16. Jebakan

19K 1.1K 99
                                    

Setelah mengantri di bank cukup lama, akhirnya mereka kembali ke kampus untuk mengantar Aran menyetorkan berkas pendaftarannya.

"Gue sama Jaslan tunggu di mobil aja yah," Aran mengangguki ucapan Luthfi. Dia keluar dari mobil Jaslan sambil membawa tas ranselnya juga tak lupa ponselnya yang dia genggam di tangan kanan.

"Ada masalah apa lagi sih sama tuh anak, perasaan dari pagi tadi mukanya masih aja ngeselin minta di tabok." Jaslan membuka suara setelah Aran pergi, Luthfi yang duduk di bangku sebelahnya juga berpikir hal yang sama seperti Jaslan.

"Nanti juga kalau perasaannya udah enakan dia pasti ngomong sendiri."

"Hubungi anak-anak yang lain yah Jas, bilang kalau kita tunggu mereka buat main futsal di tempat biasa." Perintah Luthfi pada Jaslan.

"Oke."

***

Selagi kedua sahabatnya itu sedang menunggu di mobil, Aran kini berdiri menunggu di depan pintu ruangan Afka.

"Aran?" Panggilan itu membuat Aran menoleh mendapati sosok perempuan yang tersenyum lebar kepadanya.

"Tante Laila? Tante apa kabar?" Secara naluri Aran meraih tangan Laila untuk salim kepada wanita itu.

"Baik alhamdulillah, Nalya nggak ikut pulang yah?" Laila bertanya dengan hati-hati, setahunya hubungan Aran dan Nalya belum membaik jadi bertanya mengenai Nalya agak tidak nyaman untuk Aran menurut Laila.

"Oh itu, bunda lagi di rumah nenek Elma bareng Ania."

"Nalya bener pulang? KOK NGGAK NGABARIN!?" Laila refleks berteriak, Aran sedikit tersentak dibuatnya, sedangkan orang yang berada di dalam ruangan pun sampai berlari keluar.

Brak!

Pintu itu terbuka dengan paksa, menampilkan wajah panik Afka serta nafasnya yang memburuh.

"Kenapa?!"

"Eh pak Afka, selamat siang pak?" Laila menyengir pada Afka yang kini sadar bahwa tidak terjadi apapun hanya dengan melihat senyum bodoh mantan mahasiswinya itu.

"Saya permisi kalau begitu. Aran, tante pergi dulu yah. By..." pergi dari sana adalah pilihan yang tepat untuk Laila, bukan apa. Masih ada rasa takut yang tersisa pada pria di hadapannya tadi, apa lagi ketika mengingat bagaimana pria itu menjadi pembimbing skripsinya dulu.

"Ayo masuk." Afka membuka pintu lebar-lebar, meminta Aran untuk masuk ke dalam ruangannya.

"Mau ayah pesankan makan siang?" Tanya Afka ketika Aran sudah duduk di kursi sofa dalam ruangan itu.

"Nggak usah, Aran ke sini cuma mau ngomong..."

Drrtt drrtt!!

Perkataan Aran terhenti ketika merasakan ponsel yang berada di genggamannya bergetar, dia kemudian menjawab panggilan itu yang ternyata dari ibunya.

"Halo, kenapa bun?"

Sapaan Aran membuat Afka memperhatikannya, telpon itu pasti dari Nalya. Afka sangat yakin soal itu.

"Assalamualaikum."

Suara Nalya di sebrang saluran bisa di dengar dengan baik oleh Afka. Entah Aran sengaja atau tidak, tapi anak itu malah mengaktifkan ikon pembesar suara.

Pak Hakim - S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang