gara-gara penasaran

1K 63 8
                                    

(Ini saya ngetiknya sambil buka lagu di yutub, lagu-lagunya pada beda mood semua jadi maklumin kenapa nih cerita juga moodnya tiba-tiba berubah drastis) :')

"Kak Agam.."

Agam menoleh ke arah suara yang memanggilnya pelan itu, sangat pelan. Jika saja pendengaran Agam tidak tajam, ia tidak akan bisa mendengar panggilan tersebut.

Di depan pintu ruang latihan, ada Aksa yang berdiri canggung menatapnya dengan tatapan tak kalah canggung.

Bahkan bisa Agam lihat tangan pemuda manis itu memelintir ujung kaosnya sendiri, seperti menunjukkan bahwa ia memang sedang canggung saat ini.

"Aku boleh masuk?" izin Aksa masih dengan suara pelannya itu.

Agam hanya mengangguk singkat.

Aksa berjalan mendekat dengan langkah kecil, lalu duduk di samping yang lebih tua darinya itu. Mata berbinarnya menatap mata sayu milik Agam sejenak sebelum akhirnya membawa tangan Agam untuk digenggam erat.

Si kecil juga membawa kepala yang lebih tua untuk menyandar pada bahu sempitnya. Agam hanya diam membiarkan Aksa melakukan apapun padanya.

"Kakak pasti capek," gumam Aksa sembari membelai rambut Agam yang basah oleh keringat. Tangan yang sedang digenggamnya pun diusap lembut.

Agam mengangguk pelan dengan mata terpejam, ia menikmati sentuhan lembut dari yang lebih muda.

Sebenarnya Agam sedang berada titik paling lelahnya pada hari ini, ia harus menari dan bernyanyi selama seharian penuh karena tidak ingin jadi bulan-bulanan sang mentor terus menerus.

Selalu saja ada kritik yang diterimanya selama penilaian bulanan, Agam lelah bahkan sedikit muak mendengar kritikan itu.

Ia sudah berusaha, Agam sudah berusaha sekeras yang ia bisa. Agam tidak pernah istirahat, seberapa lelah dirinya pun ia tetap akan memaksakan diri.

Tetapi entah mengapa usahanya terasa begitu sia-sia setiap kali mendengar kritikan itu. Agam merasa kesempurnaan yang diharapkan sang mentor tidak akan pernah ia raih.

Meskipun begitu, ia tidak boleh berhenti. Kesempurnaan itu harus tetap diusahakan. Maka dari itu, Agam tetap berlatih hari ini.

"Mentor Rosa nyebelin ya.. padahal kakak udah latihan pagi siang sore malam, tapi seenaknya dia bilang kakak masih kurang latihan. Aku pengen marah dengernya," gerutu Aksa.

Agam tertawa kecil. "Mungkin emang kakak kurang latihan, Sa," ujarnya.

Aksa mendelik tajam. "Kurang dari mana coba? Dua puluh empat jam itu sembilan puluh persennya kakak habisin di ruang latihan. Kakak udah kayak penunggu ruang latihan tau gak?" sungut Aksa mengerucutkan bibirnya.

"Kakak gak tau kan kemarin Kak Bintang sama Kak Hanan kepergok ciuman mesra di ruang laundry?" tanya Aksa.

"Eh beneran?" Agam menatap Aksa tak percaya atas berita mengejutkan yang baru didengarnya ini.

Yang lebih muda mendorong kening yang lebih tua dengan telunjuknya. "Makanya jangan mendekam terus di ruang latihan," ejek Aksa.

"Tapi serius ada Bang Bintang sama Kak Hanan kepergok?" tanya Agam yang sudah terlanjur penasaran.

Aksa mengangguk. "Kepergok Kak Juna sama Kak Marcel yang mau cuci baju. Untung masih sesama murid, coba aja kalo mentor atau petugas yang mergokin.."

"Emang kebiasaan banget mereka suka ciuman gak tau tempat," gumam Agam.

"Kakak ngomong gitu kayak gak pernah cium aku aja..." Aksa menatap yang lebih tua dengan tatapan menghakimi.

"Ya.. tapi kan beda, kecil..." ujar Agam. Agak terkejut mendengar perkataan Aksa, meskipun pemuda manis itu tidak sepenuhnya salah.

dealova (gyujin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang