13. K.U.A

16.9K 1.2K 39
                                    

Pagi ini Nalya akan berangkat ke rumah orang tuanya, menginap di rumah ini semalam bagi Nalya sudah cukup. Maka dari itu, kini waktunya Nalya untuk pulang ke kampung halaman.

"Ania harus bawa baju berapa banyak yah, apa segini cukup?" Ania muncul di ruang tamu dengan koper berukuran 18 inch yang dia bawa. Nalya yang sedang asik mengobrol dengan Dania sekarang beralih menatap kearah gadis itu.

"Kamu mau kemana?" Tanya Dania.

"Ikut buna ke rumahnya nenek Elma, abang sama ayah juga lagi siap-siap."

"Buna mu bilang dia mau pergi sendiri, kenapa tiba-tiba kalian mau ikut?" Bukan hanya Dania yang bingung, Nalya pun juga begitu.

"Semuanya udah siap?" Afka datang dengan pakaian rapih serta sebuah map berkas di tangan kanannya.

"Udah ayah, tapi abang mana?" Ania melirik ke belakang mencari Aran tapi kakaknya tidak nampak sama sekali.

"Lagi panasin mesin mobil."

"Tunggu dulu, kamu sama anak-anak mau ikut Nalya pergi?" Dania yang tadi duduk kini berdiri meminta penjelasan pada Afka.

"Iya, sekalian ada beberapa berkas yang harus disetor di KUA."

"Kamu bilang apa? KUA?"

"Iya, bunda tadi malam kan tanya kapan akad nikah barunya. Ini baru mau Afka urus, ayo kita berangkat sekarang."

Afka keluar dari rumah bersama Ania, Nalya yang masih duduk di sofa ruang tamu malah mengusap wajahnya kasar tidak habis pikir dengan apa yang akan di lakukan Afka.

"Bunda nggak menyangka akan secepat ini sih," Dania melirik Nalya yang masih duduk di sofa dengan tangan yang menopang kepalanya.

Nalya juga tidak menyangka Afka mengambil langkah secepat ini, belum juga Nalya menjawab pernyataan laki-laki itu semalam, tapi dia sudah bicara akan ke kantor urusan agama.

***

"Akhirnya sampai juga..." Aran keluar dari mobil, disusul oleh Ania yang langsung masuk ke dalam rumah tanpa menunggu Nalya dan Afka.

Selagi anak-anak sudah masuk untuk memberi kejutan pada nenek dan kakek mereka, Nalya dan Afka sedang mengeluarkan koper dari dalam bagasi mobil.

"Nggak apa-apa kan saya ke kantor KUA hari ini?" Afka seakan tidak merasa bahwa dirinya sudah terlambat bicara tentang ini pada Nalya.

"Kalau saya bilang jangan pun, mas tetap akan pergi 'kan?"

"Iya."

"Yah terus ngapain nanyain lagi?"

"Saya kan juga perlu tanda tangan kamu."

"Tapi saya nggak ngomong apa-apa semalam, mas nggak mau mikir lagi? Keputusan yang di ambil tanpa pertimbangan yang matang itu hasilnya..."

"Apa lagi yang harus saya pikirkan? Sudah lebih dari 10 tahun saya terus berdiri di tempat yang sama, saya menunggu kamu kembali dan sekarang kamu masih minta saya untuk berpikir?"

"Saya cuman nggak mau masnya kecewa lagi, mas harus ingat apa yang pernah saya lakuin ke mas dan anak-anak. Jadikan itu pertimbangan untuk menerima saya kembali."

"Semua orang berhak dapat kesempatan ke 2."

Nalya kehilangan kata-kata, entah seperti apa Nalya harus mendeskripsikan kesabaran dan cinta pria di sebelahnya ini. Rasanya Nalya malu harus kembali berdiri di samping Afka, menjadi pendamping hidup pria sebaik ini.

"Saya rasa bukan saya yang harus berpikir, tapi kamu yang terlalu banyak pertimbangan."

Lagi-lagi Nalya tidak mengatakan apapun, Afka sampai menghela nafas secara tidak sengaja. Mereka baru saja sampai di depan rumah Elma, tidak elok di pandang jika mereka malah bertengkar di sini.

Pak Hakim - S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang