Part 19 - Study Date
****
Masih ingat perjanjian gue sama kak Radit soal tinggal sekamar itu?
Di opsi terakhir, kak Radit membubuhkan kalimat 'hari minggu harus ada quality time' yang sempat membuat gue ogah-ogahan sekaligus merasa penasaran sebenarnya.
Wah, quality time macam apa yang bakalan ditawarkan seorang Raditya Tubagus Ragendra bersama gue? Apa kita akan jalan-jalan ke dufan? Nonton bioskop? Atau ke pantai??????
Saking bersemangatnya, gue hampir gak bisa tidur mikirin weekend pertama kami seandainya kak Radit gak ngajakin gue minum teh sebelumnya. Entahlah. Sejak menikah, teh tanpa rasa jadi salah satu minuman favorite gue.
Huft.
Gue hela napas cukup panjang pagi ini, menit ini, dan detik ini juga.
Ekspektasi gue tentang perjanjian itu ancur dalam sekejap bray. Harusnya gue menikmati liburan dan menyegarkan otak dari segala masalah hidup yang dicampuradukkan dengan dunia sekolah. Betapa tidak beruntungnya gue sebab hari libur yang gue pikir akan jadi ajang bersantai malah berubah jadi medan peperangan otak.
Dengan bermodalkan bolpoin dan kertas HVS, di sinilah gue berakhir. Perpustakaan kota bersama dua buku tebal yang isinya soal-soal fisika UN. Muka gue masam, beralih natap kak Radit sengit.
"Ini yang lo sebut pantai?" sindir gue kesal, tapi dengan nada yang kecil. Bagaimanapun gue sadar bahwa kami ada di perpustakaan.
Pasalnya semalam, orang yang lagi duduk dengan muka ketutup masker di samping gue ini ngomong hal yang beda bangetttt.
Dia bilang, "Mau jalan-jalan ke pantai gak? Besok ke pantai, yuk. Refreshing." Gak lupa pake senyum manis yang gue lupa kalo dia sering pake ekspresi itu pas ngebunglon.
Kalau tau bakal ditipu, baiknya gue mentingin kerja makalah kelompok bareng si Kanaya. Seenggaknya gue bisa cuci mata sambil ngeliat kakak Kanaya yang gantengnya bukan main itu di rumah dia atau ngelakuin hal paling gak berfaedah, ngefangirl Ji Chang Wook sampai mampus. Kesel banget diri ini ya lord.
Gue berdecak sebal. Walau gak sampe tiga detik, gue mengulum bibir nahan ngakak soalnya sadar sama penampilan dia yang berlebihan banget di ruangan ini. Ibarat buronan, kak Radit make topi, celana panjang, dan masker hitam. Satu-satunya yang putih adalah kaosnya dengan bagian punggung dibubuhkan gambar kucing dan beberapa deretan tulisan. Namun begitu saja sudah menyita fokus beberapa orang yang duduk di dekat kami.
"Kak."
"Apa?"
"Sumpah, lo kayak lagi main idol-idolan."
Gue gak tau. Tapi di satu sisi, gue cukup terharu soalnya dia sampai rela dandan begitu karena gue. Buat jaga-jaga pas keluar berdua, barangkali ada teman sekolah yang pergok kami. Kalau muka kak Radit ditutup, katanya lebih mudah nyari alasan.
"Sssttt, jangan berisik," perintahnya buat gue langsung kicep karena dia letakin jari telunjuknya ke bibir gue. "Fokus dulu. Soal nomor satu udah dapat jawabannya?" tanyanya, sedikit nurunin masker ke bawah dagu dengan suara setengah berbisik, sukses buat gue mengerjap.
"Ekhem." Gue membasahi tenggorokan sejenak dan sedikit geserin diri, menjauh dari kak Radit dengan gerakan pelan tapi pasti. Hal itu bikin dia ngernyit, mungkin ngerasa aneh sama sikap gue.
"Kenapa ngejauh gitu?"
Gue salting gila ....
"Sempit," jawab gue bohong sambil ngusir salah tingkah lantas nyodorin kertas ke dekat dia biar gak dibahas lebih lanjut lagi. "Gue belum nemu jawaban nomor satu, Kak. Ini lagi nyoret-nyoret, tapi jawabannya gak ada di option." Gak lupa gue tunjuk-tunjuk kertas coretan gue yang justru didominasi gambar orang-orangan lidi dibandingkan coretan angka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Become Your Wife || Lee Taeyong
Teen Fiction____ "Dipaksa nikah gara-gara dituduh lakuin hal mesum sama nikah karena emang udah ngelakuin hal itu beda, Kak. Kita yang gak bersalah ini bakal dicap jelek di masyarakat. Masa depan gue ataupun karir lo bisa hancur dalam sehari." Mungkin dipaksa m...