2. Keluarga Kecil yang Bahagia

19.2K 1.4K 35
                                    

Pria itu kini membuka bagasi untuk menaruh koper Aran di sana dengan inisiatifnya sendiri, Aran yang tidak enak hati memilih menyeret kopernya  ke belakang mobil ketimbang harus menyerahkannya pada pria yang entah siapa.

Untung saja pria bernama Ikram ini tidak bisa mendengarkan isi hati Aran, setidaknya dia tidak akan sakit hati karena tidak tahu bahwa Aran berharap pria ini hanyalah seorang sopir pribadi.

Tapi, hei! Apa ada sopir dengan penampilan rapih seperti ini?

Tapi, hei! Apa ada sopir dengan penampilan rapih seperti ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Biar om yang taruh barangnya, kamu bisa naik ke mobil."

Ikram mengambil barang bawaan Aran sedangkan anak itu membuka pintu penumpang dan duduk dengan diam di sana, mata Aran tak sengaja menangkap sosok anak kecil di bangku depan samping kemudi.

Ceklek...

Pintu mobil terbuka secara bersamaan, Ikram masuk lebih dulu dibangku kemudi sedangkan Nalya duduk di sebelah Aran.

"Kenapa nggak duduk di depan?"

"Biarin Elina tidur dengan nyaman," jawab Nalya.

"Aku antar kalian langsung ke rumah atau mau makan siang dulu sebelum pulang?"

"Langsung ke rumah aja, aku bisa masak untuk makan siang. Aran juga pasti capek."

"Oke, tapi kayanya malam ini aku lembur deh. Nggak apa-apa 'kan kalau Elina..."

"Nggak masalah."

Interaksi antara Nalya dan Ikram tidak luput dari perhatian Aran, anak itu diam-diam menyimak pembicaraan mereka. Nalya sampai detik ini pun tidak memperkenalkan siapa pria dan anak kecil yang sedang bersama mereka saat ini.

Aran yang mulai merasa bosan memilih untuk menutup matanya dan mulai terlelap. Nalya sedikit menoleh memastikan apakah Aran benar tidur atau tidak dan benar saja, Aran tertidur dengan lelap.

"Ini penerbangan pertamanya, tapi dia bahkan nggak mengeluh sama sekali." Gumam Nalya yang masih bisa didengar oleh Ikram.

"Dia kelihatan nggak suka dengan ku."

"Dia hanya merasa asing, nanti juga pasti akan akrab."

"Mungkin, semoga saja." Ikram mengangguk mencoba untuk tetap berpikir positif tentang sikap Aran padanya.

Bagaimana Ikram tidak bicara seperti itu, bahkan hanya dengan melihat  Aran menatapnya saja sudah membuatnya tahu bahwa anak itu tidak menyukainya. Tapi dari pada berdebat dengan Nalya, Ikram lebih baik mengalah.

***

"Belum bangun juga," Elina menyentuh pipi Aran dengan telunjuknya.

Anak perempuan berusia 6 tahun itu memandang lekat pada Aran, rambutnya yang di kuncir 2 itu sudah berantakan akibat tingkahnya yang tidak bisa diam sejak tadi.

Pak Hakim - S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang