga dobok taekwondo.

Vanka mengambil dobok yang sudah tidak muat lagi di tubuhnya. Ia benar-benar rindu atas perjuangannya kala itu. Sayangnya, setelah menginjak bangku SMA, Vanka tidak melanjutkan latihannya lagi. Ia memilih fokus pada dunia literasi. Sebagian waktunya banyak dihabiskan untuk menulis. Ia telah menjadi penulis remaja yang sukses diusia muda. Vanka banyak melakukan road show ke beberapa daerah untuk promo novel-novelnya.

Vanka berjalan memasuki kamar adiknya. "Pano," ucap Vanka seraya membuka pintu kamar Vano. "Di sekolah kamu ada ekskul taekwondo nggak?"

Vano terkejut mendapati pertanyaan dadakan kakak perempuannya itu. "Nggak ada. Kenapa, Kak?"

"Sayang banget," dengus Vanka. "Kamu mau nggak les taekwondo? Mumpung kamu masih kelas dua SMA, No. Daripada di rumah nggak ada kegiatan mending kamu latihan taekwondo."

Vano terdiam sepersekian detik. Terlihat sedang berpikir. "Nggak ah, Kak. Aku sukanya voli bukan taekwondo."

Saking kesalnya dengan ucapan adiknya itu, Vanka langsung mengambil kotak tisu yang ada di sekitarannya. "Olahraga jangan pilih-pilih. Taekwondo itu banyak manfaatnya."

Vano dengan sigap langsung menangkap kotak tisu itu dan mendecakkan lidahnya. "Ya udah Kakak aja yang taekwondo―nggak usah nyuruh aku." Anak zaman sekarang memang paling pintar kalau menyanggah ucapan orang yang lebih tua.

"Kakak udah pernah. Makanya Kakak nyuruh kamu buat belajar."

Vano bukannya takut malah menjulurkan lidahnya. "Malas. Kak, sana ah. Aku mau gitaran di kamar."

Vanka sengaja membuka pintu kamar adiknya lebar-lebar. Masa bodoh jika Vano ngambek. Anak itu diajarin cara membela diri malah tidak mau. Sudah untung dibiayai kakaknya, dibandingkan dulu saat zamannya. Vanka harus mencari uang sendiri untuk bisa latihan taekwondo setiap minggu.

***

Vanka melakukan book show pertamanya di Jalan Pandalarang Semarang. Dan setelah acara promo novelnya selesai, Vanka berencana untuk bertemu Choki setelah dua belas tahun tak berjumpa. Vanka mengajak Gita untuk bertemu dengan Choki di sekitaran Taman Pandalarang pada sore hari.

Selang beberapa menit kemudian, Choki dengan tas ranselnya melambaikan tangan kanannya ke arah Vanka. Vanka tergelak melihat penampilan Choki kali ini. Choki yang dulu berbadan besar kini bertransformasi menjadi Choki yang lebih ramping. Tinggi badannya bertambah beberapa meter dari terakhir kali mereka bertemu. Kulitnya semakin bersih dan terawat. Behelnya pun sudah tidak ia kenakan lagi.

Choki refleks berlari memeluk Vanka erat-erat. "Panpan!"

Gita menganga seraya menyunggingkan senyuman kikuk di depan Vanka dan Choki. Tangannya pun sudah membentuk siku 90 derajat untuk bersalaman. Namun, Choki terlalu bersemangat bertemu dengan Vanka sampai tidak memerhatikan keberadaan Gita.

Vanka melepaskan pelukan Choki. "Choki, ini sahabatku, Gita."

Gita terlihat malu-malu di depan Choki. Dengan senyuman ramahnya, Choki langsung menyapa Gita untuk berkenalan.

Hello You Apps!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang