lovey dovey

997 57 11
                                    

Tak pernah bosan bibirnya mengecup permukaan kulit wajah Aksa yang lembut itu. Agam akan senantiasa memuja karya Tuhan bernama Aksa ini dan salah satu bentuk pemujaannya adalah kecupan manis yang dibubuhkan berkali-kali pada seluruh permukaan kulit si manis.

Aksa hampir tidak pernah memprotesnya, kecilnya itu selalu menerima seluruh perlakuannya. Entah karena pasrah atau bagaimana karena ruang geraknya pun terbatas bila Agam sudah bertindak.

Namun sejujurnya Aksa pun menyukai bagaimana perlakuan Agam kepadanya. Karena tak hanya sentuhan pada fisik, pemuda tinggi itu juga suka membisikkan kata-kata manis yang dapat membuat Aksa merasa istimewa.

Walaupun terkadang Agam membuatnya kewalahan karena sentuhannya, tetapi Aksa justru selalu merindukan bagaimana dirinya kewalahan terhadap sentuhan dari Agam.

"Kak.." Aksa menahan wajah Agam agar berhenti menghujaninya dengan kecupan.

"Capek? Udah ngantuk?" tanya Agam dengan kedua tangan kecil Aksa sedang menangkup wajahnya.

Aksa menggeleng. "Mau pangku."

Dua kata itu sukses membuat Agam menatap Aksa dengan tatapan nanar, ia terkejut. Benar, mereka belum pernah melakukan hal itu sebelumnya.

Sedekat-dekatnya dua anak adam ini, belum pernah terpikirkan oleh Agam untuk membawa Aksa duduk di pangkuannya. Meskipun ia sendiri sering melihat ada temannya yang melakukan hal itu. (re: Bintang & Hanan)

"Mau pangku?" tanya Agam memastikan pendengarannya tidak salah.

Aksa mengangguk. "Kak Agam belum pernah pangku aku."

"Ngapain, dek?"

"Mau rasain aja.. Kak Agam gak mau?"

Bukannya apa, tetapi bagi Agam posisi memangku itu terlalu intim untuk dilakukan. Apalagi seperti yang dilakukan teman-temannya itu, Aksa belum cocok melakukannya.

"Pangkuan tuh cocoknya buat orang gede, tunggu kamu gede aja ya? Nanti kita pangkuan sampe paha kakak kebas," ujar Agam.

Aksa melepaskan tangannya dari wajah Agam lalu mencebikkan bibirnya, kecewa. "Emang aku kurang gede apalagi sih?" keluhnya.

"Tiga tahun lagi kamu legal kayak kakak, yang sabar aja ya?"

Lagi, lagi, dan lagi. Aksa dan raut wajah memelas, kelemahan terbesar Agam.

Mata berbinar bak dihiasi bintang-bintang yang menatap penuh harapan, bibir mungil merah muda yang mencebik lucu, dan pipi lembut yang menggembung lucu.

Agam benci itu semua.

"Aksa.." lirih Agam. "Jangan giniin kakak, please," pintanya benar-benar tak tahan berhadapan dengan iblis penggoda kecil ini.

Aksa tetap mempertahankan raut wajahnya, pokoknya sampai ia mendengarkan jawaban yang diinginkannya.

Mengaku kalah, Agam menghela nafas pelan. "Cuma mau tau rasanya kan?"

Barulah Aksa mengembangkan senyumannya. Pemuda kelinci itu langsung mengangguk semangat.

Dasar penggoda licik, batin Agam melihat perubahan raut wajah kecilnya itu. Mungkin ia harus belajar agar tidak cepat luluh terhadap segala godaan dari sang kelinci.

Pemuda tinggi itu pun bangkit duduk bersandar pada dinding. "Sini." Agam menepuk pahanya memberi isyarat agar Aksa duduk di situ.

Yang diberi isyarat langsung bergerak duduk di paha sang pemberi isyarat. Aksa mencoba mendudukkan dirinya dengan nyaman meskipun masih merasa asing dengan posisi seperti ini.

"Udah kan? Gini aja?" tanya Agam.

Aksa diam menatap yang lebih tua sejenak. Jemari lentik itu kemudian bergerak mengusap rahang tegas Agam membuat sang empu meneguk ludah kasar.

dealova (gyujin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang