18. Pertemuan Ania dan Elina

10.5K 713 17
                                    

Ania dan Nalya yang tadi bergegas pulang setelah obrolan dengan Ezza, sekarang malah berakhir dicegat oleh Seia dan kini ibu dan anak itu berada di rumah milik Seia yang tidak lain adalah sahabat Nalya.

"Ini pertama kalinya kita ketemu kan, Ania?" Ujar Seia pada Ania.

"Iya, tante Seiana temannya bunda kan?" Ania menatap Nalya untuk meminta tanggapan atas ucapannya barusan.

"Iya." Nalya menjawab seraya tersenyum tipis.

"Ah! Gue sebenernya nggak suka ngomong dengan bahasa yang berat." Protes Seia tiba-tiba.

"Yang nyuruh lo siapa emangnya?" Balas Nalya.

"Kan anak jaman sekarang kaya gitu? Bener nggak Ania?" Nalya hanya bisa menghela nafas dibuatnya, belum juga ada 20 menit duduk bersama sahabatnya itu Nalya sudah dibuat sakit kepala dengan kelakuannya yang random. Jangan tanya Ania, dia hanya tertawa kecil melihat tingkah teman masa kanak-kanak sang bunda.

"Habis dari mana sih Nal, tadi gue nggak sengaja liat lo sama Ezza. Kenapa? Cinta lama belum kelar yah?"

"Seia!"

"Apa? Takut anak lo tau?"

"Om Ezza itu mantan pacarnya bunda?" Tanya Ania hati-hati, takut jika dia menggali lebih dalam Nalya akan merasa keberatan.

"Mama mu ini belum cerita? Ih parah loh Nal, udah ngenalin orangnya tapi nggak ngasih tau sejarahnya."

"Diem sebelum gue gampar bibir lemes lo itu."

Bukannya merasa takut, Seia malah kembali bicara mengungkit masa lalu tentang kisah Nalya dan Ezza. Tidak ada yang bisa Nalya harapkan dari sahabat gilanya selain semua rahasianya itu terbongkar.

Pukul 21:00

***

"apa sih?" Tanya Ania

Remaja itu tengah berada di dalam kamar bundanya sambil mengobrol melalui panggilan telpon dengan sang kakak, Aran.

"Tadi itu siapa?"

"Namanya om Ezza, mantan gebetan Buna."

"Serius? Tau dari mana kalau dia mantannya buna?"

"Tante Seia yang cerita, cuman karena almarhum paman Savian nggak setuju jadinya mereka nggak ada hubungan apa-apa, tapi sampai hari ini mereka masih keliatan akrab banget." Ceritanya panjang lebar, Aran yang berada diseberang saluran telpon kini terdiam.

"Bang Aran? Halo?"

"Hm, kenapa?"

"Abang tuh yang kenapa? Kok diem aja?"

"Nggak apa-apa, abang cuman mikir kapan ayah bisa jemput kamu sama buna."

"Nggak usah di jemput, rencana besok pagi buna mau nganterin balik ke sana. Kebetulan buna juga harus jemput tante Fia di bandara besok."

"Oh yah? Buna kok nggak kasih tau abang?"

"Biar jadi kejutan mungkin, jadi besok abang pura-pura kaget aja."

"Kamu ini, tapi ngomong-ngomong om Ezza itu menurut kamu gimana?"

Ania nampak berpikir tentang bagaimana sosok Ezza di matanya.

"Orangnya baik, ramah. Buna juga keliatan seneng ngobrol sama dia, dia juga lucu sih."

"Cocokan mana buna sama dia atau ayah?"

Pertanyaan itu membuat Ania terdiam menimbang, kalau tentang kecocokan di matanya itu sudah pasti dengan sang ayah. Tapi mengingat bagaimana ekspresi wajah keduanya tadi saat mengobrol Ania nampak bimbang, Nalya seakan lebih bahagia saat mengobrol dengan Ezza ketimbang Afka.

Pak Hakim - S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang