21. Cinta Lama Belum Kandas

185 24 0
                                    


Gita menghampiri Vanka setelah sesi book signing berakhir. Ia bertanya-tanya tentang apa yang ia lihat barusan. Bagaimana bisa Emily mengenal dan merangkul Bastian. Gita tersentak setelah mengetahui segalanya.

"Jadi, selama ini Bastian pacarnya Emily?" suara Gita meninggi. "Tapi, kenapa orang-orang nggak boleh tahu tentang hubungan mereka?"

Vanka mengedikkan bahunya. Ia juga sama tidak tahu. Isi kepalanya mendadak penuh dengan semua kejadian mengejutkan hari ini.

"Udahlah, Pan. Belum jodoh lo untuk bisa sama Bastian. Lagian dulu pas di Surabaya lo bilang Bastian galak." Gita menggandeng tangan Vanka sambil mencari tempat Sushi Tei.

"Bukan gitu, Git. Gue ngerasa bego sendiri. Masa gue nggak bisa bedain mana cowok single mana yang taken. Seharusnya Bastian tuh, ngomong kalau dia punya pacar. Biar gue bisa tahu diri." Vanka menarik napas kesal. "Kalau nggak dikasih pertanda lewat Emily, bisa-bisa gue beneran naksir sama dia berkepanjangan."

Gita mengangguk. "Cowok zaman sekarang ngeri ya. Punya pacar tapi nggak mau bilang. Atau setidaknya jangan kasih harapan ke cewek lain." Gita menepuk bahu Vanka. "Pokoknya, lo harus pintar-pintar mencari cowok. Jangan cuma buat karakter fiksi aja yang hidupnya happy-ending. Sebagai pencipta cerita―lo juga perlu merasakan happy-ending."

Vanka berhenti di tengah jalan. "Tapi Git, mungkin nggak sih, kalau Bastian menyembunyikan statusnya demi keinginan Emily?"

Jari telunjuk Gita mengetuk-ngetuk dagunya yang berkerut. "Bisa jadi, sih. Apa mungkin karena Emily itu artis ya makanya dia merahasiakan hubungannya sama orang biasa? Padahal Bastian kan atlet nasional. Dia juga termasuk public figure. Kenapa harus malu? Gue, sih, akan bangga banget kalau punya pacar se-ganteng Bastian meskipun bukan dari kalangan artis."

Vanka mengedikkan bahunya lagi. "Entahlah." Tiba-tiba Vanka teringat sesuatu. Ia belum menceritakan momen terakhir dirinya bertemu dengan Bastian saat jadwal UKT adiknya. "Git, sumpah! Pano kemarin hampir buat jantung gue mau copot. Dia hampir aja jodoh-jodohin gue di depan Bastian. Gue langsung cubit pinggangnya. Lemes banget itu mulut," Vanka mengikuti Gita memasuki Sushi Tei sambil mencari tempat duduk yang kosong. "Dan lo tahu? Ternyata Bastian itu orang Ambon. Dia juga tahu tentang Pulau Seram."

"Nggak heran, sih, kalau orang Ambon tahu tentang Pulau Seram." Reaksi Gita berubah datar. Lalu tergelak. "Pan, nggak semua orang yang tahu tentang Ambon dan Pulau Seram itu adalah Ali yang lo maksud. Maluku luas, Pan. Jangan se-hopeless itulah demi mencari Ali."

Vanka tertunduk lemas. "Iya, sih. Gue berpikir demikan juga. Tapi ada banyak hal yang bisa gue kaitkan antara Bastian dengan Ali," ucap Vanka yakin.

"Banyak hal dari mana?"

Vanka menatap fokus Gita. "Nama panjang Bastian adalah Bastian Alrie Sangadji."

Gita menggeleng tak yakin. "Hanya karena embel-embel namanya ada ejaan Ali bukan berarti dia Ali yang kita cari. Okelah, let's say, kita punya dua petunjuk. Yang pertama adalah Alrie dan kedua adalah Ambon. Terus lo sudah punya clue lain belum?"

"Ada. Yang ketiga: Ali yang merekomendasikan gue taekwondo. Dan Bastian adalah atlet taekwondo. Make sense, kan?"

Butuh sepersekian detik membiarkan Gita untuk berpikir. Ia mulai sepemahaman dengan semua pemikiran Vanka dan semua petunjuk yang terjadi secara nyata dan kebetulan.

"Tapi, kalau dia adalah Ali. Kenapa dia nggak ingat lo?" selidik Gita.

"Nah, itu yang menjadi pertanyaan gue. Kenapa dia bisa lupa sama gue? Padahal gue pernah cerita kalau gue pernah ikut taekwondo karena seseorang. Ali juga tahu nama gue adalah Tivanka bukan pankarung." Vanka melahap fish roll kesukaannya dengan cepat. "Seingat gue, Ali yang ada di Hello You itu kulitnya gelap dan rambutnya keriting―persis seperti gue waktu SMP. Nah, gue nggak lihat ciri fisik itu dari sosok Bastian."

Hello You Apps!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang