12. Yang Ketiga Pasti Aran

15K 1.3K 101
                                    


Nalya tidak pernah membayangkan dirinya bisa duduk dan makan bersama malam ini dengan Dania, Ahmad, Aran, Ania dan Afka.

Hatinya merasa terharu dan bahagia.

Tidak banyak yang berubah dari rumah ini setelah sekian lama, selain mereka yang perlahan mulai menua dan anak-anak yang beranjak dewasa.

"Ini, bunda sengaja buat perkedel jagung yang banyak buat kamu."

Dania mengambilkan beberapa perkedel itu dan meletakkannya di piring Nalya.

"Terima kasih."

Ania yang duduk di sebelah kanan Nalya menghentikan aktivitas makannya dan fokus menatap wajah Nalya. Sama seperti Nalya yang tidak percaya akan situasi ini, Ania juga sama. Dia benar-benar berterimakasih pada Aran yang menepati janjinya.

"Karena buna menginap di sini, buna akan tidur di mana?" Tanya Ania

"Di mana lagi, pasti di kamar ayah. Iya kan?"

Pfftt!!

Air mancur mendadak meluncur ke tengah-tengah meja makan, siapa lagi pelakunya kalau bukan Afka.

"AYAH!!" Teriak Ania ketika dirinya yang duduk di seberang meja malah terkena cipratan sang ayah membuat Dania dan Ahmad tertawa kecil, bagaimana bisa mereka melewatkan tontonan menarik ini.

"Ayah nggak apa-apa?" Aran dengan basa-basi bertanya, padahal dirinya lah penyebab dari kejadian barusan.

"Nggak apa-apa," dengan cuek Afka menjawab, sepertinya Afka memang harus terbiasa dengan kejahilan Aran untuk kedepannya atau sesekali meladeninya mungkin lebih baik.

Ania menatap tajam pada sang kakak yang terlihat mencurigakan dengan ekspresi menyeringai. Aran tadinya berniat menggoda sang ibu dengan ucapannya, tapi malah ayahnya yang terjebak. Nalya sendiri hanya bisa bedehem kecil sebagai respon, besikap cuek seperti tidak mendengarkan ucapan Aran tadi, bersyukur Nalya tidak kelepasan seperti Afka.

"Kalau buna nggak keberatan, Ania mau tidur sama buna. Apa boleh?" Ania memulai kembali obrolan untuk mencairkan suasana.

"Boleh," Nalya menjawab sambil tersenyum pada Ania.

"Kalau Aran ikut juga boleh?" Aran mengacungkan tangan mengajukan diri untuk ikut bergabung.

"Boleh."

"Kalau ayah?" Ucap Aran membuat Afka melotot padanya, apakah tidak cukup bagi anak itu menggodanya setiap saat?

"Aran," Afka memanggil seolah memberi peringatan pada sang putra untuk berhenti menggodanya.

"Apa? Memangnya ayah nggak mau tidur bareng kita?"

"Mau lah, kalau diajak!"

Uhuk! Uhuk! Uhuk!

Jawaban jujur Afka itu membuat Nalya tersedak, wajah Nalya sampai memerah dibuatnya.

Nalya benar-benar merasa malu karena kedua pria itu kali ini. Bahkan, hanya untuk melirik pada mantan mertuanya Nalya tidak berani. Bagaimana bisa Aran dan Afka bercanda seperti ini di depan neneknya?

"Abang! Ayah!" Ania dibuat geram dengan tingkah Aran dan Afka kali ini, heran juga melihat Aran dan Afka yang biasanya berselisih kini malah seakan bekerja sama mengerjai Nalya.

"Kalian ini, baru sampai beberapa jam yang lalu sudah bikin rusuh di meja makan. Biarin Nalya makan dengan tenang. Kamu juga Afka," Dania akhirnya angkat bicara, Ania memeletkan lida pada Aran.

***

  Selesai makan malam, Aran dan Ania masuk ke dalam kamar mereka masing-masing. Aran sedang mandi sedangkan Ania mempersiapkan tempat tidurnya, jadi tersisa hanya para orang tua yang duduk mengobrol di ruang keluarga.

Pak Hakim - S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang