maaf?

428 49 0
                                    

"Kak Aldo, jangan cepet-cepet jalannya. Tungguin Aksa.." Dengan langkah kecilnya, Aksa berlari mengejar Aldo yang berjalan dengan langkahnya yang lebar di depannya.

Aldo menghentikan langkahnya menunggu Aksa yang ternyata tertinggal jauh di belakang, senyum gemas tak tertahankan.

"Sini aku gendong aja, kamu kayaknya capek banget ngejarnya," kata Aldo setelah Aksa sampai di hadapannya.

"Kak Aldo tuh cepet banget jalannya!" gerutu Aksa dengan bibir mencebik.

Aldo tertawa gemas. "Makanya mending aku gendong aja biar gak capek ngejar."

"Gak papa, Aksa jalan sendiri aja tapi kakak gak usah cepet-cepet jalannya," tolak Aksa.

"Udah sini." Aldo begitu saja mengangkat Aksa di punggungnya membuat yang lebih muda terkejut dan langsung memeluk lehernya erat agar tidak terjatuh.

"Ih, Kak Aldo!" omel Aksa memukul bahu lebar Aldo.

Yang dipukul hanya cengengesan. "Lanjut jalan."

Sepanjang perjalanan Aksa hanya cemberut. Dalam hatinya, ia berharap tidak bertemu dengan pawang aslinya alias Agam di tengah jalan.

Tahu sendiri kan Agam bagaimana?

Namun ternyata Dewi Fortuna belum memihak kepada Aksa untuk hari ini. Memasuki wilayah kantin, di situ ada Agam sedang duduk mengobrol dengan Satya.

"Kak, Aksa turun di sini aja," pinta Aksa pada Aldo yang masih setia menggendongnya mengelilingi kantin.

"Cari tempat duduk dulu, Sa," jawab Aldo.

Aksa hanya bisa menurut karena tidak mungkin ia memberontak minta turun di sini. Pemuda itu pun berusaha menyembunyikan wajahnya agar tidak bisa dilihat oleh Agam yang masih sibuk mengobrol.

Aldo akhirnya menurunkan Aksa setelah mereka menemukan tempat duduk di area agak pojok kantin.

Setidak berpihak itu Dewi Fortuna kepada Aksa karena ia kira Agam tidak akan melihat dirinya di sini. Tetapi ternyata saat Aksa mencuri pandang ke arah pemuda itu, mata si pemuda sudah tertuju padanya.

Agam menatap Aksa, hanya diam menatap. Tak ada ekspresi apapun di wajahnya, datar.

Namun justru itu yang membuat Aksa jadi takut sekarang. Agam yang tampak tenang seperti ini malah merupakan pertanda buruk, jantung Aksa jadi berdegup kencang.

Cukup lama Agam menatap yang lebih muda sebelum akhirnya kembali membuka obrolan dengan Satya.

Detak jantung Aksa belum kembali normal, ia masih gugup.

"Mau makan apa?" tanya Aldo.

Aksa menatap sejenak pemuda di hadapannya itu. "Samain aja sama kakak."

Aldo mengangguk lalu pergi mengambil makanan untuk mereka berdua.

Sementara Aldo pergi, Aksa kembali mencuri pandang ke arah Agam. Pemuda tinggi itu terlihat seru sekali bercengkrama dengan Satya dan nampaknya tidak lagi menganggap kehadiran kecilnya di sana.

Aksa menghela nafas panjang. Sebenarnya ia pun tak tahu Agam akan benar-benar berbicara padanya atau tidak nanti, hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja. Ada pertikaian kecil yang membuat Agam dan Aksa saling tidak bertegur sapa, terhitung sudah tiga hari sejak pertikaian itu.

Dan sekarang Aksa sudah tidak tahan lagi, ia tidak bisa bertahan dalam keadaan seperti ini. Aksa ingin sekali mengajak yang lebih tua itu berbicara empat mata dan menyelesaikan semuanya. Tetapi ia bahkan tidak punya nyali untuk sekedar memanggil nama Agam.

Sedangkan Agam terlihat biasa saja, pemuda itu terlihat baik-baik saja menjalani harinya tanpa Aksa. Bahkan masih bisa tertawa lepas.

Aksa tersenyum getir melihat Agam yang terlihat bahagia tertawa bersama Satya. Apakah artinya Agam tidak membutuhkan Aksa lagi?

"Makanan sudah sampai~" Aldo datang dengan dua nampan berisi makan siang mereka di kedua tangannya.

Aksa langsung mengalihkan perhatiannya pada pemuda itu. Mencoba tersenyum manis pada Aldo yang kini duduk di hadapannya.

"Ayo, makan," ucap Aldo langsung disambut anggukan oleh Aksa.

Aksa bersiap untuk makan lalu ekor matanya menangkap sosok Agam dan Satya yang sedang berjalan meninggalkan wilayah kantin.

Tidak apa-apa, dengan begini Aksa bisa lebih fokus pada makanannya.

"Kamu gak mau minta maaf?" tanya Aldo.

Aksa menatap pemuda itu sejenak, tidak mengerti apa yang dimaksud. Tetapi ia teringat telah menceritakan permasalahannya dengan Agam kepada Aldo.

"Aksa gak berani," jawab Aksa.

"Beraniin, Sa. Kapan masalahnya mau selesai kalo kamu gak mulai ngomong?" kata Aldo membuat Aksa langsung termenung.

Perkataan Aldo ada benarnya. Jika Aksa tidak jadi pengecut seperti ini, pasti ia dan Agam tidak akan diam-diaman sampai tiga hari. Tetapi seperti yang sudah dibilang, dirinya bahkan tidak berani memanggil nama Agam.

"Semalam aku main di kamar Satya sama anak-anak lain, ada Agam juga. Dia curhat tentang masalah kalian," cerita Aldo.

Aksa diam menyimak cerita yang lebih tua sembari menghabiskan makanannya.

"Agam tuh sayang banget sama kamu. Dia gak bisa marah sama kamu tapi yang kemarin dia udah di batas kesabarannya. Karena tetep gak bisa ngelampiasin amarahnya ke kamu, dia milih buat ngejauh dulu. Dia mau tenangin pikirannya," jelas Aldo.

Aksa menunduk dalam. Pasti ia sudah keterlaluan sekali saat itu, pasti Agam kecewa sekali dengan dirinya. Aksa pun sama kecewanya dengan dirinya sendiri.

"Dia udah maafin kamu kok sekarang, tapi dia gak mau ngajak kamu ngomong dulu. Dia pengen liat kamu gimana responnya, dia pengen liat sebenarnya kamu sayang atau gak ke dia," lanjut Aldo.

"Aksa sayang sama Kak Agam.." lirih Aksa.

Aldo tersenyum. "Makanya, kamu harus beraniin diri buat minta maaf. Agam gak akan marah, dia malah bakal ngerasa seneng karena itu artinya kamu juga ngehargain dia."

Aksa menatap Aldo sejenak. Iya, ia harus memberanikan diri untuk berbicara pada Agam. Mau sampai kapan bertahan pada keadaan seperti ini?

Mulai sekarang, Aksa akan mengumpulkan keberanian. Ia akan berbicara dengan Agam secepatnya.

Ditulis: 10 Agustus 2023 (7PM)
Dipublikasi: 8 September 2023 (7PM)

dealova (gyujin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang