14. Tersiksa Sendirian Itu Menyesakkan

16.8K 1.2K 60
                                    

Makan siang bersama di rumah Elma di dominasi dengan perselisihan kakak beradik, Elma yang sudah biasa dengan sikap Aran sudah tidak lagi punya tenaga untuk menegur. Afka juga tidak banyak bicara, dia menyelesaikan makan siangnya lebih cepat dan pergi meninggalkan meja makan.

Afka memilih duduk di kursi yang berada di teras rumah sambil memainkan ponselnya, Afka tidak sadar bahwa ada orang lain yang duduk di kursi sebelah kanannya.

"Berkasnya ada di mana?" Pertanyaan itu mengalihkan perhatia Afka, pria itu menoleh ke sebelah kanan di mana Nalya duduk dengan pandangan mengarah padanya.

"Ada di mobil, kenapa?"

Cara Afka menjawab membuat kening Nalya mengkerut, wajah pria itu juga terlihat tidak ramah.

Apakah Ania lupa memberitahu Afka kalau Nalya ingin mengobrol dengannya?

"Biar saya yang urus berkasnya, mas masih punya pekerjaan yang belum selesai di kampus kan?"

Tidak ada jawaban dari Afka, Nalya menghela nafas sebelum akhirnya kembali bicara.

"Kalau nggak percaya, kita dateng aja ke sana sama-sama sekalian." Diamnya Afka membuat Nalya yakin bahwa pria itu pasti tidak percaya atas ucapan Nalya barusan.

"Ya udah, ayo!" Afka berdiri, dia mengantongi ponselnya dan meraih kunci mobil yang memang sejak tadi berada di dalam saku celananya

"Mas?"

"Apa lagi? Kamu yang ngajakin saya kan, jadi sekarang ayo!"

Afka meraih tangan Nalya untuk membawa wanita itu ikut bersamanya masuk ke dalam mobil, mereka pergi tanpa pamit pada orang-orang rumah yang sebentar lagi pasti akan mencari keberadaan mereka berdua.

***

Aran dan Ania sedang duduk bersama  di ruang tamu, kepergian Nalya dan Afka yang entah kemana sungguh membuat Ania dan Aran penasaran. Sepenting apa urusan itu sampai mereka tidak pamit pada penghuni rumah ini?

"Kira-kira ayah sama buna kemana?" Ania menatap Aran yang sedang bermain game di ponselnya.

"Nggak tau, nanti juga balik." Aran bersikap biasa saja padahal dalam hati dirinya lebih kepo dari Ania.

"Abang bukannya belajar untuk ujian tes nanti malah asik main game, kalau nggak lulus bagaimana?"

"Yah daftar lagi di jalur mandiri."

"Terserah abang aja, capek Ania."

"Istirahat kalau capek."

"Kalau nggak ada ayah, abang bikin Ania yang darah tinggi. Kenapa sih hobi banget bikin orang kesel?"

"Abang memang di ciptakan untuk menguji kesabaran orang-orang, orang kaya kamu misalnya."

"Nggak kebayang tertekannya buna selama tinggal bareng abang di sana," ucapan Ania membuat Aran terdiam. Kilas balik kejadian pertengkarannya dengan Nalya terputar layaknya rekaman dalam benak Aran.

"Kenapa? Ania salah ngomong yah, maaf."

"Nggak apa-apa." Melihat perubahan ekspresi dari Aran, Ania memilih diam dan tidak melanjutkan pembicaraan. Mereka kemudian sibuk dengan kegiatan masing-masing, hingga beberapa jam kini berlalu...

Pukul 15: 20

"Kemana yah buna sama ayah? Di telpon juga nggak diangkat." Ania mencoba menelpon Nalya dan Afka bergantian tapi tidak satupun dari mereka yang mengangkat panggilan telepon dari Ania.

Pak Hakim - S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang