3. Salah Paham Adalah Awal Masalah

17.3K 1.2K 17
                                    


Matahari bersinar dengan cerah pagi ini, Nalya yang biasanya bangun pukul 8 pagi sekarang mulai bangun pukul 5 untuk membersikan rumah dan memasak sarapan untuk Aran.

Setelah pukul setengah 8 pagi semuanya sudah siap, Nalya bahkan sudah mandi dan bersiap untuk memulai aktivitasnya. Rencana hari ini adalah mengajak Aran berkunjung ke kampus tempat Nalya bekerja, lalu setelah itu mereka akan mengunjungi beberapa universitas lain nanti. Berharap, cara ini bisa membuat Aran menentukan pilihannya dengan lebih mudah.

Lama menunggu di meja makan Aran belum juga muncul, Nalya memilih beranjak dari sana dan berdiri di depan pintu kamar Aran. Beberapa kali berpikir untuk mengetuk atau tidak.

Ceklek!!

"Astaghfirullah," Nalya berucap dengan satu kaki melangkah ke belakang.

"Kenapa?" Aran yang merasa aneh kini bertanya mengapa tingkah ibunya hari ini terlihat sedikit tidak biasa.

"Oh, sarapannya sudah siap. Kamu bisa makan dulu sebelum kita pergi."

Aran melewati Nalya dan pergi ke dapur sendirian, belum saja duduk di kursi Aran sudah di buat melongo melihat meja makan yang sudah tertata dengan rapi dengan masakan yang masih panas. Terlihat dari asap yang keluar dari setiap hidangan di meja makan ini.

"Dia bangun sepagi apa sampai bikin makanan sebanyak ini?"

Aran melirik ke belakang namun dirinya tak menemukan Nalya, apakah dia yang harus menghabisakan makanan ini sendirian?

"Bisa gendut gue lama-lama tinggal di sini."

Aran kini duduk di kursi dan mulai sarapannya yang spektakuler ini. Bagaimana tidak, biasanya sarapan hanya ada nasi goreng atau kalau tidak roti isi. Tapi ini malah terlihat layaknya makan siang ketimbang sarapan. Ada sup ikan, sayur bening, sambel cumi dan tidak lupa bawang goreng kesukaan Aran.

Sekitar 20 menit menunggu Aran di ruang tamu, Nalya akhirnya mendapati sosok remaja itu berdiri di sebelahnya dengan keringat yang terlihat di dahi.

"Saya ke dapur dulu, kamu bisa duduk di sini."

Aran menatap datar Nalya yang berlalu pergi, dalam hati Aran sudah berpikir bahwa Nalya akan sarapan setelah dirinya. Apa setidak mau itu dia makan bersama dengan Aran? Semalam juga seperti itu, dia hanya duduk di kursi tanpa mau makan. Tapi setelah anak bernama Elina itu datang, Nalya malah makan dengan lahap bersama anak itu.

"Benar-benar pilih kasih."

***

Tidak ada percakapan apapun di dalam mobil, walaupun sebenarnya Aran sangat ingin bertanya kemana anak perempuan kemarin itu pergi, tapi bagaimana cara memulainya?

"Kenapa melamun?" Suara Nalya menyadarkan Aran dari pikirannya.

"Tidak."

"Sudah menentukan universitas mana yang akan kamu pilih? Kampus swasta atau negeri?" Nalya memulai pembicaraan, semoga saja ini berhasil membuatnya mengobrol panjang dengan Aran.

"Swasta."

"Kenapa sampai kuliah jauh ke sini dan pilih universitas swasta sedangkan kamu bisa daftar di universitas negri di sana?"

Nalya benar-benar penasaran apa alasan Aran sampai jauh ke sini hanya untuk berkuliah, padahal di sana juga ada universitas negeri di mana Afka mengabdikan diri sebagai dosen. Apa lagi, dia tidak akan berpisah dengan Ania dan Afka jika tetap kuliah di sana.

Pak Hakim - S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang